LAPORAN PRAKTIKUM BIOSENSOR
BIOSENSOR UREA BERBASIS IMOBILISASI ENZIM UREASE PADA
BIOPOLIMER
Dosen
Pengampu Mata Kuliah Biosesnsor
Eviomitta
Rizki Amanda, S.Si., M.Sc
Disusun
oleh
:
1. Magdalena Arini Meylina (15010101008)
2. Merinsa
Chorry Hartono (15010101009)
3. Triwulandari (15010101012)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
RUMAH SAKIT ANWAR MEDIKA
D3 Analis Kesehatan
2016/2017
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Urea adalah senyawa kimia yang terbentuk secara biologis
didalam tubuh makhluk hidup. urea merupakan produk akhir dari siklus nitrogen
dalam hati. Urea didalam darah atau dalam urine merupakan zat penting untuk
diagnosis adanya penyakit hati dan ginjal. Konsentrasi normal dalam serum adalah
berkisar pada 2,5 – 6,7 mM. Pada penderita gagal ginjal kronis, kadar urea
dalam serum dapat mencapai konsentrasi 30 – 80 Mm, sehingga pasien akan sering
menjalani hemodialisis (Huang dkk, 2007).
Penentuan konsentrasi urea dalam serum darah / urine
diperlukan untuk ketepatan diagnosa pada penderita gagal ginjal serta
pemantauan terapi penderita gagal ginjal. Konsentrasi urea dalam urine tersebut
dapat ditentukan dengan metode spektrofotometer dengan piranti biosensor urea.
Prinsipnya adalah berdasarkan immobilisasi komponen biologis (misalnya : enzim,
bakteri, dan lainnya) pada matriks membran polimer yang diintergrasikan dengan
sinyal tranduser pada analit (Hall, 1990).
Oleh
karena hal tersebut, pentingnya pengukuran konsentrasi urea dalam urine sebagai
penegak diagnosa penderita gagal ginjal. Khususnya sebagai calon ahli
laboratorium medik, hal tersebut dapat diterapkan didalam laboratorium klinik
yang dikemas sepraktis mungkin sehingga dapat diaplikasikan sebagai pemeriksaan
dengan mudah, cepat dan akurat. Pembuatan biosensor urea berdasarkan
imobilisasi enzim tersebut akan dijelaskan pada percobaan kali ini.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan
masalah yang terdapat pada percobaan ini adalah
1.
Bagaimana
pengaruh immobilisasi enzim pada biopolimer terhadap aktivitas enzim?
2.
Bagaimana
pengaruh waktu kontak terhadap aktivitas enzim?
1.3 Tujuan
Tujuan yang terdapat pada percobaan ini adalah :
1.
Dapat
mengetahui adanya pengaruh immobilisasi enzim pada biopolimer terhadap
aktivitas enzim.
2.
Dapat
mengetahui pengaruh waktu kontak terhadap aktivitas enzim.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biosensor
Terminologi
biosensor biasanya digunakan untuk peranti atau peralatan yang digunakan
memonitor sistem metabolisme atau menggunakan elemen biomolekul, biasanya yang
digunakan untuk merujuk sebuah sensor yang menggunakan sebuah elemen biologi
seperti enzim, antibodi, DNA, mikroorganisme ataupun sel. Oleh karena itu
biosensor didefinisikan sebagai peralatan analisis yang menggunakan material biologis
atau biomolekul secara terintegrasi dengan sebuah tranducer fisika – kimia,
yang bisa berupa optic, elektrokimia, termometrik, piezoelektrik, atau magnetic
yang dapat menghasilkan sinyal elektronik secara diskret atau kontinyu yang
proporsional dengan jumlah suatu analit atau kelompok tertentu (kuswadi, 2010).
Biosensor
adalah perangkat yang menggunakan organisme hidup atau molekul biologis,
terutama enzim atau antibodi, untuk mendeteksi keberadaan bahan kimia. Prinsip
kerja biosensor adalah berdasarkan immobilisasi komponen biologi (enzim,
bakteri, dan lainlain) pada matriks membran polimer yang diintegrasikan dengan
sinyal transduser pada analit. Komponen biologi berfungsi sebagai sensor
elektroaktif yang berperan pada reaksi setengah sel elektrokimia sehingga
potensial yang ditimbulkan sensitif dan selektif terhadap ion tertentu (Khairi,
2003)
2.2 Immobilisasi Bioreseptor
Bioreseptor atau biomolekul dalam
biosensor yang selektif dan sensitif terhadap analit tertentu harus ditempatkan
atau dihubungkan dengan sebuah tranducer, yang merupakan tahap kunci dan
keberhasilan sebuah biosensor dalam mendeteksi analit tersebut, untuk mencapai
hal itu maka dilakukan imobilisasi dari bioreseptor tersebut pada permukaan
sensor baik secara langsung maupun tak langsung. Salah satu teknik yang akan
digunakan adalah teknik enkapsulasi (kuswadi, 2010).
Teknik enkapsulasi adalah teknik bioaktif
molekul di perangkap dalam membran inert yang selanjutnya di lekatkan pada
tranducer. Membran dapat dilindungi oleh bioaktif menghasilkan performa
biosensor yang cukup baik dan secara langsung membran sendiri memiliki pori –
pori dengan ukuran yang relatif kecil, sehingga hanya dapat dilewati oleh
molekul yang berukuran kecil, gas dan ion (caplin, 2004). Biasanya teknik
imobilisasi dengan enkapsulasi cukup stabil terhadap perubahan temperature, pH,
kekuatan ion dan komposisi kimia. Sehingga teknik imobilisasi ini banyak
digunakan dalam pengembangan biosensor.
2.3
Urea
Urea merupakan senyawa kimia yang
terbentuk secara biologis didalam tubuh makhluk hidup sebagai produk akhir dari
siklus nitrogen dalam hati. Urea dalam darah atau dalam urine merupakan zat
penting untuk mendiagnosis penyakit hati dan ginjal. Konsentrasi normal urea
dalam darah berkisar 25 mg/dl (Harper, 2003). Pada penderita yang mengalami
gagal ginjal, kadar urea dalam serum berkisar pada konsentrasi 30 – 80 mg/dl,
sehingga pasien tersebut harus menjalani hemodialisis. Berdasarkan hal
tersebut, maka urea menjadi bagian dari analisis rutin dalam dunia kesehatan (Huang
dkk, 2007 dalam jurnal Nazaruddin, 2007).
Urease merupakan enzim yang bersifat
spesifik mengkatalisis reaksi hidrolisis urea sehingga dapat digunakan sebagai
biosensor. Pengembangan biosensor urea, enzim urease dapat diimobilisasi dalam
suatu matriks dengan berbagai teknik seperti adsorpsi, entropment, ikatan
kovalen, cross linking, dan enkapsulasi (Barhoumi et al, 2004 dalam Fauziah
(2012)) yang menyatakan biosensor urea dapat dikembangkan dengan
mengimobilisasi urease dalam polimer lateks menggunakan teknik entrapment
(Antonia dan Toressi, 1990 dalam Fauziah (2012)) menggunakan poliprol untuk
mengimobilisasi dengan teknik cross linking dan entrapment.
2.2
Enzim
Enzim adalah katalis dalam sistem biologi
yang mampu merespon dan mendukung hampir seluruh reaksi kimia yang menunjang
kehidupan. Enzim mampu mempercepat reaksi dengan berikatan secara sementara
dengan molekul substrat dan menurunkan energi aktivasi yang diperlukan untuk
mengubah menjadi produk. Kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim dapat
dipelajari dengan menggunakan kinetika enzim (Colby, 2001).
Enzim adalah senyawa probiotik yang
dapat mempercepat atau mengkatalis reaksi kimia. Enzim berperan dalam mengubah
laju reaksi, sehingga kecepatan reaksi yang dihasilkan dapat dijadikan ukuran
keaktifan enzim (Applegate dan Angel, 2004). Enzim yang dapat bereaksi pada pH
dan temperatur tertentu. Enzim phytace bekerja optimum pada pH 5,3 dan suhu 550C.
Namun reaki tercepat pada pH 5,3 dan terjadi pada suhu 370C (Sugiura
et al, 2001). Karena enzim
adalah probiotik maka enzim dalam pakan rentan terdenaturasi atau rusak oleh
enzim pencernaan atau seseuatu yang dapat merubah struktur enzim (Applegate dan
Angel, 2004). Enzim adalah senyawa protein yang dapat mempercepat atau
mengkatalis reaksi kimia. Enzim berperan dalam mengubah laju reaksi, sehingga
kecepatan reaksi yang dihasilkan dapat dijadikan keukuran keaktifan enzim
(Gaman dan Sherington, 1992). Enzim hanya dapat bereaksi pada pH dan
temperature tertentu. Karena enzim adalah protein, maka enzim dalam pakan
rentan terdenaturasi atau rusak oleh enzim pencernaan atau sesuatu yang dapat
mengubah struktur enzim (Yangel, 2004).
2.5 Urease dari Kedelai
Urease
adalah sebuah protein yang ditemukan dalam bakteri, kapang, dan beberapa
tanaman tingkat tinggi. Karakteristiknya yaitu pH optimum 7,4 suhu optimum 60˚C
dengan spesifikasi enzimatis: urea dan hidroksi urea. Aktivitas urease menjadi
sangat tidak aktif apabila dipanaskan selama 24 jam sehingga suhu mencapai 105°
C. Berat molekul enzim urease sebesar 483.000, tempat aktifnya metal : nikel
(II), spesifik enzim : urea dan Hydroxyurea, Inhibitor : Logam berat (Pb –
& Pb 2 +).Suhu 10oC akan mempercepat reaksi dua kali atau tiga kali lebih
cepat. Urease ditemukan terutama dalam kuantitas besar pada jackbean, kedelai,
biji tanaman, pada beberapa jaringan hewan dan pencernaan mikroorganisme.
Urease juga ditemukan pada berbagai macam organisme seperti bakteri, jamur, dan
tumbuhan tinggi. Urease pada lingkungan berperan dalam jalur sistem
transportasi nitrogen. Protein kedelai mempunyai sifat-sifat khusus, yaitu
mempunyai kemampuan untuk mengikat air, punya daya emulsi, pembentuk gel,
pembentuk lapisan film, pembentuk adonan, pengental (Somadtja, 1964). Kandungan
amino lisinnya tinggi. Asam amino lisin dibutuhkan untuk membantu produksi
antibodi, hormon dan enzim (Flodin, 1997). Protein kedelai mempunyai
sifat-sifat khusus yaitu mempunyai kemampuan untuk mengikat air punya daya
emulsi, pembentuk gel, pembentuk lapisan film, pembentuk adonan dan pengental.
Kandungan amino lisinnya tinggi. Asam amino dibutuhkan untuk membantu produksi
antibody hormone dan enzim (Flodin 1997). Kacang kedelai mempunyai rasa langu
karena keberadaan enzim lipoksigenase. Enzim ini umumnya terdapat pada bagian
lembaga pada kacang-kacangan. Pada kacang kedelai aktivitas enzim lipoksigenase
lebih aktif daripada kacang tanah dan kacang hijau (Ketaren 1998). Enzim
lipoksigenase mengkatalis oksidasi asam lemak tak jenuh sehingga menjadi tengik
dan tidak stabil selama penyimpanan. Kacang kedelai asam lemak tak jenuh
sebesar 85% (Somatmadja, 1964). Pembentukan bau langu pada kacang kedelai
mungkin terjadi akibat adanya aktivitas enzimatik dari lipokgenase (Wolf,
1975). Kacang kedelai mempunyai kandungan protein sebesar 35% (Suprapto, 1997).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam praktikum adalah : mortar,
gelas beaker,hot plate stirrer, kertas saring, dan kaca, spektrofotometer.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah:agar-agar
plain,Gom Arab,CMC , Aseton,Aquades, kacang kedelai, selotip hitam dan buffer
phosphat.
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Isolasi enzim urease dari kacang kedelai
·
Ditimbang 30 gr kedelai
halus,lalu dimasukkan ke dalam
·
gelas beaker dan ditambahkan aseton 50 ml.
·
Disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama
10 menit.
·
Dibuang fraksi aseton,dan diambil endapannya.
·
Dibilas endapan dengan aquades dengan teknik
sentrifuge.
·
Dibuang filtratnya dan diambil endapannya.
·
Endapan tersebut
merupakan ekstrak kasar dari enzim urease.
3.2.2 Penjebakan enzim urease dalam biopolimer
membran
·
Ditimbang 0,5-2 gr bioplimer,lalu dimasukkan
dalam gelas beaker.
·
Ditambahkan buffer phosphat Ph 7 sebanyak 7,5-9
gr.
·
Diaduk menggunakan hotplate stirrer pada suhu
ruang selama 30 menit sehingga terbentuk larutan dope.
·
Ditambahkan 0,5 gr ekstrak urease kering .
·
Diaduk selama 30 menit.
·
Dicetak larutan dengan
kaca kemudian,di casting dan didiamkan pada suhu ruang.
3.2.3
Aplikasi enzim imobilisasi membran pada larutan
urea
- Dibuat standar
amonia 1,2,3,4,5 ppm.
- Dibuat larutan urea
1,2,3,4,5 ppm sebanyak 100 ml ke dalam buffer phosphat Ph 7.
- Dipotong membran
dengan ukuran 1 x 5 cm .
- Dimasukkan potongan
membran sebanyak 5 lembar dalam masing-masing larutan urea.
- Dishaker selama
5,10,15,20,25,30 menit.
- Diambil I 10 ml
larutan sampel setiap selang waktu yang
- ditentukan dan
ditambahkan 2 tetes indikator PP.
- Dianalisis dengan
spektrofotometer UV-Vis.
3.2.4 Imobilisasi enzim urease dalam biopolimer
membran Gom Arab
- Ditimbang 0,2 gr Gom
Arab ,lalu dimasukkan dalam gelas beaker.
- Ditambahkan buffer
phosphat Ph 7 sebanyak 9,7 gr.
- Diaduk menggunakan
hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit sehingga terbentuk
larutan dope.
- Ditambahkan 0,6 gr
ekstrak urease kering .
- Diaduk selama 30
menit.
- Dicetak larutan
dengan kaca kemudian,di casting dan didiamkan pada suhu ruang.
- Dipotong membran
dengan ukuran 1 x 5 cm .
- Dimasukkan potongan
membran sebanyak 5 lembar dalam masing-masing larutan urea.
- Dishaker selama 2
jam dan di ambil tiap 15 menit sekali
- Diambil I 10 ml
larutan sampel setiap selang waktu yang ditentukan dan ditambahkan 2 tetes
indikator PP.
- Dianalisis dengan
spektrofotometer UV-Vis.
3.2.5 Imobilisasi enzim urease dalam biopolimer
membran CMC
- Ditimbang 0,24 gr
CMC,lalu dimasukkan dalam gelas beaker.
- Ditambahkan buffer
phosphat Ph 7 sebanyak 28,19 gr.
- Diaduk menggunakan
hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit sehingga terbentuk
larutan dope.
- Ditambahkan 0,6 gr
ekstrak urease kering .
- Diaduk selama 30
menit.
- Dicetak larutan
dengan kaca kemudian,di casting dan didiamkan pada suhu ruang.
- Dipotong membran
dengan ukuran 1 x 5 cm .
- Dimasukkan potongan
membran sebanyak 5 lembar
- dalam masing-masing
larutan urea.
- Dishaker selama 5,10, 15, 20, 25, 30
menit.
- Diambil I 10 ml
larutan sampel setiap selang waktu yang ditentukan dan ditambahkan 2 tetes
indikator PP.
- Dianalisis dengan
spektrofotometer UV-Vis.
3.2.6 Imobilisasi enzim urease dalam biopolimer
membran Nutrijell Leci
·
Ditimbang, Nutrijell Leci sebanyak 3 gr,
dimasukkan dalam gelas beaker.
·
Ditambahkan buffer phosphat Ph 7 sebanyak 7,5 gr.
·
Diaduk menggunakan hotplate stirrer pada suhu
ruang selama 30 menit sehingga terbentuk larutan dope.
·
Ditambahkan 0,6 gr ekstrak urease kering .
·
Diaduk selama 30 menit.
·
Dicetak larutan dengan kaca kemudian,di casting
dan didiamkan pada suhu ruang.
·
Dipotong membran dengan ukuran 1 x 5 cm .
·
Dimasukkan potongan membran sebanyak 5 lembar
dalam masing-masing larutan urea.
·
Dishaker selama 2 jam dilakukan pengambilan tiap
15 m3nit sekali.
·
Diambil I 10 ml larutan sampel setiap selang
waktu yang ditentukan dan ditambahkan 2 tetes indikator PP.
·
Dianalisis dengan
spektrofotometer UV-Vis.
3.2.7 Imobilisasi enzim urease dalam biopolimer
membran Agar-agar plain
- Ditimbang Agar-agar
plain ,lalu dimasukkan dalam gelas beaker.
- Ditambahkan buffer
phosphat Ph 7 sebanyak 7,5-9 gr.
- Diaduk menggunakan
hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit sehingga terbentuk
larutan dope.
- Ditambahkan 0,6 gr
ekstrak urease kering .
- Diaduk selama 30
menit.
- Dicetak larutan
dengan kaca kemudian,di casting dan didiamkan pada suhu ruang.
- Dipotong membran
dengan ukuran 1 x 5 cm .
- Dimasukkan potongan
membran sebanyak 5 lembar dalam masing-masing larutan urea.
- Dishaker selama 2
jam dan diambil tiap 15 menit sekali
- Diambil I 10 ml
larutan sampel setiap selang waktu yang ditentukan dan ditambahkan 2 tetes
indikator PP.
- Dianalisis dengan
spektrofotometer UV-Vis.
BAB IV
DATA PENGAMATAN
4.1
Hasil Pengamatan
Perlakuan
|
Pengamatan
|
||
Isolasi
Enzim Urease
|
|||
30 gr kedelai halus ditimbang, dan di larutkan dengan aseton sebanyak 50 ml , kemudian masukkan kedalam
gelas beaker
|
Kedelai halus
larut dengan aseton dan membentuk dua lapisan , volume larutan aseton dan
kedelai adalah 50 ml
|
||
Dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit campuran aseton dan kedelai di sentrifuse
|
Terbentuk
adanya dua fraksi yaitu endapan dan fraksi dari aseton
|
||
fraksi aseton dibuang,dan diambil endapannya
|
Tersisah hanya
endapan
|
||
endapan dibilas dengan aquades dengan teknik sentrifuge, dilakukan 2 kali ekstraksi
|
Terbentuk lagi
adanya dua fraksi yaitu fraksi aseton dan endapan
|
||
filtratnya dibuang dan diambil
endapannya
|
Endapan itu
adalah ekstrak kasar dari enzim urease
|
||
Penjebakan
enzim urease dalam biopolimer membran
|
|||
0,5-2 gr bioplimer ditimbang ,lalu dimasukkan dalam gelas beaker. Buffer phosphat Ph 7 yang ditambahkan sebanyak 7,5-9 gr.
|
Campuran terlarut didalam gelas beaker
|
||
Diaduk menggunakan hotplate stirrer pada suhu ruang
selama 30 menit
|
terbentuk larutan dope.
|
||
0,5 gr ekstrak urease
kering ditambahkan
|
Enzim tercampur dengan biopolimer
|
||
Diaduk selama 30 menit.
|
menjadi
mengental atau sedikit padat.
|
||
Dicetak larutan dengan kaca kemudian,di casting dan
didiamkan pada suhu ruang.
|
Cetakan
menjadi kering dan dan menjadi lembaran atau membran
|
||
Aplikasi enzim imobilisasi membran pada larutan urea
|
|||
Larutan urea 100 ppm ke dalam buffer phosphat Ph
7.
|
Volume larutan
100 ml
|
||
Membran dipotong sesuai ukuran
|
ukuran membran 1 x 5 cm
|
||
Potongan membran dimasukkan dalam masing-masing larutan urea.
|
Sebanyak 5
lembar membran dan terlarut dalam larutan urea
|
||
Dishaker selama 5,10,15,20,25,30 menit.
|
Enzim larut dalam biopolimer
|
||
I 10 ml diambil larutan sampel
setiap selang waktu yang ,
ditentukan dan ditambahkan 2 tetes indikator PP.
|
Larutan sampel
berwarna merah muda setelah ditetesi dengan indikator pp
|
||
Larutan dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis
|
Didapatkan absorbansi
|
||
Imobilisasi
enzim urease dalam biopolimer membran Gom Arab
|
|||
0,2 gr Gom Arab ditimbang ,lalu dimasukkan dalam
gelas beaker dan ditambahkan buffer
phosphat Ph 7 sebanyak 9,7 gr
|
Volume larutan
menjadi 9,9 gr
|
||
Diaduk menggunakan
hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit
|
Larutan
menjadi homogen
|
||
Kemudian dibiarkan pada
suhu kamar , kemudian dilakukan pembuatan membran menggunakan gom arab dengan
penimbangan 0,7 gr Gom Arab ,kemudian dimasukkan dalam gelas beaker dan ditambahkan buffer
phosphat Ph 7 sebanyak gr,
|
tidak dapat memadat dan
tidak dapat digunakan,
|
||
Pengadukkan dilakukan menggunakan hotplate stirrer pada suhu
ruang selama 30 menit kemudian dibiarkan pada suhu kamar ,
|
tidak dapat memadat dan
hal tersebut tidak dapat digunakan.
|
||
Imobilisasi
enzim urease dalam biopolimer membran CMC
|
|||
0,24 gr CMC ditimbang,lalu
dimasukkan dalam gelas beaker. Ditambahkan buffer phosphat Ph 7 sebanyak 28,19 gr.
|
Volume larutan
nya adalah 28,49 gr
|
||
Diaduk menggunakan hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit
|
Larutan homogeny
dan terbentuk larutan dope
|
||
Ditambahkan ekstrak urease kering .
|
Eksrtak urease kering sebanyak 0,6 gr
|
||
Diaduk selama 30 menit.
|
Larutan
menjadi Homogen
|
||
Dicetak larutan dengan kaca kemudian,di casting dan didiamkan pada suhu
ruang.
|
Cetakan
ditunnggu hingga berbentuk menjadi membran .
|
||
Dipotong membran
|
Membrane berukuran 1 x 5 cm
.
|
||
Dimasukkan potongan membran dalam masing-masing larutan urea.
|
sebanyak 5 lembar
|
||
Dishaker selama 5,10, 15, 20, 25, 30 menit.
|
Enzim larut dalam biopolimer
|
||
Diambil I larutan sampel setiap selang waktu yang
ditentukan dan ditambahkan 2 tetes indikator PP.
|
Volume larutan sampel 10 ml dan berwarna merah muda ketika di tetesi dengan indikator pp.
|
||
Dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis.
|
Didapatkan absorbansi
|
||
Imobilisasi
enzim urease dalam biopolimer membran Nutrijell Leci
|
|||
Ditimbang, Nutrijell Leci dimasukkan dalam gelas beaker.
|
Berat nutrijell leci sebanyak 3 gr,
|
||
Ditambahkan buffer phosphat Ph 7 sebanyak
|
Buffer
phosphaat sebanyak 7,5 gr.
|
||
Diaduk menggunakan hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit
sehingga.
|
terbentuk larutan dope
|
||
Ditambahkan ekstrak urease kering .
|
Ekstrak urease kering sebanyak 0,6 gr
|
||
Diaduk selama 30 menit.
|
Homogen dan
bercampur rata
|
||
Dicetak larutan dengan kaca kemudian,di casting dan didiamkan pada suhu
ruang.
|
Cetakan
berbentuk membrane .
|
||
Imobilisasi enzim urease dalam biopolimer membran Agar-agar
plain
|
|||
Ditimbang Agar-agar plain ,lalu dimasukkan dalam gelas beaker. Ditambahkan buffer phosphat Ph 7 .
|
buffer phosphat Ph 7 sebanyak 7,5-9 gr.
|
||
Diaduk menggunakan hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit
|
terbentuk larutan dope
|
||
Ditambahkan ekstrak urease kering . Diaduk selama 30 menit.
|
ekstrak urease kering sebanyak 0,6 gr.
|
||
Dicetak larutan dengan kaca kemudian,di casting dan didiamkan pada suhu
ruang.
|
Menjadi mrmbran yang cetakannya berbentuk tipis
|
||
Dipotong membran dengan gunting
|
Ukuran membran 1 x 5 cm .
|
||
Dimasukkan potongan membran dalam masing-masing larutan urea.
|
sebanyak 5 lembar
|
||
Dishaker selama 2 jam dan diambil tiap 15 menit sekali
|
|||
Diambil I larutan sampel setiap selang waktu yang ditentukan dan
ditambahkan indikator PP.
|
I 10 ml larutan sampel dan berwarna merah muda ketika ditetesi
dengan indikator pp sebanyak 2 tetes
|
||
Dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis
|
Didapatkan absorbansi
|
||
4.1
Data absorbansi
4.2.1
Data hasil immobilisasi enzim tanpa biopolimer
No
|
Waktu Kontak
|
absorbansi
|
1
|
0
|
0
|
2
|
15
|
0,335
|
3
|
30
|
0,412
|
4
|
45
|
0,422
|
5
|
60
|
0,445
|
6
|
75
|
0,4
|
7
|
90
|
0,417
|
8
|
105
|
0,383
|
9
|
120
|
0,437
|
4.2.2 Grafik waktu kontak
vs absorbansi
Waktu kontak optimum enzim mencapai
absorbansi tertinggi yakni pada pengambilan ke V, menit ke 60 didapatkan
absorbansi sebesar 0,445 ƛ
4.2.3 Data
immobilisasi enzim ke 2 dengan biopolimer agar plain
No
|
Waktu Kontak
|
Absorbansi
|
1
|
0
|
0
|
2
|
15
|
0,125
|
3
|
30
|
0,134
|
4
|
45
|
0,137
|
5
|
60
|
0,158
|
6
|
75
|
0,152
|
7
|
90
|
0,157
|
8
|
105
|
0,15
|
9
|
120
|
0,154
|
4.1.4 Kurva waktu
pengambilan vs absorbansi
Waktu kontak optimum enzim mencapai absorbansi tertinggi yakni pada
pengambilan ke V, menit ke 60 didapatkan absorbansi sebesar 0,158 ƛ
BAB V
ANALISIS dan PEMBAHASAN
5.1 Analisa Prosedur
Pada
praktikum ini dilakukan beberapa tahapan prosedur, yang pertama adalah Isolasi
enzim urease dari kacang kedelai, Penjebakan enzim urease dalam biopolimer
membran, imobilisasi enzim urease dalam biopolimer membran Gom Arab, imobilisasi
enzim urease dalam biopolimer membran CMC, imobilisasi enzim urease dalam
biopolimer membran Nutrijell Leci, imobilisasi
enzim urease dalam biopolimer membran Agar-agar plain dan Aplikasi enzim imobilisasi membran
pada larutan urea. Pada percobaan
ini menggunakan teknik immobilisasi dengan proses penjebakan (entrapment)
sebab, menurut literatur Teknik imobilisasi yang paling baik untuk dipilih
adalah yang memenuhi kriteria utama yakni tidak terjadi perubahan konformasi
enzim dan tidak mengganggu gugus fungsi di pusat aktif enzim sehingga enzim
tetap dapat berfungsi. Metode penjebakan enzim lebih banyak digunakan karena
enzim ada dalam keadaan bebas dan tidak terikat pada bahan pendukung sehinga
secara relatif fungsi katalitik dan struktur alami molekul enzim tidak
mengalami gangguan goncangan (Wirahadikusumah 1991).
Prosedur kerja yang diharapkan praktikan yaitu hal
pertama
yang dilakukan adalah Isolasi enzim urease dari kacang kedelai, pada percobaan ini digunakan kacang kedelai sebab
menurut literatur Nurhalim (2005) bahwa Urease ditemukan terutama dalam
kuantitas besar pada jackbean, kedelai, biji tanaman, pada beberapa jaringan
hewan dan pencernaan mikroorganisme. Pada percobaan ini digunakan enzim Urease
sebab, urease merupakan enzim yang bersifat spesifik mengkatalisis reaksi
hidrolisis urea sehingga dapat digunakan sebagai biosensor. Pengembangan
biosensor urea, enzim urease dapat diimobilisasi dalam suatu matriks dengan
berbagai teknik seperti adsorpsi, entropment, ikatan kovalen, cross linking,
dan enkapsulasi (Barhoumi et al, 2004 dalam Fauziah (2012)) yang menyatakan
biosensor urea dapat dikembangkan dengan mengimobilisasi urease dalam polimer
lateks menggunakan teknik entrapment (Antonia dan Toressi, 1990 dalam Fauziah
(2012)) menggunakan poliprol untuk mengimobilisasi dengan teknik cross linking
dan entrapment. Mula – mula kacang kedelai : Ditimbang 30 gr
kedelai halus,hal ini bertujuan untuk mempermudah proses penghomogenan atau
agar kedelai tersebut larut dengan pelarutnya,lalu dimasukkan ke dalam gelas
beaker dan ditambahkan aseton 50 ml, penambahan
aseton tersebut berfungsi sebagai media agar terbentuknya reaksi haloform dan
sebagai pelarut ,kemudian sampel Disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm
selama 10 menit bertujuan untuk memisahkan antara larutan dengan
endapannya,kemudian Dibuang fraksi aseton,dan diambil endapannya untuk
memperoleh ekstrak enzim urease, kemudian
dibilas endapan dengan aquades,bertujuan
untuk membersihkan bekas aseton yang tertinggal di dalam endapan dengan teknik
sentrifuge,dan dibuang filtratnya untuk memperoleh enzim urease-nya dan diambil endapannya, bertujuan untuk memperoleh ekstrak kasar
dari enzim urease sebagai dasar pembuatan biopolimer membran.pada tahap
selanjutnya yaitu : Penjebakan
enzim urease dalam biopolimer membran,hal pertama yang dilakukan adalah dengan
ditimbang 0,5-2 gr bioplimer,lalu dimasukkan dalam gelas beaker kemudian ditambahkan
buffer phosphat pH 7 sebanyak 7,5-9 gr,hal ini bertujuan untuk mempertahankan
pH dari penambahan asam,basa,maupun pengenceran oleh air dan mampu menetralkan
penambahan asam maupun basa dari luar, kemudian
sampel diaduk menggunakan hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit bertujuan
untuk menghomogenkan sampel agar larut, pada suhu ruang selama 30 menit sehingga
terbentuk larutan dope, kemudian
ditambahkan 0,5 gr ekstrak urease kering dan diaduk selama 30 menit,hal ini
bertujuan untuk memperoleh larutan ekstrak enzim urease dari penghomogenan
tersebut dan setelah itu dicetak larutan dengan kaca,agar terbentuk sebuah
cetakan yang teratur, kemudian,di casting dan didiamkan pada suhu ruang,hal ini
untuk mengendapkan cetakan pada kaca agar dapat dilepaskan masing-masing.Pada
prosedur selanjutnya yaitu : Aplikasi enzim imobilisasi membran
pada larutan urea,hal pertama yang dilakukan yaitu : dibuat larutan standar amonia 1,2,3,4,5
ppm sebanyak 100 ml ke dalam buffer phosphat Ph 7,pembuatan
larutan amonia bertujuan untuk digunakan dalam proses produksi urea,dan
penambahan buffer phosphat bertujuan untuk menetrakan larutan atau
mempertahankan pH larutan,kemudian dipotong membran dengan ukuran 1 x 5 cm,bertujuan agar dapat bereaksi dengan
larutan urea saat proses dishaker selama 5, 10, 15, 20, 25, 30
menit,kemudian diambil 10 ml larutan sampel setiap selang waktu yang ditentukan
,hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan nilai kurva standart yang
presisi,Kemudian,ditambahkan 2 tetes indikator PP yang bertujuan sebagai
indikator untuk mengetahui enzim tersebut bereaksi atau tidak ,kemudian dianalisis
dengan menggunakan spektorfotometer UV-Vis yang bertujuan untuk mengetahui
intensitas warna yang terbentuk pada banyak nya amonia yang dihasilkan yang
berhubungan dengan kadar atau aktivitas enzim urease yang mengkatalisis.
Tahap pertama yang dilakukan oleh praktikan
yaitu : percobaan
pembuatan biopolimer membran Gom
Arab. Gom arab berasal dari bahan-bahan
karbohidrat, bahan-bahan
alami seperti akasia (gom), bahan tersebut membentuk koloid
hidrofilik jika ditambahkan ke dalam air dan menghasilkan emulsi,Gom arab dapat
meningkatkan stabilitas dengan viskositas,jenis pengental tersebut tahan panas
pada proses yang menggunakan panas namun,lebih baik jika panasnya dikontrol
untuk mempersingkat waktu pemanasan, serta
dapat terdegradasi secara perlahan-lahan dan kekurangan efisiensi emusfikasi
dan viskositas. Gom arab dapat digunakan untuk pengikatan flavor, bahan pengental,pembentuk lapisan tipis
dan pemantap emulsi dan tidak akan membentuk larutan yang kental serta tidak
dapat membentuk gel pada kepekatan, hal
pertama yang dilakukan adalah :ditimbang 0,2 gr Gom Arab ,kemudian, dimasukkan dalam gelas beaker dan ditambahkan
buffer phosphat Ph 7 sebanyak 9,7 gr, hal
tersebut bertujuan untuk mempertahankan pH pada larutan agar tidak berrubah selama reaksi kimia berlangsung,dan
mampu menetralkan penambahan asam maupun basa dari luar,kemudian dilakukan
pengadukkan menggunakan hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit sehingga
terbentuk larutan dope. Hasil
yang diperoleh membrane tidak
dapat memadat dan rusak sehingga tidak dapat digunakan, kemudian dilakukan
pembuatan membran Gom Arab sebanyak 0,7gr yang ditambahkan buffer phosphat pH
7, hal
tersebut bertujuan untuk mempertahankan pH pada larutan agar tidak berrubah selama reaksi kimia
berlangsung,dan mampu menetralkan penambahan asam maupun basa dari luar, kemudian dilakukan pengadukkan menggunakan
hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit dan dibiarkan pada suhu kamar
.Hasil yang diperoleh membran tidak
dapat memadat dan rusak sehingga tidak dapat digunakan. Pada pembuatan membran
Gom Arab tersebut mengalami kegagalan sebanyak dua kali, sehingga dilakukan
pembuatan membran untuk selanjutnya.
Pada
prosedur selanjutnya yaitu: percobaan
pembuatan biopolimer membran CMC. CMC adalah penstabil yang digunakan
untuk menstabilkan (menghindari terjadinya pemisahan antara padatan dan cairan)
atau mengentalkan hasil olahan, beberapa
bahan penstabil yang digunakan adalah gelatin, agar-agar, CMC, dan
pektin. CMC adalah ester polimer selulosa yang
larut dalam air dibuat dengan mereaksikan Natrium Monoklorasetat dengan
selulosa basa dan turunan selulosa yang mudah larut dalam air,oleh karena itu
CMC mudah dihidrolisis menjadi gula-gula sederhana oleh enzim selulase serta
berfungsi sebagai pengental, Stabilisator, pembentuk gel ,sebagai pengemulsi,dan dalam beberapa
hal dapat merekatkan penyebaran antibitok.Hal pertama yang dilakukan adalah
:Ditimbang 0,24 gr CMC,lalu dimasukkan dalam gelas beaker,kemudian ditambahkan
buffer phosphat Ph 7 sebanyak 28,19 gr, hal ini bertujuan untuk mempertahankan
pH dari penambahan asam,basa,maupun pengenceran oleh air dan mampu menetralkan
penambahan asam maupun basa dari luar,kemudian diaduk menggunakan hotplate
stirrer pada suhu ruang selama 30 menit ,hal tersebut bertujuan untuk menstabilkan
suhu pada larutan dan proses penghomogenan , sehingga
terbentuk larutan dope,kemudian ditambahkan 0,6 gr ekstrak urease kering dan
diaduk selama 30 menit,hal ini bertujuan untuk memperoleh ekstrak kering dari
urease. kemudian dituang CMC pada
cetakan yang telah ditambahkan kacang kedelai (enzim urease) sebanyak 0,6 gram
dan hasil yang diperoleh yaitu bahan mengalami pengerasan saat kontak langsung
dengan suhu ruang sehingga menyulitkan praktikan pada saat dicetak serta
hasilnya yang kurang memuaskan yaitu sulit diratakan pada cetakan dan sulit
untuk kering hasil perataannya, sehingga bahan ini tidak dapat digunakan dalam
biopolimer.
Kegagalan
hasil tersebut kemudian dilakukan percobaan selanjutnya yaitu percobaan pembuatan biopolimer membran Nutrijell Leci
dengan komposisi serbuk instan, Keragenan, Serat pangan, Gula, pengatur
keasamaan asam sitrat, perisa
leci. Keragenan merupaakan polisakarida yang linier atau lurus dan merupakan
molekul galaktan dengan unit-unit utamanya adalah galaktosa,yang mudah terhidrolisis
dalam larutan yang bersifat asam dan stabil dalam suasana basa,yang berperan
penting dalam penstabil,bahan pengentalan,pembentuk gel,pengemulsi dan mencegah
terjadinya pelepasan air atau mengikat bahan-bahan. Hal pertama yang dilakukan
adalah ditimbang Nutrijel leci sebanyak 3 gr,lalu dimasukkan dalam gelas
beaker,ditambahkan buffer phosphat Ph 7 sebanyak 7,5 gr,hal tersebut bertujuan
untuk mempertahankan pH dari penambahan asam, basa,maupun
pengenceran oleh air dan mampu menetralkan penambahan asam maupun basa dari
luar,kemudian diaduk menggunakan hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30
menit sehingga terbentuk larutan dope, kemudian
ditambahkan 0,6 gr ekstrak urease kering dan diaduk selama 30 menit,hal ini
bertujuan untuk menghomogenkan sampel agar larut dengan enzim urease, kemudian dicetak larutan dengan kaca, agar dapat menjadi cetakan yang memadat
dan tepat, kemudian di
casting dan didiamkan pada suhu ruang untuk memadatkan sampel agar lalu di
casting dan didiamkan pada suhu ruang untuk memadatkan sampel nutrijell leci ,kemudian pada waktu 1 – 2 hari tidak
dapat mengering dan membentuk lembaran, dan cetakan terlalu tebal dan tidak
dapat dikeringkan .pada kondisi yang lembab selama 2 hari nutrijell dijadikan
tempat tumbuhnya jamur, sehingga tidak nutrijel leci tidak dapat digunakan
sebagai bahan imobilisasi enzim.
Percobaan selanjutnya ialah dilakukan :
pembuatan biopolimer membran Agar-agar plain.
Agar-agar plain adalah zat yang berupa gel yang diolah dari rumput laut yang
tidak memiliki rasa,dengan berat molekul tinggi yang mengisi dinding sel rumput
yang tergolong pektin dan merupakan suatu polimer yang tersusun dari monomer
galaktosa.gel terbentuk karena pada saat dipanaskan di air,molekul agar-agar merapat
dan memadat serta membentuk kisi-kisi yang mengurung molekul-molekul agar-agar
plain yang terbentuk sistem koloid padat-cair .kepadatan gel agar –agar plain
kuat untuk menyangga sehingga digunakan untuk media.Hal pertama yang dilakukan
adalah:ditimbang Agar-agar plain,lalu dimasukkan dalam gelas beaker,kemudian ditambahkan
buffer phosphat pH 7 sebanyak 7,5-9 gr
dengan tujuan untuk mempertahankan pH dari penambahan asam,basa,maupun
pengenceran oleh air dan mampu menetralkan penambahan asam maupun basa dari
luar,kemudian diaduk menggunakan hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30
menit, agar terbentuk larutan dope,kemudian ditambahkan
0,6 gr ekstrak urease kering selama 30 menit.,hal ini bertujuan untuk untuk
menghomogenkan sampel agar-agar plain sehingga larut dengan enzim urease, kemudian dicetak larutan dengan kaca agar
terbentuk cetakan yang memadat kemudian di casting dan didiamkan pada suhu
ruang,kemudian dipotong membran dengan ukuran 5 x 5 cm dan dimasukkan potongan membran sebanyak 5
lembar dalam masing-masing larutan urea
hal tersebut bertujuan untuk melarutkan enzim urikase dengan sampel agar-agar
plain sehingga terbentuk larutan yang homogen,kemudian dishaker selama 2 jam dan diambil
setiap 15 menit sebanyak
10
ml larutan sampel setiap selang waktu , untuk
memperoleh kurva standar yang presisi dan ditambahkan 2 tetes indikator PP yang
bertujuan untuk indikator dan mengetahui enzim tersebut bereaksi atau
tidak,kemudian dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis yang bertujuan untuk
mengetahui intensitas warna yang terbentuk atau kadar aktivitas enzim urease
yang mengkatalisis membran agar-agar plain.
5.2 Analisa Hasil
·
Percobaan
I pembuatan biopolimer
Hasil dari
percobaan pertama adalah pembuatan biopolimer gom Arab 0,2 gram dalam 10 ml
aseton dengan 9,7 gram buffer phospat dihasilkan biopolimer yang sangat encer
sehingga selama 1 jam tidak dapat memadat. Encernya biopolimer tersebut tentu
tidak dapat digunakan sebagai pemadat enzim urease dari kacang kedelai. Sehingga
dalam percobaan ini dinyatakan gagal. Namun, dalam waktu yang bersamaan dicoba
lagi untuk pembuatan biopolimer dari gom arab dengan massa yang berbeda yakni
0,7 gram dalam 10 ml aseton dengan 9,2 gram buffer phospat berhasil mengental
namun tetap sama yakni tidak dapat memadat dalam waktu 24 jam sehingga gom arab
tidak dapat digunakan sebagai biopolimer dalam percobaan ini. Gom arab tidak
dapat memadat sebab hal tersebut sesuai dengan sifat dan karakteristik menurut
literatur gom arab merupakan bahan pengental bukan bahan pemadat yaitu :
Gum arab dihasilkan dari getah
bermacam-macam pohon Acasia sp. di Sudan dan Senegal. Gum arab pada dasarnya
merupakan serangkaian satuan-satuan D-galaktosa, L-arabinosa, asam
D-galakturonat dan L-rhamnosa.
Berat molekulnya antara 250.000 -1.000.000.
Gum arab jauh lebih mudah larut dalam air dibanding hidrokoloid lainnya. Pada
olahan pangan yang banyak mengandung gula, gum arab digunakan untuk mendorong
pembentukan emulsi lemak yang mantap dan mencegah kristalisasi gula (Tranggono
dkk,1991). Gum dimurnikan melalui proses pengendapan dengan menggunakan etanol
dan diikuti proses elektrodialisis (Stephen and Churms, 1995). Menurut Imeson
(1999), gum arab stabil dalam larutan asam. pH alami gum dari Acasia Senegal
ini berkisar 3,9-4,9 yang berasal dari residu asam glukoronik. Emulsifikasi
dari gum arab berhubungan dengan kandungan nitrogennya (protein). Gum arab
dapat meningkatkan stabilitas dengan peningkatan viskositas. Jenis pengental
ini juga tahan panas pada proses yang menggunakan panas namun lebih baik jika
panasnya dikontrol untuk mempersingkat waktu pemanasan, mengingat gum arab
dapat terdegradasi secara perlahan-lahan dan kekurangan efisiensi emulsifikasi
dan viskositas. Menurut Alinkolis (1989), gum arab dapat digunakan untuk
pengikatan flavor, bahan pengental, pembentuk lapisan tipis dan pemantap
emulsi. Gum arab akan membentuk larutan yang tidak begitu kental dan tidak
membentuk gel pada kepekatan yang biasa digunakan (paling tinggi 50%).
Viskositas akan meningkat sebanding dengan peningkatan konsentrasi. Gum arab
mempunyai gugus arabinogalactan protein (AGP) dan glikoprotein (GP) yang
berperan sebagai pengemulsi dan pengental (Gaonkar,1995). Hui (1992)
menambahkan bahwa gum arab merupakan bahan pengental emulsi yang efektif karena
kemampuannya melindungi koloid dan sering digunakan pada pembuatan roti. Gum
arab memiliki keunikan karena kelarutannya yang tinggi dan viskositasnya
rendah.
·
Percobaan
II pembuatan biopolimer CMC
Hasil dari
percobaan kedua adalah pembuatan biopolimer dengan bahan CMC (Carboxymethil
Celulose) sebanyak 0,24 gram dan buffer phospat sebanyak 28,19 gram
menghasilkan tekstur CMC yang mempunyai kekentalan stabil dan dapat memadat
dengan cepat pada suhu dibawah 400 C. Bahan CMC sebenarnya sangat
bagus digunakan dalam biopolimer namun kesulitan bahan ini adalah pada saat
tahap pencetakan menggunakan kaca yang pinggirannya diberikan lapisan lakban
sebagai pembatas cetakan. Pada tahap pemanasan suhu 400 C, CMC masih
dalam kondiri cair, namun pada saat penuangan CMC pada cetakan yang telah
ditambahkan kacang kedelai (enzim urease) sebanyak 0,6 gram, bahan mengalami
pengerasan saat kontak langsung dengan suhu ruang sehingga menyulitkan
praktikan pada saat pencetakan serta hasilnya yang kurang memuaskan yaitu sulit
meratakan pada cetakan dan sulit untuk kering hasil perataannya, sehingga bahan
ini tidak dapat digunakan dalam biopolimer. Hal tersebut sesuai dengan literatur
bahwa CMC memiliki sifat dak karakteristik yang lentur dan mudah keras saat
dicetak sebab CMC digunakan sebagai bahan tambah pangan sebagai pengental,
yakni :
Na-CMC adalah
turunan dari selulosa dan sering dipakai dalam industri pangan, atau digunakan
dalam bahan makanan untuk mencegah terjadinya retrogradasi. Pembuatan CMC
adalah dengan cara mereaksikan NaOH dengan selulosa murni, kemudian ditambahkan
Na-kloro asetat (Fennema, Karen and Lund, 1996) .
Na-CMC merupakan
zat dengan warna putih atau sedikit kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa,
berbentuk granula yang halus atau bubuk yang bersifat higroskopis (Inchem,
2002). Menurut Tranggono dkk. (1991), CMC ini mudah larut dalam air panas
maupun air dingin. Pada pemanasan dapat terjadi pengurangan viskositas yang
bersifat dapat balik (reversible). Viskositas larutan CMC dipengaruhi oleh pH
larutan, kisaran pH Na-CMC adalah 5-11 sedangkan pH optimum adalah 5, dan jika
pH terlalu rendah (<3), Na-CMC akan mengendap. Na-CMC akan terdispersi dalam
air, kemudian butir-butir Na-CMC yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dan
terjadi pembengkakan. Air yang sebelumnya ada di luar granula dan bebas
bergerak, tidak dapat bergerak lagi dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih
mantap dan terjadi peningkatan viskositas (Fennema, Karen and Lund, 1996). Hal
ini akan menyebabkan partikel-partikel terperangkap dalam sistem tersebut dan
memperlambat proses pengendapan karena adanya pengaruh gaya gravitasi.
Menurut Fardiaz,
dkk. (1987), ada empat sifat fungsional yang penting dari Na-CMC yaitu untuk
pengental,stabilisator, pembentuk gel dan beberapa hal sebagai pengemulsi.
Didalam sistem emulsi hidrokoloid (Na-CMC)tidak berfungsi sebagai pengemulsi
tetapi lebih sebagai senyawa yang memberikan kestabilan.Penambahan Na-CMC pada
sari wortel berfungsi sebagai bahan pengental, dengan tujuan untuk membentuk sistem
dispersi koloid dan meningkatkan viskositas. Dengan adanya Na-CMC ini maka
partikel-partikel yangtersuspensi akan terperangkap dalam sistem tersebut atau
tetap tinggal ditempatnya dan tidak mengendap oleh pengaruh gaya gravitasi
(Potter, 1986). Mekanisme bahan pengental dari Na-CMC mengikuti bentuk
konformasi extended atau streched Ribbon (tipe pita). Tipe tersebut terbentuk
dari 1,4 –D glukopiranosil yaitu dari rantaiselulosa. Bentuk konformasi pita
tersebut karena bergabungnya ikatan geometri zig-zag monomer denganjembatan
hydrogen dengan 1,4 -Dglukopiranosil lain, sehingga menyebabkan susunannya
menjadi stabil. Na-CMC yang merupakan derivat dari selulosa memberikan kestabilan
pada produk dengan memerangkap air denganmembentuk jembatan hydrogen dengan
molekul Na-CMC yang lain (Belitz and Grosch, 1986).
Belizt and Grosch
(1986) mengatakan, penggunaan Na-CMC sebagai derivat dari selulosa antara
0,01%-0,8% akan mempengaruhi produk pangan seperti jelli buah, sari buah,
mayonaise dan lain-lain. Menurut Fennema (1986), semua zat pengental dan
pengental adalah hidrofil dan terdispersi dalam larutan yang dikenal sebagai
hidrokoloid.
·
Pembuatan
biopolimer dengan Nutrijell leci
Hasil
pembuatan biopolimer dengan bahan nutrijell leci sebanyak 3 gram dengan buffer
phospat 7,5 gram dan ditambahkan enzim urease sebanyak 0,6 gram, saat
dipanaskan pada suhu 400C konsistensinya sangat bagus dan tidak mudah
robek saat didinginkan. Pembuatan biopolimer dengan bahan nutrijell sebearnya
juga sangat bagus, hal ini nampak saat biopolimer dicetak pada cawan petri.
Namun, ada analit pengganggu yang menyebabkan kegagalan pada penggunaan
biopolimer ini adalah efek dari nutrijell tersebut yakni ada ekstrak leci,
namun hal tersebut dikesampingkan. Konsistensi nutrijell yang kenyal membuat
proses pencetakan menjadi mudah, namun terdapat hal lain yang menyebabkan
kegagalan pembuatan biopolimer dengan bahan nutrijell yakni terlalu encernya
konsetrasi jelly sehingga pada waktu 1 – 2 hari tidak dapat mengering dan
membentuk lembaran, hal tersebut disebabkan terlalu sedikitnya massa nutrijell
dan kesalahan praktikan saat pencetakan yang terlalu tebal sehingga biopolimer
tidak dapat mengering membentuk lembaran. Sehingga dalam kondisi yang lembab
selama 2 hari nutrijell dijadikan tempat tumbuhnya jamur sebab terdapat ektrak
kacang kedelai dalam nutrijell yang mirip dengan biakan kultur mikroorganisme
TSA (Triptic Soy Agar) dimana kacang kedelai adalah sumber makanan utama
mikroorganisme dan dapat dijadikan sebagai nutrisi yang baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme. Demikian dalam percobaan nutrijell tersebut mengalami kegagalan
sehingga biopolimer tersebut tidak dapat digunakan sebagai immobilisasi enzim.
Kegagalan tersebut sesuai dikarenakan komposisi pembuatan nutrijel adalah
karagenan yang bersifat kenyal dan dapat memadat namun tidak dapat mengering yang sesuai
dengan literatur menurut : Komposisi yang terkandung dalam nutrijell, yaitu
karagenan, konjac (konyaku), dan glucomannan namun karagenan merupakan
komposisi utama pada nutrijell. Karagenan sari lumput laut yang menjadi
komposisi utama dari Nutrijell. Rumput laut penghasil Carrageenan ini
diibaratkan sebagai tambang emas karena memberi banyak faedah bagi kehidupan
kita. Salah satunya, rumput laut kaya akan mineral seperti iodium, seng dan
selenium (Nutrijell, 2004).
Karagenan
merupakan senyawa polisakarida galaktosa. Senyawa-senyawa polisakarida mudah
terhidrolisis dalam larutan yang bersifat asam dan stabil dalam suasana basa.
Karagenan banyak digunakan pada sediaan makanan, sediaan farmasi dan kosmetik
sebagai bahan pembuat gel, pengental atau penstabil (Nehen dalam Alam, 2011 ).
Karagenan sangat penting peranannya sebagai stabilizer
(penstabil), thickener (bahan pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi dan
lain-lain. Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan,
kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya (Winarno dalam Alam,
2011). Selain itu juga berfungsi sebagai penstabil, pensuspensi, pengikat,
protective (melindungi kolid), film former (mengikat suatu bahan), syneresis
inhibitor (mencengah terjadinya pelepasan air) dan flocculating agent (mengikat
bahan-bahan) (Anggadireja, et.al dalam Alam, 2011).
·
Uji
coba pembuatan larutan kerja tanpa immobilisasi
Hasil
pembuatan larutan induk yang pertama tanpa biopolimer yakni langsung dengan
menggunakan enzim urease dari kacang kedelai sebanyak 0,6 gram yang dimasukkan
ke dalam larutan urea 500 ppm yang diiencerkan masing – masing menjadi 100 ppm
sebanyak 100 ml dan dishaker selama 2 jam dan diambil tiap 15 menit sekali
menghasilkan 8 tabung dengan volume 10 ml. Tiap tabung memiliki kepekatan enzim
yang berbeda dimana semakin lama waktu pengambilan maka semakin pekat dan keruh
enzim urease yang terdapat pada masing – masing tabung. Hal ini tampak saat
dilakukan mengukuran absorbansi pada spektrofotometer visible, dimana
spektrofotometer ini memerlukan larutan yang berwarna untuk mengukur warna
cahaya yang tidak tampak pada larutan tersebut. Sehingga diperlukan indikator
khusus untuk memberikan warna saat pembacaan panjang gelombang. Sehingga
ditambahkan indikator PP yang merupakan indikator kebasaan yang dapat merubah
larutan bening menjadi merah. Indikator ini sesuai dengan larutan yang
digunakan yakni larutan urea yang telah ditambah enzim urease yang berubah
menjadi larutan amonia sehingga dapat memberikan warna merah saat diteteskan
indikator dan absorbansinya dapat ditentukan dengan spektrofotometer visible.
·
Pembuatan
biopolimer dengan agar plain
Hasil pembuatan biopolimer dengan agar plain ialah
berhasil yakni dapat memadat saat ditambahkan kacang kedelai sebanyak 0,6 gram
dicasting pada kaca membentuk biopolimer yang tipis dan mengering menjadi
lembaran. Lembaran biopolimer dipotong dengan ukuran 5 x 5 cm. Keberhasilan
pembuatan biopolimer dengan bahan agar plain ini disebabkan karena menurut
literatur bahan agar plain adalah :
Agar-agar
sebenarnya adalah karbohidrat dengan berat molekul tinggi yang mengisi dinding
sel rumput laut. Ia tergolong kelompok pektin dan merupakan suatu polimer yang
tersusun dari monomer galaktosa. Agar-agar dapat dibentuk sebagai bubuk dan
diperjualbelikan (Ensminger, 1994).
Gel terbentuk karena pada saat dipanaskan di air, molekul
agar-agar dan air bergerak bebas. Ketika didinginkan, molekul-molekul agar-agar
mulai saling merapat, memadat dan membentuk kisi-kisi yang mengurung
molekul-molekul air, sehingga terbentuk sistem koloid padat-cair. Kisi-kisi ini
dimanfaatkan dalam elektroforesis gel agarosa untuk menghambat pergerakan
molekul objek akibat perbedaan tegangan antara dua kutub. Kepadatan gel
agar-agar juga cukup kuat untuk menyangga tumbuhan kecil sehingga sangat sering
dipakai sebagai media dalam kultur jaringan.
Apabila dilarutkan dalam air panas dan didinginkan,
agar-agar bersifat seperti gelatin: padatan lunak dengan banyak pori-pori di
dalamnya sehingga bertekstur 'kenyal'. Selain digunakan sebagai makanan,
agar-agar juga digunakan secara luas di laboratorium sebagai pemadat kemikalia
dalam percobaan, media tumbuh untuk kultur jaringan tumbuhan dan biakan
mikroba, dan juga sebagai fase diam dalam elektroforesis gel. Di laboratorium,
agar-agar (biasanya dikemas dalam bentuk bubuk) dikenal sebagai agar atau
agarosa saja (FAO, 2001).
·
Aplikasi
biopolimer agar plain untuk dengan percobaan pada larutan kerja
Hasil dari pembuatan larutan kerja urea yang telah
diencerkan menjadi 500 ppm menjadi 100 ppm serta diberikan potongan biopolimer
yang telah dicasting kemudian dishaker selama 2 jam dan dilakukan pengambilan
setiap 15 menit sekali sebanyak 10 ml ialah berhasil dilakukan bertujuan agar
biopolimer larut, sehingga didapatkan waktu kontak yang berbeda. Tahapan
selanjutnya ialah pembacaan melalui spektrofotometer visible yang ditambahkan
indikator PP untuk mengamati perubahan larutan urea menjadi larutan amonia yang
ditandai dengan warna merah pada larutan. Hal tersebut berhasil dilakukan, ini
membuktikan proses casting yang dilakukan oleh praktikan adalah berhasil dan
tidak mempengaruhi fungsi kerja enzim sebab saat proses pelarutan enzim dalam
biopolimer, suhu selalu dijaga agar tidak melebihi 400C yang dapat
mempengaruhi sisi aktif enzim. Hal tersebut sesuai dengan literatur dari
Nurhalim (2005) enzim mempunyai sifat-siFat sebagai berikut: Biokatalisator, mempercepat jalannya
reaksi tanpa ikut bereaksi. Thermolabil ; mudah rusak, bila dipanasi lebih dari
suhu 60º C, karena enzim tersusun dari protein yang mempunyai sifat thermolabil, sebab dapat merusak sisi aktifnya. Merupakan senyawa protein sehingga sifat
protein tetap melekat pada enzim. Dibutuhkan
dalam jumlah sedikit, sebagai biokatalisator, reaksinya sangat cepat dan dapat
digunakan berulang-ulang.
Khususnya aktivitas enzim urease meningkat pada suhu 10 – 400C dan menjadi
tidak aktif setelah dipanaskan selama 24 jam apabila suhu mencapai 1050C
Perubahan larutan urea menjadi merah karena PP menandakan
adanya peran enzim urease yang bekerja yakni :
(NH2)2CO + H2O CO2 +
2NH3
Urea + Air ....urease.... amonium karbonat
(Sumner,
J.B. 1926)
Enzim urease merupakan enzim yang menguraikan urea
menjadi ammonia dan karbondioksida. Berperan menyediakan energi internal dan
eksternal bagi organisme untuk menggunakan urea atau hidroksi urea sebagai
sumber nitrogen.
Keberhasilan penjebakan enzim urease dari kacang kedelai
pada biopolimer sebagai uji coba biosensor urea ini, sesuai dengan literatur yakni urease merupakan enzim yang
bersifat spesifik mengkatalisis reaksi hidrolisis urea sehingga dapat digunakan
sebagai biosensor. Pengembangan biosensor urea, enzim urease dapat
diimobilisasi dalam suatu matriks dengan berbagai teknik seperti adsorpsi,
entropment, ikatan kovalen, cross linking, dan enkapsulasi (Barhoumi et al,
2004 dalam Fauziah (2012)) yang menyatakan biosensor urea dapat dikembangkan
dengan mengimobilisasi urease dalam polimer lateks menggunakan teknik
entrapment (Antonia dan Toressi, 1990 dalam Fauziah (2012)) menggunakan
poliprol untuk mengimobilisasi dengan teknik cross linking dan entrapment.
·
Pengaruh immobilisasi enzim dan waktu kontak
Berdasarkan tabel dan grafik perbandingan immobilisasi
enzim tanpa dan dengan biopolimer terdapat persamaan dan perbedaan pada hasil
pengukuran absorbansi. Perbedaan yang terdapat pada percobaan tersebut adalah
adanya pengaruh proses penjebakan enzim (entrapment) dengan tanpa penjebakan.
Hasil dari grafik tersebut menyatakan bahwa proses penjebakan mempengaruhi
kerja enzim dimana didapatkan absorbansi lebih tinggi pada proses tanpa
penjebakan saat immobilisasi enzim, sedangkan pada grafik dengan biopolimer
didapatkan aktivitas enzim lebih rendah yang nampak pada absorbansi enzim saat
pengukuran pada spektrofotometer visible. Waktu optimum yang dibutuhkan kedua
percobaan adalah pada menit ke 60, namun memberikan absorbansi yang berbeda
dimana pengukuran absorbansi tanpa immobilisasi enzim memperoleh absorbansi
0,445 ƛ dan menggunakan teknik
immobilisasi enzim memperoleh absorbansi 0,185 ƛ. Rendahnya absorbansi pada
teknik immobilisasi yang diperoleh sesuai dengan literatur yakni Imobilisasi
enzim adalah suatu proses di mana pergerakan molekul enzim ditahan pada tempat
tertentu dalam suatu ruang (rongga) reaksi kimia yang dikatalisisnya. Proses
ini dapat dilakukan dengan cara mengikatkan molekul enzim tersebut pada suatu bahan
tertentu melalui pengikatan kimia atau dengan menahan secara fisik dalam suatu
ruang (rongga) bahan pendukung atau dengan cara gabungan dari kedua cara
tersebut. Hal ini dimungkinkan karena
substrat masuk ke dalam matriks mengalami halangan sterik sehingga memerlukan
waktu yang lebih lama dari enzim bebas (Mulyani dkk, 2009).
Hal yang sama pada pergerakan immobillisasi enzim ialah
dicapai puncak optimum enzim pada pengambilan V, menit ke 60 pada grafik
tersebut menyatakan pada pengambilan 1 – 5 didapatkan pergerakan enzim yang
semakin naik. Namun pada pengambilan ke 6, menit ke 75, kedua percobaan
mengalami kenaikan dan penurunan. Menurut literatur hal tersebut dikarenakan
oleh Enzim mulai bekerja pada saat diinkubasi. Semakin lama waktu inkubasi
semakin efektif kerja dari enzim, namun tidak selamanya semakin lama waktu
inkubasi dapat meningkatkan kerja enzim. Enzim akan berhenti bekerja apabila
telah mencapai masa jenuhnya. Masa jenuh ini terjadi apabila enzim telah
berikatan dengan substrat. Pada tabel hasil percobaan waktu terhadap kadar
menunjukan dari waktu 0 menit sampai 60 menit terjadi peningkatan kerja enzim.
Pada waktu 0 menit, tumbukan partikel baru dimulai sehingga frekuensi tumbukan
masih berkurang namun seiring bertambahnya waktu tumbukan akan semakin kuat
karena adanya gerakan zigzag atau dalam istilah koloid gerak Brown yang terjadi
pada partikel. Semakin besar frekuensi tumbukan yang terjadi memperbesar laju
reaksi enzim, gerak Brown yang terjadi menyebabkan kenaikan dan penurunan yang
ditunjukkan dengan pengukuran absorbansi (Sunarya, 2012).
Pengaruh waktu kontak terhadap aktivitas enzim sangat
berhubungan erat. Proses immobilisasi enzim dapat menghambat kerja enzim sebab
hal ini dimungkinkan karena substrat masuk ke dalam matriks mengalami halangan
sterik sehingga memerlukan waktu yang lebih lama dari enzim bebas. Terhalangnya
aktivasi enzim dikarenakan matriks pada proses entrapment akan menciptakan
tekanan pada enzim, dimana enzim dipaksa masuk kedalam cross linker agar dapat
menyesuaikan bentuk yang diharapkan. Namun hal ini, dapat memperngaruhi sisi
aktif enzim saat berikatan dengan substrat dimana enzim membutuhkan waktu yang
lama untuk bereaksi dengan substrat (Avanue, 2001).
Reaksi enzimatik dengan enzim teramobilisasi telah
terbukti sebagai teknik yang efisien dalam beberapa aplikasi industri. Sampai
saat ini banyak metode amobilisasi yang telah dikembangkan. Namun demikian,
teknik konvensional mempunyai kendala yang sangat mengganggu, yaitu tidak dapat
mereduksi efek inhibisi. Teknik amobilisasi secara fisik menggunakan media
berpori menawarkan beberapa keuntungan dibandingkan dengan teknik amobilisasi
konvensional seperti: aktivitas enzim tetap tinggi (tidak terjadi konformasi
enzim, media dapat diregenerasi, sesuai untuk kasus yang melibatkan substrat
dan produk dengan berat molekul yang hampir sama. Penyisihan satu atau lebih
jenis produk inhibitor secara sinambung merupakan keunggulan menarik lain dan
teknik ini. Penelitian baru baru ini dilakukan dengan mempelajari mekanisme
penjebakan enzim pada media mikroporous dan mempelajari pengaruh berbagai parameter
operasi terhadap perolehan amobilisasi (%) dan densitas amobilisasi (unit
aktivitas enzim per satuan volume media) (Stephen, 1995).
BAB VI
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan pembuatan biosensor urea berbasis
imobilisasi enzim urease pada biopolimer, dapat ditarik kesimpulan :
1.
Terdapat
pengaruh immobilisasi enzim terhadap aktivitas enzim yakni adanya perbedaan
aktivasi enzim, dimana teknik immobilisasi menggunakan penjebakan menghasilkan absorbansi
lebih rendah jika dibandingkan dengan tanpa immobilisasi karena proses
penjebakan menyebabkan sisi aktif enzim kurang bebas berikatan dengan substrat.
2.
Terdapat
pengaruh waktu kontak terhadap aktivitas enzim, dimana semakin lama waktu
inkubasi semakin efektif kerja dari enzim, namun tidak selamanya semakin lama
waktu inkubasi dapat meningkatkan kerja enzim. Enzim akan berhenti bekerja
apabila telah mencapai masa jenuhnya. Masa jenuh ini terjadi apabila enzim
telah berikatan dengan substrat.
DAFTAR PUSTAKA
·
Alinkolis,
J. J. 1989. Candy Technology. The AVI
Publishing Co. Westport-Connecticut
·
Antonia,
L.H.D dan Toressi, S.I.C. 1999. Amperometric
Urea Biosensor Using Polypyrrole with Different Dopants. Brazil :
Universidade de Sao Paulo.
·
Avanue,
M., 2001, Enzymes: A Primer on Use and
Benefits Today and Tomorrow, N.W. Second Floor, Wasington, DC.
·
Chaplin M.F., dan Bucke C., 2004, Enzyme Technology,
Cambridge University Press, Cambridge.
·
Ensminger
AH. 1994. Foods & Nutrition
Encyclopedia. 2nd Edition. Boca raton: CRC Press. Hal:349-350.
·
FAO/WHO Expert Committee on Food
Additives. 2001. Evaluation of Certain
Food Additives and Contaminants: Fifty-seventh report of the Joint FAO/WHO
Expert Committee on Food Additives. Roma: World Health Organization Ilmu
Pangan. Hal: 32-33 ISBN
92-4-120909-7
·
Fardiaz,
S. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan
Lanjut. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
·
Fauziyah,
Begum. 2012. Optimasi Parameter Analitik
Biosensor Urea Berbasis Immobilisasi Urease dalam Membran Polianilin.
Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Maliki Ibrahim.
·
Flodin,
N.W. 1997. The Metabolic Rolos,
Pharmacology, and Toxicology of Lysine. J. Amcoll Nutr. 16:7-12.
·
Gaman,
P.M. dan Sherington. 1992.. PAU Institut Pertanian Bogor, Bogor.
·
Gaonkar,
A. G. 1995. Inggredient Interactions
Effects on Food Quality. Marcell Dekker, Inc., New York.
·
Harper, 2003. Harper’s BioĐheŵistry 25 EditioŶ, ISBN: 979-448-593-4. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
·
Huang, C. P, Li, Y. K., Chen, T. M.
2007. A highly sensitive system for urea
detectionby using CdSe/ZnS core – shell quantumdots. Biosensors and
Bioelectronics. Vol 22: 1835-1838.
·
Hui,
Y. H. 1992. Encyclopedia of Food Science
and Technology. Volume II. John Willey and Sons Inc, Canada
·
Imeson,
A. 1999. Thickening and Gelling Agent for
Food. Aspen Publisher Inc, New York
·
Ketaren,
K.S. 1998. Teknologi Pengolahan Kedelai.
Pustaka Sinar Utama, Jakarta.
·
Khairi.
2003. Pembuatan Biosensor Urea Dengan
Transduser Tembaga. Jurnal Sains
Kimia Vol 7, No.2, 2003: 40-43.
·
Kuswandi, Bambang. 2010. Biosensor dan Sensor. Jember:
Universitas Jember Press.
·
Mulyani,
N.S., Asy’ari, M., dan Prasetiyoningsih, H., 2009, Penentuan Konsentrasi Optimum Oat Spelt Xylan pada Produksi Xilanase
dari Aspergillus niger dalam Media PDB (Potato Dextrose Broth), J. Kim.
Sains & Apl., No. 1, Vol. XII, Hal. 1-9, Laboratorium Biokimia Jurusan
Kimia FMIPA UNDIP, Semarang
·
Nurhalim,
M. Shahib.2005. Biologi Molekuler.
Bandung: Universitas Padjajaran.
·
Somaatmadja.
1964. Kedelai. Puslitbang Tanaman
Pangan, Bogor.
·
Stephen,
A. M. and S. C. Churms. 1995. Food
Polysaccarides and Their Applications. Marcell Dekker, Inc, New York.
·
Sumner,
J.B. 1926. Urease. http://www.britannica.com/eb/article-9074458/urease#74436.hook
·
Sunarya,
Yayan. 2012. Kimia Dasar 2. Yrama
Widya : Bandung.
·
Suprapto.
1997. Bertanam Kedelai. Penebar
Swadaya, Jakarta.
·
Tranggono,
S., Haryadi, Suparmo, A. Murdiati, S. Sudarmadji, K. Rahayu, S. Naruki, dan M.
Astuti. 1991. Bahan Tambahan Makanan
(Food Additive). PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta
·
Wirahadikusumah,
M.. 1991. Teknologi Amobilisasi Kimiawi
untuk Meningkatkan Manfaat Enzim dalam Bioteknologi, Jurusan Kimia, ITB.
·
Wolf,
W.J. 1975. Lipoxygenase and Flavour of
Soybean Protein Product. J. Agr. Food Chem 23:136-139.
·
Yangel,
O. 2004. Food Legume. Tropical
Product Institut, Lodon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar