Pengikut

Selasa, 24 Oktober 2017

Laporan biosensor urea berbasis enzim

LAPORAN PRAKTIKUM BIOSENSOR
BIOSENSOR UREA BERBASIS IMOBILISASI ENZIM UREASE PADA BIOPOLIMER
Dosen Pengampu Mata Kuliah Biosesnsor
Eviomitta Rizki Amanda, S.Si., M.Sc





Description: F:\1.png
 










Disusun oleh :

1.      Magdalena Arini Meylina                  (15010101008)
2.      Merinsa Chorry Hartono                    (15010101009)
3.      Triwulandari                                       (15010101012)




SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
RUMAH SAKIT ANWAR MEDIKA
D3 Analis Kesehatan
2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Urea adalah senyawa kimia yang terbentuk secara biologis didalam tubuh makhluk hidup. urea merupakan produk akhir dari siklus nitrogen dalam hati. Urea didalam darah atau dalam urine merupakan zat penting untuk diagnosis adanya penyakit hati dan ginjal. Konsentrasi normal dalam serum adalah berkisar pada 2,5 – 6,7 mM. Pada penderita gagal ginjal kronis, kadar urea dalam serum dapat mencapai konsentrasi 30 – 80 Mm, sehingga pasien akan sering menjalani hemodialisis (Huang dkk, 2007).
Penentuan konsentrasi urea dalam serum darah / urine diperlukan untuk ketepatan diagnosa pada penderita gagal ginjal serta pemantauan terapi penderita gagal ginjal. Konsentrasi urea dalam urine tersebut dapat ditentukan dengan metode spektrofotometer dengan piranti biosensor urea. Prinsipnya adalah berdasarkan immobilisasi komponen biologis (misalnya : enzim, bakteri, dan lainnya) pada matriks membran polimer yang diintergrasikan dengan sinyal tranduser pada analit (Hall, 1990).
Oleh karena hal tersebut, pentingnya pengukuran konsentrasi urea dalam urine sebagai penegak diagnosa penderita gagal ginjal. Khususnya sebagai calon ahli laboratorium medik, hal tersebut dapat diterapkan didalam laboratorium klinik yang dikemas sepraktis mungkin sehingga dapat diaplikasikan sebagai pemeriksaan dengan mudah, cepat dan akurat. Pembuatan biosensor urea berdasarkan imobilisasi enzim tersebut akan dijelaskan pada percobaan kali ini.





1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang terdapat pada percobaan ini adalah
1.      Bagaimana pengaruh immobilisasi enzim pada biopolimer terhadap aktivitas enzim?
2.      Bagaimana pengaruh waktu kontak terhadap aktivitas enzim?
1.3  Tujuan
Tujuan yang terdapat pada percobaan ini adalah :
1.      Dapat mengetahui adanya pengaruh immobilisasi enzim pada biopolimer terhadap aktivitas enzim.
2.      Dapat mengetahui pengaruh waktu kontak terhadap aktivitas enzim.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Biosensor
      Terminologi biosensor biasanya digunakan untuk peranti atau peralatan yang digunakan memonitor sistem metabolisme atau menggunakan elemen biomolekul, biasanya yang digunakan untuk merujuk sebuah sensor yang menggunakan sebuah elemen biologi seperti enzim, antibodi, DNA, mikroorganisme ataupun sel. Oleh karena itu biosensor didefinisikan sebagai peralatan analisis yang menggunakan material biologis atau biomolekul secara terintegrasi dengan sebuah tranducer fisika – kimia, yang bisa berupa optic, elektrokimia, termometrik, piezoelektrik, atau magnetic yang dapat menghasilkan sinyal elektronik secara diskret atau kontinyu yang proporsional dengan jumlah suatu analit atau kelompok tertentu (kuswadi, 2010).
Biosensor adalah perangkat yang menggunakan organisme hidup atau molekul biologis, terutama enzim atau antibodi, untuk mendeteksi keberadaan bahan kimia. Prinsip kerja biosensor adalah berdasarkan immobilisasi komponen biologi (enzim, bakteri, dan lainlain) pada matriks membran polimer yang diintegrasikan dengan sinyal transduser pada analit. Komponen biologi berfungsi sebagai sensor elektroaktif yang berperan pada reaksi setengah sel elektrokimia sehingga potensial yang ditimbulkan sensitif dan selektif terhadap ion tertentu (Khairi, 2003)
2.2 Immobilisasi Bioreseptor
      Bioreseptor atau biomolekul dalam biosensor yang selektif dan sensitif terhadap analit tertentu harus ditempatkan atau dihubungkan dengan sebuah tranducer, yang merupakan tahap kunci dan keberhasilan sebuah biosensor dalam mendeteksi analit tersebut, untuk mencapai hal itu maka dilakukan imobilisasi dari bioreseptor tersebut pada permukaan sensor baik secara langsung maupun tak langsung. Salah satu teknik yang akan digunakan adalah teknik enkapsulasi (kuswadi, 2010).
      Teknik enkapsulasi adalah teknik bioaktif molekul di perangkap dalam membran inert yang selanjutnya di lekatkan pada tranducer. Membran dapat dilindungi oleh bioaktif menghasilkan performa biosensor yang cukup baik dan secara langsung membran sendiri memiliki pori – pori dengan ukuran yang relatif kecil, sehingga hanya dapat dilewati oleh molekul yang berukuran kecil, gas dan ion (caplin, 2004). Biasanya teknik imobilisasi dengan enkapsulasi cukup stabil terhadap perubahan temperature, pH, kekuatan ion dan komposisi kimia. Sehingga teknik imobilisasi ini banyak digunakan dalam pengembangan biosensor.
2.3 Urea
      Urea merupakan senyawa kimia yang terbentuk secara biologis didalam tubuh makhluk hidup sebagai produk akhir dari siklus nitrogen dalam hati. Urea dalam darah atau dalam urine merupakan zat penting untuk mendiagnosis penyakit hati dan ginjal. Konsentrasi normal urea dalam darah berkisar 25 mg/dl (Harper, 2003). Pada penderita yang mengalami gagal ginjal, kadar urea dalam serum berkisar pada konsentrasi 30 – 80 mg/dl, sehingga pasien tersebut harus menjalani hemodialisis. Berdasarkan hal tersebut, maka urea menjadi bagian dari analisis rutin dalam dunia kesehatan (Huang dkk, 2007 dalam jurnal Nazaruddin, 2007).
      Urease merupakan enzim yang bersifat spesifik mengkatalisis reaksi hidrolisis urea sehingga dapat digunakan sebagai biosensor. Pengembangan biosensor urea, enzim urease dapat diimobilisasi dalam suatu matriks dengan berbagai teknik seperti adsorpsi, entropment, ikatan kovalen, cross linking, dan enkapsulasi (Barhoumi et al, 2004 dalam Fauziah (2012)) yang menyatakan biosensor urea dapat dikembangkan dengan mengimobilisasi urease dalam polimer lateks menggunakan teknik entrapment (Antonia dan Toressi, 1990 dalam Fauziah (2012)) menggunakan poliprol untuk mengimobilisasi dengan teknik cross linking dan entrapment.
2.2 Enzim
      Enzim adalah katalis dalam sistem biologi yang mampu merespon dan mendukung hampir seluruh reaksi kimia yang menunjang kehidupan. Enzim mampu mempercepat reaksi dengan berikatan secara sementara dengan molekul substrat dan menurunkan energi aktivasi yang diperlukan untuk mengubah menjadi produk. Kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim dapat dipelajari dengan menggunakan kinetika enzim (Colby, 2001).
Enzim adalah senyawa probiotik yang dapat mempercepat atau mengkatalis reaksi kimia. Enzim berperan dalam mengubah laju reaksi, sehingga kecepatan reaksi yang dihasilkan dapat dijadikan ukuran keaktifan enzim (Applegate dan Angel, 2004). Enzim yang dapat bereaksi pada pH dan temperatur tertentu. Enzim phytace bekerja optimum pada pH 5,3 dan suhu 550C. Namun reaki tercepat pada pH 5,3 dan terjadi pada suhu 370C (Sugiura et al, 2001). Karena enzim adalah probiotik maka enzim dalam pakan rentan terdenaturasi atau rusak oleh enzim pencernaan atau seseuatu yang dapat merubah struktur enzim (Applegate dan Angel, 2004). Enzim adalah senyawa protein yang dapat mempercepat atau mengkatalis reaksi kimia. Enzim berperan dalam mengubah laju reaksi, sehingga kecepatan reaksi yang dihasilkan dapat dijadikan keukuran keaktifan enzim (Gaman dan Sherington, 1992). Enzim hanya dapat bereaksi pada pH dan temperature tertentu. Karena enzim adalah protein, maka enzim dalam pakan rentan terdenaturasi atau rusak oleh enzim pencernaan atau sesuatu yang dapat mengubah struktur enzim (Yangel, 2004).
2.5  Urease dari Kedelai
Urease adalah sebuah protein yang ditemukan dalam bakteri, kapang, dan beberapa tanaman tingkat tinggi. Karakteristiknya yaitu pH optimum 7,4 suhu optimum 60˚C dengan spesifikasi enzimatis: urea dan hidroksi urea. Aktivitas urease menjadi sangat tidak aktif apabila dipanaskan selama 24 jam sehingga suhu mencapai 105° C. Berat molekul enzim urease sebesar 483.000, tempat aktifnya metal : nikel (II), spesifik enzim : urea dan Hydroxyurea, Inhibitor : Logam berat (Pb – & Pb 2 +).Suhu 10oC akan mempercepat reaksi dua kali atau tiga kali lebih cepat. Urease ditemukan terutama dalam kuantitas besar pada jackbean, kedelai, biji tanaman, pada beberapa jaringan hewan dan pencernaan mikroorganisme. Urease juga ditemukan pada berbagai macam organisme seperti bakteri, jamur, dan tumbuhan tinggi. Urease pada lingkungan berperan dalam jalur sistem transportasi nitrogen. Protein kedelai mempunyai sifat-sifat khusus, yaitu mempunyai kemampuan untuk mengikat air, punya daya emulsi, pembentuk gel, pembentuk lapisan film, pembentuk adonan, pengental (Somadtja, 1964). Kandungan amino lisinnya tinggi. Asam amino lisin dibutuhkan untuk membantu produksi antibodi, hormon dan enzim (Flodin, 1997). Protein kedelai mempunyai sifat-sifat khusus yaitu mempunyai kemampuan untuk mengikat air punya daya emulsi, pembentuk gel, pembentuk lapisan film, pembentuk adonan dan pengental. Kandungan amino lisinnya tinggi. Asam amino dibutuhkan untuk membantu produksi antibody hormone dan enzim (Flodin 1997). Kacang kedelai mempunyai rasa langu karena keberadaan enzim lipoksigenase. Enzim ini umumnya terdapat pada bagian lembaga pada kacang-kacangan. Pada kacang kedelai aktivitas enzim lipoksigenase lebih aktif daripada kacang tanah dan kacang hijau (Ketaren 1998). Enzim lipoksigenase mengkatalis oksidasi asam lemak tak jenuh sehingga menjadi tengik dan tidak stabil selama penyimpanan. Kacang kedelai asam lemak tak jenuh sebesar 85% (Somatmadja, 1964). Pembentukan bau langu pada kacang kedelai mungkin terjadi akibat adanya aktivitas enzimatik dari lipokgenase (Wolf, 1975). Kacang kedelai mempunyai kandungan protein sebesar 35% (Suprapto, 1997).
           



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
            Peralatan yang digunakan dalam praktikum adalah : mortar, gelas beaker,hot plate stirrer, kertas saring, dan kaca, spektrofotometer.
3.1.2 Bahan
            Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah:agar-agar plain,Gom Arab,CMC , Aseton,Aquades, kacang kedelai, selotip hitam dan buffer phosphat.
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Isolasi enzim urease dari kacang kedelai
Text Box: Sampel            
·         Ditimbang 30 gr kedelai halus,lalu dimasukkan ke dalam
·         gelas beaker dan ditambahkan aseton 50 ml.
·         Disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit.
·         Dibuang fraksi aseton,dan diambil endapannya.
·         Dibilas endapan dengan aquades dengan teknik sentrifuge.
·         Dibuang filtratnya dan diambil endapannya.
·         Text Box: HASIL Endapan tersebut merupakan ekstrak kasar dari enzim urease.

Text Box: Sampel 3.2.2 Penjebakan enzim urease dalam biopolimer membran
 


·         Ditimbang 0,5-2 gr bioplimer,lalu dimasukkan dalam gelas beaker.
·         Ditambahkan buffer phosphat Ph 7 sebanyak 7,5-9 gr.
·         Diaduk menggunakan hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit sehingga terbentuk larutan dope.
·         Ditambahkan 0,5 gr ekstrak urease kering .
·         Diaduk selama 30 menit.
·         Text Box: HASIL Dicetak larutan dengan kaca kemudian,di casting dan didiamkan pada suhu ruang.

3.2.3        Text Box: Sampel Aplikasi enzim imobilisasi membran pada larutan urea
                       
  • Dibuat standar amonia 1,2,3,4,5 ppm.
  • Dibuat larutan urea 1,2,3,4,5 ppm sebanyak 100 ml ke dalam buffer phosphat Ph 7.
  • Dipotong membran dengan ukuran 1 x 5  cm .
  • Dimasukkan potongan membran sebanyak 5 lembar dalam masing-masing larutan urea.
  • Dishaker selama 5,10,15,20,25,30 menit.
  • Diambil I 10 ml larutan sampel setiap selang waktu yang
  • ditentukan dan ditambahkan 2 tetes indikator PP.
  • Text Box: HASIL Dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis.
                                               
Text Box: Sampel 3.2.4 Imobilisasi enzim urease dalam biopolimer membran Gom Arab
 

  • Ditimbang 0,2 gr Gom Arab ,lalu dimasukkan dalam gelas beaker.
  • Ditambahkan buffer phosphat Ph 7 sebanyak 9,7 gr.
  • Diaduk menggunakan hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit sehingga terbentuk larutan dope.
  • Ditambahkan 0,6 gr ekstrak urease kering .
  • Diaduk selama 30 menit.
  • Dicetak larutan dengan kaca kemudian,di casting dan didiamkan pada suhu ruang.
  • Dipotong membran dengan ukuran 1 x 5  cm .
  • Dimasukkan potongan membran sebanyak 5 lembar dalam masing-masing larutan urea.
  • Dishaker selama 2 jam dan di ambil tiap 15 menit sekali
  • Diambil I 10 ml larutan sampel setiap selang waktu yang ditentukan dan ditambahkan 2 tetes indikator PP.
  • Text Box: HASIL Dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis.
                                               
Text Box: Sampel 3.2.5 Imobilisasi enzim urease dalam biopolimer membran CMC
 

  • Ditimbang 0,24 gr CMC,lalu dimasukkan dalam gelas beaker.
  • Ditambahkan buffer phosphat Ph 7 sebanyak 28,19 gr.
  • Diaduk menggunakan hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit sehingga terbentuk larutan dope.
  • Ditambahkan 0,6 gr ekstrak urease kering .
  • Diaduk selama 30 menit.
  • Dicetak larutan dengan kaca kemudian,di casting dan didiamkan pada suhu ruang.
  • Dipotong membran dengan ukuran 1 x 5  cm .
  • Dimasukkan potongan membran sebanyak 5 lembar  
  • dalam masing-masing larutan urea.
  •  Dishaker selama 5,10, 15, 20, 25, 30 menit.
  • Diambil I 10 ml larutan sampel setiap selang waktu yang ditentukan dan ditambahkan 2 tetes indikator PP.
  • Text Box: HASIL Dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis.
                                   
Text Box: Sampel 3.2.6 Imobilisasi enzim urease dalam biopolimer membran Nutrijell Leci
 


·         Ditimbang, Nutrijell Leci sebanyak 3 gr, dimasukkan dalam gelas beaker.
·         Ditambahkan buffer phosphat Ph 7 sebanyak 7,5 gr.
·         Diaduk menggunakan hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit sehingga terbentuk larutan dope.
·         Ditambahkan 0,6 gr ekstrak urease kering .
·         Diaduk selama 30 menit.
·         Dicetak larutan dengan kaca kemudian,di casting dan didiamkan pada suhu ruang.
·         Dipotong membran dengan ukuran 1 x 5  cm .
·         Dimasukkan potongan membran sebanyak 5 lembar dalam masing-masing larutan urea.
·         Dishaker selama 2 jam dilakukan pengambilan tiap 15 m3nit sekali.
·         Diambil I 10 ml larutan sampel setiap selang waktu yang ditentukan dan ditambahkan 2 tetes indikator PP.
·         Text Box: HASIL Dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis.

Text Box: Sampel 3.2.7 Imobilisasi enzim urease dalam biopolimer membran Agar-agar plain
 

  • Ditimbang Agar-agar plain ,lalu dimasukkan dalam gelas beaker.
  • Ditambahkan buffer phosphat Ph 7 sebanyak 7,5-9 gr.
  • Diaduk menggunakan hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit sehingga terbentuk larutan dope.
  • Ditambahkan 0,6 gr ekstrak urease kering .
  • Diaduk selama 30 menit.
  • Dicetak larutan dengan kaca kemudian,di casting dan didiamkan pada suhu ruang.
  • Dipotong membran dengan ukuran 1 x 5  cm .
  • Dimasukkan potongan membran sebanyak 5 lembar dalam masing-masing larutan urea.
  • Dishaker selama 2 jam dan diambil tiap 15 menit sekali
  • Diambil I 10 ml larutan sampel setiap selang waktu yang ditentukan dan ditambahkan 2 tetes indikator PP.
  • Text Box: HASIL Dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis.
                       



BAB IV
DATA PENGAMATAN

4.1 Hasil Pengamatan
Perlakuan
Pengamatan
Isolasi Enzim Urease
30 gr kedelai halus ditimbang, dan di larutkan dengan aseton sebanyak 50 ml , kemudian masukkan kedalam gelas beaker
Kedelai halus larut dengan aseton dan membentuk dua lapisan , volume larutan aseton dan kedelai  adalah 50 ml
Dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit campuran aseton dan kedelai di sentrifuse
Terbentuk adanya dua fraksi yaitu endapan dan fraksi dari aseton
fraksi aseton dibuang,dan diambil endapannya
Tersisah hanya endapan
endapan dibilas dengan aquades dengan teknik sentrifuge, dilakukan 2 kali ekstraksi
Terbentuk lagi adanya dua fraksi yaitu fraksi aseton dan endapan
filtratnya dibuang dan diambil endapannya
Endapan itu adalah ekstrak kasar dari enzim urease
Penjebakan enzim urease dalam biopolimer membran
0,5-2 gr bioplimer ditimbang ,lalu dimasukkan dalam gelas beaker. Buffer phosphat Ph 7 yang ditambahkan sebanyak 7,5-9 gr.
Campuran terlarut didalam gelas beaker
Diaduk menggunakan hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit
terbentuk larutan dope.
0,5 gr ekstrak urease kering ditambahkan
Enzim tercampur dengan biopolimer
Diaduk selama 30 menit.
menjadi mengental atau sedikit padat.
Dicetak larutan dengan kaca kemudian,di casting dan didiamkan pada suhu ruang.
Cetakan menjadi kering dan dan menjadi lembaran atau membran
Aplikasi enzim imobilisasi membran pada larutan urea
Larutan urea 100 ppm ke dalam buffer phosphat Ph 7.
Volume larutan 100 ml
Membran dipotong sesuai ukuran
ukuran membran 1 x 5  cm
Potongan membran dimasukkan dalam masing-masing larutan urea.
Sebanyak 5 lembar membran dan terlarut dalam larutan urea
Dishaker selama 5,10,15,20,25,30 menit.
Enzim larut dalam biopolimer
I 10 ml diambil larutan sampel setiap selang waktu yang , ditentukan dan ditambahkan 2 tetes indikator PP.
Larutan sampel berwarna merah muda setelah ditetesi dengan indikator pp
Larutan dianalisis dengan menggunakan  spektrofotometer UV-Vis
Didapatkan absorbansi
Imobilisasi enzim urease dalam biopolimer membran Gom Arab
0,2 gr Gom Arab ditimbang ,lalu dimasukkan dalam gelas beaker dan ditambahkan buffer phosphat Ph 7 sebanyak 9,7 gr
Volume larutan menjadi 9,9 gr
Diaduk menggunakan hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit
Larutan menjadi homogen
Kemudian dibiarkan pada suhu kamar , kemudian dilakukan pembuatan membran menggunakan gom arab dengan penimbangan 0,7 gr Gom Arab ,kemudian dimasukkan dalam gelas beaker dan ditambahkan buffer phosphat Ph 7 sebanyak   gr,
tidak dapat memadat dan tidak dapat digunakan,



Pengadukkan dilakukan menggunakan hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit kemudian dibiarkan pada suhu kamar ,
tidak dapat memadat dan hal tersebut tidak dapat digunakan.       
Imobilisasi enzim urease dalam biopolimer membran CMC
0,24 gr CMC ditimbang,lalu dimasukkan dalam gelas beaker. Ditambahkan buffer phosphat Ph 7 sebanyak 28,19 gr.
Volume larutan nya adalah 28,49 gr
Diaduk menggunakan hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit
Larutan  homogeny dan terbentuk  larutan dope
Ditambahkan ekstrak urease kering .
Eksrtak urease kering sebanyak 0,6 gr
Diaduk selama 30 menit.
Larutan menjadi Homogen
Dicetak larutan dengan kaca kemudian,di casting dan didiamkan pada suhu ruang.
Cetakan ditunnggu hingga berbentuk menjadi membran .
Dipotong membran
Membrane berukuran 1 x 5  cm .
Dimasukkan potongan membran dalam masing-masing larutan urea.
sebanyak 5 lembar
Dishaker selama 5,10, 15, 20, 25, 30 menit.
Enzim larut dalam biopolimer
Diambil I larutan sampel setiap selang waktu yang ditentukan dan ditambahkan 2 tetes indikator PP.
Volume larutan sampel 10 ml dan berwarna merah muda ketika di tetesi dengan indikator pp.
Dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis.
Didapatkan absorbansi
Imobilisasi enzim urease dalam biopolimer membran Nutrijell Leci
Ditimbang, Nutrijell Leci dimasukkan dalam gelas beaker.
Berat nutrijell leci sebanyak 3 gr,
Ditambahkan buffer phosphat Ph 7 sebanyak
Buffer phosphaat sebanyak 7,5 gr.
Diaduk menggunakan hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit sehingga.
terbentuk larutan dope
Ditambahkan ekstrak urease kering .
Ekstrak urease kering sebanyak 0,6 gr
Diaduk selama 30 menit.
Homogen dan bercampur rata
Dicetak larutan dengan kaca kemudian,di casting dan didiamkan pada suhu ruang.
Cetakan berbentuk membrane .
Imobilisasi enzim urease dalam biopolimer membran Agar-agar plain
Ditimbang Agar-agar plain ,lalu dimasukkan dalam gelas beaker. Ditambahkan buffer phosphat Ph 7 .
buffer phosphat Ph 7 sebanyak 7,5-9 gr.

Diaduk menggunakan hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit
terbentuk larutan dope
Ditambahkan ekstrak urease kering . Diaduk selama 30 menit.
ekstrak urease kering sebanyak  0,6 gr.
Dicetak larutan dengan kaca kemudian,di casting dan didiamkan pada suhu ruang.
Menjadi mrmbran yang cetakannya berbentuk tipis
Dipotong membran dengan gunting
Ukuran membran 1 x 5  cm .
Dimasukkan potongan membran dalam masing-masing larutan urea.
sebanyak 5 lembar
Dishaker selama 2 jam dan diambil tiap 15 menit sekali

Diambil I larutan sampel setiap selang waktu yang ditentukan dan ditambahkan indikator PP.
I 10 ml larutan sampel dan berwarna merah muda ketika ditetesi dengan indikator pp sebanyak 2 tetes
Dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis
Didapatkan absorbansi



4.1 Data absorbansi
4.2.1 Data hasil immobilisasi enzim tanpa biopolimer

No
Waktu Kontak
absorbansi
1
0
0
2
15
0,335
3
30
0,412
4
45
0,422
5
60
0,445
6
75
0,4
7
90
0,417
8
105
0,383
9
120
0,437

4.2.2 Grafik waktu kontak vs absorbansi











            Waktu kontak optimum enzim mencapai absorbansi tertinggi yakni pada pengambilan ke V, menit ke 60 didapatkan absorbansi sebesar 0,445 ƛ



4.2.3 Data immobilisasi enzim ke 2 dengan biopolimer agar plain
No
Waktu Kontak
Absorbansi
1
0
0
2
15
0,125
3
30
0,134
4
45
0,137
5
60
0,158
6
75
0,152
7
90
0,157
8
105
0,15
9
120
0,154

4.1.4 Kurva waktu pengambilan vs absorbansi
 












Waktu kontak optimum enzim mencapai absorbansi tertinggi yakni pada pengambilan ke V, menit ke 60 didapatkan absorbansi sebesar 0,158 ƛ



BAB V
ANALISIS dan PEMBAHASAN

5.1 Analisa Prosedur
Pada praktikum ini dilakukan beberapa tahapan prosedur, yang pertama adalah Isolasi enzim urease dari kacang kedelai, Penjebakan enzim urease dalam biopolimer membran, imobilisasi enzim urease dalam biopolimer membran Gom Arab, imobilisasi enzim urease dalam biopolimer membran CMC, imobilisasi enzim urease dalam biopolimer membran Nutrijell Leci, imobilisasi enzim urease dalam biopolimer membran Agar-agar plain dan Aplikasi enzim imobilisasi membran pada larutan urea. Pada percobaan ini menggunakan teknik immobilisasi dengan proses penjebakan (entrapment) sebab, menurut literatur Teknik imobilisasi yang paling baik untuk dipilih adalah yang memenuhi kriteria utama yakni tidak terjadi perubahan konformasi enzim dan tidak mengganggu gugus fungsi di pusat aktif enzim sehingga enzim tetap dapat berfungsi. Metode penjebakan enzim lebih banyak digunakan karena enzim ada dalam keadaan bebas dan tidak terikat pada bahan pendukung sehinga secara relatif fungsi katalitik dan struktur alami molekul enzim tidak mengalami gangguan goncangan (Wirahadikusumah 1991).
Prosedur kerja yang diharapkan praktikan yaitu hal pertama yang dilakukan adalah Isolasi enzim urease dari kacang kedelai, pada percobaan ini digunakan kacang kedelai sebab menurut literatur Nurhalim (2005) bahwa Urease ditemukan terutama dalam kuantitas besar pada jackbean, kedelai, biji tanaman, pada beberapa jaringan hewan dan pencernaan mikroorganisme. Pada percobaan ini digunakan enzim Urease sebab, urease merupakan enzim yang bersifat spesifik mengkatalisis reaksi hidrolisis urea sehingga dapat digunakan sebagai biosensor. Pengembangan biosensor urea, enzim urease dapat diimobilisasi dalam suatu matriks dengan berbagai teknik seperti adsorpsi, entropment, ikatan kovalen, cross linking, dan enkapsulasi (Barhoumi et al, 2004 dalam Fauziah (2012)) yang menyatakan biosensor urea dapat dikembangkan dengan mengimobilisasi urease dalam polimer lateks menggunakan teknik entrapment (Antonia dan Toressi, 1990 dalam Fauziah (2012)) menggunakan poliprol untuk mengimobilisasi dengan teknik cross linking dan entrapment. Mula – mula kacang kedelai : Ditimbang 30 gr kedelai halus,hal ini bertujuan untuk mempermudah proses penghomogenan atau agar kedelai tersebut larut dengan pelarutnya,lalu dimasukkan ke dalam gelas beaker dan ditambahkan aseton 50 ml, penambahan aseton tersebut berfungsi sebagai media agar terbentuknya reaksi haloform dan sebagai pelarut ,kemudian sampel Disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit bertujuan untuk memisahkan antara larutan dengan endapannya,kemudian Dibuang fraksi aseton,dan diambil endapannya untuk memperoleh ekstrak enzim urease, kemudian dibilas endapan dengan aquades,bertujuan untuk membersihkan bekas aseton yang tertinggal di dalam endapan dengan teknik sentrifuge,dan dibuang filtratnya untuk memperoleh enzim urease-nya  dan diambil endapannya, bertujuan untuk memperoleh ekstrak kasar dari enzim urease sebagai dasar pembuatan biopolimer membran.pada tahap selanjutnya yaitu : Penjebakan enzim urease dalam biopolimer membran,hal pertama yang dilakukan adalah dengan ditimbang 0,5-2 gr bioplimer,lalu dimasukkan dalam gelas beaker kemudian ditambahkan buffer phosphat pH 7 sebanyak 7,5-9 gr,hal ini bertujuan untuk mempertahankan pH dari penambahan asam,basa,maupun pengenceran oleh air dan mampu menetralkan penambahan asam maupun basa dari luar, kemudian sampel diaduk menggunakan hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit bertujuan untuk menghomogenkan  sampel agar larut, pada suhu ruang selama 30 menit sehingga terbentuk larutan dope, kemudian ditambahkan 0,5 gr ekstrak urease kering dan diaduk selama 30 menit,hal ini bertujuan untuk memperoleh larutan ekstrak enzim urease dari penghomogenan tersebut dan setelah itu dicetak larutan dengan kaca,agar terbentuk sebuah cetakan yang teratur, kemudian,di casting dan didiamkan pada suhu ruang,hal ini untuk mengendapkan cetakan pada kaca agar dapat dilepaskan masing-masing.Pada prosedur selanjutnya yaitu : Aplikasi enzim imobilisasi membran pada larutan urea,hal pertama yang dilakukan yaitu : dibuat larutan standar amonia 1,2,3,4,5 ppm sebanyak 100 ml ke      dalam buffer phosphat Ph 7,pembuatan larutan amonia bertujuan untuk digunakan dalam proses produksi urea,dan penambahan buffer phosphat bertujuan untuk menetrakan larutan atau mempertahankan pH larutan,kemudian dipotong membran dengan ukuran 1 x 5  cm,bertujuan agar dapat bereaksi dengan larutan urea saat proses dishaker selama 5, 10, 15, 20, 25, 30 menit,kemudian diambil 10 ml larutan sampel setiap selang waktu yang ditentukan ,hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan nilai kurva standart yang presisi,Kemudian,ditambahkan 2 tetes indikator PP yang bertujuan sebagai indikator untuk mengetahui enzim tersebut bereaksi atau tidak ,kemudian dianalisis dengan menggunakan spektorfotometer UV-Vis yang bertujuan untuk mengetahui intensitas warna yang terbentuk pada banyak nya amonia yang dihasilkan yang berhubungan dengan kadar atau aktivitas enzim urease yang mengkatalisis.
Tahap pertama yang dilakukan oleh praktikan yaitu : percobaan pembuatan biopolimer membran Gom Arab. Gom arab berasal dari bahan-bahan karbohidrat, bahan-bahan alami seperti akasia (gom), bahan tersebut membentuk koloid hidrofilik jika ditambahkan ke dalam air dan menghasilkan emulsi,Gom arab dapat meningkatkan stabilitas dengan viskositas,jenis pengental tersebut tahan panas pada proses yang menggunakan panas namun,lebih baik jika panasnya dikontrol untuk mempersingkat waktu pemanasan, serta dapat terdegradasi secara perlahan-lahan dan kekurangan efisiensi emusfikasi dan viskositas. Gom arab dapat digunakan untuk pengikatan flavor, bahan pengental,pembentuk lapisan tipis dan pemantap emulsi dan tidak akan membentuk larutan yang kental serta tidak dapat membentuk gel pada kepekatan, hal pertama yang dilakukan adalah :ditimbang 0,2 gr Gom Arab ,kemudian, dimasukkan dalam gelas beaker dan ditambahkan buffer phosphat Ph 7 sebanyak 9,7 gr, hal tersebut bertujuan untuk mempertahankan pH pada larutan  agar tidak berrubah selama reaksi kimia berlangsung,dan mampu menetralkan penambahan asam maupun basa dari luar,kemudian dilakukan pengadukkan menggunakan hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit sehingga terbentuk larutan dope. Hasil yang diperoleh membrane tidak dapat memadat dan rusak sehingga tidak dapat digunakan, kemudian dilakukan pembuatan membran Gom Arab sebanyak 0,7gr yang ditambahkan buffer phosphat pH 7, hal tersebut bertujuan untuk mempertahankan pH pada larutan  agar tidak berrubah selama reaksi kimia berlangsung,dan mampu menetralkan penambahan asam maupun basa dari luar, kemudian dilakukan pengadukkan menggunakan hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit dan dibiarkan pada suhu kamar .Hasil yang diperoleh membran tidak dapat memadat dan rusak sehingga tidak dapat digunakan. Pada pembuatan membran Gom Arab tersebut mengalami kegagalan sebanyak dua kali, sehingga dilakukan pembuatan membran untuk selanjutnya.
Pada prosedur selanjutnya yaitu: percobaan pembuatan biopolimer membran CMC. CMC adalah penstabil yang digunakan untuk menstabilkan (menghindari terjadinya pemisahan antara padatan dan cairan) atau mengentalkan hasil olahan, beberapa bahan penstabil yang digunakan adalah gelatin, agar-agar, CMC, dan pektin. CMC adalah ester polimer selulosa yang larut dalam air dibuat dengan mereaksikan Natrium Monoklorasetat dengan selulosa basa dan turunan selulosa yang mudah larut dalam air,oleh karena itu CMC mudah dihidrolisis menjadi gula-gula sederhana oleh enzim selulase serta berfungsi sebagai pengental, Stabilisator, pembentuk gel ,sebagai pengemulsi,dan dalam beberapa hal dapat merekatkan penyebaran antibitok.Hal pertama yang dilakukan adalah :Ditimbang 0,24 gr CMC,lalu dimasukkan dalam gelas beaker,kemudian ditambahkan buffer phosphat Ph 7 sebanyak 28,19 gr, hal ini bertujuan untuk mempertahankan pH dari penambahan asam,basa,maupun pengenceran oleh air dan mampu menetralkan penambahan asam maupun basa dari luar,kemudian diaduk menggunakan hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit ,hal tersebut bertujuan untuk menstabilkan suhu pada larutan dan proses penghomogenan , sehingga terbentuk larutan dope,kemudian ditambahkan 0,6 gr ekstrak urease kering dan diaduk selama 30 menit,hal ini bertujuan untuk memperoleh ekstrak kering dari urease. kemudian dituang CMC pada cetakan yang telah ditambahkan kacang kedelai (enzim urease) sebanyak 0,6 gram dan hasil yang diperoleh yaitu bahan mengalami pengerasan saat kontak langsung dengan suhu ruang sehingga menyulitkan praktikan pada saat dicetak serta hasilnya yang kurang memuaskan yaitu sulit diratakan pada cetakan dan sulit untuk kering hasil perataannya, sehingga bahan ini tidak dapat digunakan dalam biopolimer.
 Kegagalan hasil tersebut kemudian dilakukan percobaan selanjutnya yaitu percobaan pembuatan biopolimer membran Nutrijell Leci dengan komposisi serbuk instan, Keragenan, Serat pangan, Gula, pengatur keasamaan asam sitrat, perisa leci. Keragenan merupaakan polisakarida yang linier atau lurus dan merupakan molekul galaktan dengan unit-unit utamanya adalah galaktosa,yang mudah terhidrolisis dalam larutan yang bersifat asam dan stabil dalam suasana basa,yang berperan penting dalam penstabil,bahan pengentalan,pembentuk gel,pengemulsi dan mencegah terjadinya pelepasan air atau mengikat bahan-bahan. Hal pertama yang dilakukan adalah ditimbang Nutrijel leci sebanyak 3 gr,lalu dimasukkan dalam gelas beaker,ditambahkan buffer phosphat Ph 7 sebanyak 7,5 gr,hal tersebut bertujuan untuk mempertahankan pH dari penambahan asam, basa,maupun pengenceran oleh air dan mampu menetralkan penambahan asam maupun basa dari luar,kemudian diaduk menggunakan hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit sehingga terbentuk larutan dope, kemudian ditambahkan 0,6 gr ekstrak urease kering dan diaduk selama 30 menit,hal ini bertujuan untuk menghomogenkan sampel agar larut dengan enzim urease, kemudian dicetak larutan dengan kaca, agar dapat menjadi cetakan yang memadat dan tepat, kemudian di casting dan didiamkan pada suhu ruang untuk memadatkan sampel agar lalu di casting dan didiamkan pada suhu ruang untuk memadatkan sampel nutrijell leci ,kemudian pada waktu 1 – 2 hari tidak dapat mengering dan membentuk lembaran, dan cetakan terlalu tebal dan tidak dapat dikeringkan .pada kondisi yang lembab selama 2 hari nutrijell dijadikan tempat tumbuhnya jamur, sehingga tidak nutrijel leci tidak dapat digunakan sebagai bahan imobilisasi enzim.
Percobaan selanjutnya ialah dilakukan : pembuatan biopolimer membran Agar-agar plain. Agar-agar plain adalah zat yang berupa gel yang diolah dari rumput laut yang tidak memiliki rasa,dengan berat molekul tinggi yang mengisi dinding sel rumput yang tergolong pektin dan merupakan suatu polimer yang tersusun dari monomer galaktosa.gel terbentuk karena pada saat dipanaskan di air,molekul agar-agar merapat dan memadat serta membentuk kisi-kisi yang mengurung molekul-molekul agar-agar plain yang terbentuk sistem koloid padat-cair .kepadatan gel agar –agar plain kuat untuk menyangga sehingga digunakan untuk media.Hal pertama yang dilakukan adalah:ditimbang Agar-agar plain,lalu dimasukkan dalam gelas beaker,kemudian ditambahkan buffer phosphat pH  7 sebanyak 7,5-9 gr dengan tujuan untuk mempertahankan pH dari penambahan asam,basa,maupun pengenceran oleh air dan mampu menetralkan penambahan asam maupun basa dari luar,kemudian diaduk menggunakan hotplate stirrer pada suhu ruang selama 30 menit, agar terbentuk larutan dope,kemudian ditambahkan 0,6 gr ekstrak urease kering selama 30 menit.,hal ini bertujuan untuk untuk menghomogenkan sampel agar-agar plain sehingga larut dengan enzim urease, kemudian dicetak larutan dengan kaca agar terbentuk cetakan yang memadat kemudian di casting dan didiamkan pada suhu ruang,kemudian dipotong membran dengan ukuran 5 x 5  cm dan dimasukkan potongan membran sebanyak 5 lembar  dalam masing-masing larutan urea hal tersebut bertujuan untuk melarutkan enzim urikase dengan sampel agar-agar plain sehingga terbentuk larutan yang homogen,kemudian dishaker selama 2 jam  dan diambil setiap 15 menit sebanyak 10 ml larutan sampel setiap selang waktu , untuk memperoleh kurva standar yang presisi dan ditambahkan 2 tetes indikator PP yang bertujuan untuk indikator dan mengetahui enzim tersebut bereaksi atau tidak,kemudian dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis yang bertujuan untuk mengetahui intensitas warna yang terbentuk atau kadar aktivitas enzim urease yang mengkatalisis membran agar-agar plain.

5.2 Analisa Hasil
·         Percobaan I pembuatan biopolimer
Hasil dari percobaan pertama adalah pembuatan biopolimer gom Arab 0,2 gram dalam 10 ml aseton dengan 9,7 gram buffer phospat dihasilkan biopolimer yang sangat encer sehingga selama 1 jam tidak dapat memadat. Encernya biopolimer tersebut tentu tidak dapat digunakan sebagai pemadat enzim urease dari kacang kedelai. Sehingga dalam percobaan ini dinyatakan gagal. Namun, dalam waktu yang bersamaan dicoba lagi untuk pembuatan biopolimer dari gom arab dengan massa yang berbeda yakni 0,7 gram dalam 10 ml aseton dengan 9,2 gram buffer phospat berhasil mengental namun tetap sama yakni tidak dapat memadat dalam waktu 24 jam sehingga gom arab tidak dapat digunakan sebagai biopolimer dalam percobaan ini. Gom arab tidak dapat memadat sebab hal tersebut sesuai dengan sifat dan karakteristik menurut literatur gom arab merupakan bahan pengental bukan bahan pemadat yaitu :
Gum arab dihasilkan dari getah bermacam-macam pohon Acasia sp. di Sudan dan Senegal. Gum arab pada dasarnya merupakan serangkaian satuan-satuan D-galaktosa, L-arabinosa, asam D-galakturonat dan L-rhamnosa. Berat molekulnya antara 250.000 -1.000.000. Gum arab jauh lebih mudah larut dalam air dibanding hidrokoloid lainnya. Pada olahan pangan yang banyak mengandung gula, gum arab digunakan untuk mendorong pembentukan emulsi lemak yang mantap dan mencegah kristalisasi gula (Tranggono dkk,1991). Gum dimurnikan melalui proses pengendapan dengan menggunakan etanol dan diikuti proses elektrodialisis (Stephen and Churms, 1995). Menurut Imeson (1999), gum arab stabil dalam larutan asam. pH alami gum dari Acasia Senegal ini berkisar 3,9-4,9 yang berasal dari residu asam glukoronik. Emulsifikasi dari gum arab berhubungan dengan kandungan nitrogennya (protein). Gum arab dapat meningkatkan stabilitas dengan peningkatan viskositas. Jenis pengental ini juga tahan panas pada proses yang menggunakan panas namun lebih baik jika panasnya dikontrol untuk mempersingkat waktu pemanasan, mengingat gum arab dapat terdegradasi secara perlahan-lahan dan kekurangan efisiensi emulsifikasi dan viskositas. Menurut Alinkolis (1989), gum arab dapat digunakan untuk pengikatan flavor, bahan pengental, pembentuk lapisan tipis dan pemantap emulsi. Gum arab akan membentuk larutan yang tidak begitu kental dan tidak membentuk gel pada kepekatan yang biasa digunakan (paling tinggi 50%). Viskositas akan meningkat sebanding dengan peningkatan konsentrasi. Gum arab mempunyai gugus arabinogalactan protein (AGP) dan glikoprotein (GP) yang berperan sebagai pengemulsi dan pengental (Gaonkar,1995). Hui (1992) menambahkan bahwa gum arab merupakan bahan pengental emulsi yang efektif karena kemampuannya melindungi koloid dan sering digunakan pada pembuatan roti. Gum arab memiliki keunikan karena kelarutannya yang tinggi dan viskositasnya rendah.
·         Percobaan II pembuatan biopolimer CMC
Hasil dari percobaan kedua adalah pembuatan biopolimer dengan bahan CMC (Carboxymethil Celulose) sebanyak 0,24 gram dan buffer phospat sebanyak 28,19 gram menghasilkan tekstur CMC yang mempunyai kekentalan stabil dan dapat memadat dengan cepat pada suhu dibawah 400 C. Bahan CMC sebenarnya sangat bagus digunakan dalam biopolimer namun kesulitan bahan ini adalah pada saat tahap pencetakan menggunakan kaca yang pinggirannya diberikan lapisan lakban sebagai pembatas cetakan. Pada tahap pemanasan suhu 400 C, CMC masih dalam kondiri cair, namun pada saat penuangan CMC pada cetakan yang telah ditambahkan kacang kedelai (enzim urease) sebanyak 0,6 gram, bahan mengalami pengerasan saat kontak langsung dengan suhu ruang sehingga menyulitkan praktikan pada saat pencetakan serta hasilnya yang kurang memuaskan yaitu sulit meratakan pada cetakan dan sulit untuk kering hasil perataannya, sehingga bahan ini tidak dapat digunakan dalam biopolimer. Hal tersebut sesuai dengan literatur bahwa CMC memiliki sifat dak karakteristik yang lentur dan mudah keras saat dicetak sebab CMC digunakan sebagai bahan tambah pangan sebagai pengental, yakni :
Na-CMC adalah turunan dari selulosa dan sering dipakai dalam industri pangan, atau digunakan dalam bahan makanan untuk mencegah terjadinya retrogradasi. Pembuatan CMC adalah dengan cara mereaksikan NaOH dengan selulosa murni, kemudian ditambahkan Na-kloro asetat (Fennema, Karen and Lund, 1996) .
Na-CMC merupakan zat dengan warna putih atau sedikit kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa, berbentuk granula yang halus atau bubuk yang bersifat higroskopis (Inchem, 2002). Menurut Tranggono dkk. (1991), CMC ini mudah larut dalam air panas maupun air dingin. Pada pemanasan dapat terjadi pengurangan viskositas yang bersifat dapat balik (reversible). Viskositas larutan CMC dipengaruhi oleh pH larutan, kisaran pH Na-CMC adalah 5-11 sedangkan pH optimum adalah 5, dan jika pH terlalu rendah (<3), Na-CMC akan mengendap. Na-CMC akan terdispersi dalam air, kemudian butir-butir Na-CMC yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi pembengkakan. Air yang sebelumnya ada di luar granula dan bebas bergerak, tidak dapat bergerak lagi dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih mantap dan terjadi peningkatan viskositas (Fennema, Karen and Lund, 1996). Hal ini akan menyebabkan partikel-partikel terperangkap dalam sistem tersebut dan memperlambat proses pengendapan karena adanya pengaruh gaya gravitasi.
Menurut Fardiaz, dkk. (1987), ada empat sifat fungsional yang penting dari Na-CMC yaitu untuk pengental,stabilisator, pembentuk gel dan beberapa hal sebagai pengemulsi. Didalam sistem emulsi hidrokoloid (Na-CMC)tidak berfungsi sebagai pengemulsi tetapi lebih sebagai senyawa yang memberikan kestabilan.Penambahan Na-CMC pada sari wortel berfungsi sebagai bahan pengental, dengan tujuan untuk membentuk sistem dispersi koloid dan meningkatkan viskositas. Dengan adanya Na-CMC ini maka partikel-partikel yangtersuspensi akan terperangkap dalam sistem tersebut atau tetap tinggal ditempatnya dan tidak mengendap oleh pengaruh gaya gravitasi (Potter, 1986). Mekanisme bahan pengental dari Na-CMC mengikuti bentuk konformasi extended atau streched Ribbon (tipe pita). Tipe tersebut terbentuk dari 1,4 –D glukopiranosil yaitu dari rantaiselulosa. Bentuk konformasi pita tersebut karena bergabungnya ikatan geometri zig-zag monomer denganjembatan hydrogen dengan 1,4 -Dglukopiranosil lain, sehingga menyebabkan susunannya menjadi stabil. Na-CMC yang merupakan derivat dari selulosa memberikan kestabilan pada produk dengan memerangkap air denganmembentuk jembatan hydrogen dengan molekul Na-CMC yang lain (Belitz and Grosch, 1986).
Belizt and Grosch (1986) mengatakan, penggunaan Na-CMC sebagai derivat dari selulosa antara 0,01%-0,8% akan mempengaruhi produk pangan seperti jelli buah, sari buah, mayonaise dan lain-lain. Menurut Fennema (1986), semua zat pengental dan pengental adalah hidrofil dan terdispersi dalam larutan yang dikenal sebagai hidrokoloid.
·         Pembuatan biopolimer dengan Nutrijell leci
Hasil pembuatan biopolimer dengan bahan nutrijell leci sebanyak 3 gram dengan buffer phospat 7,5 gram dan ditambahkan enzim urease sebanyak 0,6 gram, saat dipanaskan pada suhu 400C konsistensinya sangat bagus dan tidak mudah robek saat didinginkan. Pembuatan biopolimer dengan bahan nutrijell sebearnya juga sangat bagus, hal ini nampak saat biopolimer dicetak pada cawan petri. Namun, ada analit pengganggu yang menyebabkan kegagalan pada penggunaan biopolimer ini adalah efek dari nutrijell tersebut yakni ada ekstrak leci, namun hal tersebut dikesampingkan. Konsistensi nutrijell yang kenyal membuat proses pencetakan menjadi mudah, namun terdapat hal lain yang menyebabkan kegagalan pembuatan biopolimer dengan bahan nutrijell yakni terlalu encernya konsetrasi jelly sehingga pada waktu 1 – 2 hari tidak dapat mengering dan membentuk lembaran, hal tersebut disebabkan terlalu sedikitnya massa nutrijell dan kesalahan praktikan saat pencetakan yang terlalu tebal sehingga biopolimer tidak dapat mengering membentuk lembaran. Sehingga dalam kondisi yang lembab selama 2 hari nutrijell dijadikan tempat tumbuhnya jamur sebab terdapat ektrak kacang kedelai dalam nutrijell yang mirip dengan biakan kultur mikroorganisme TSA (Triptic Soy Agar) dimana kacang kedelai adalah sumber makanan utama mikroorganisme dan dapat dijadikan sebagai nutrisi yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Demikian dalam percobaan nutrijell tersebut mengalami kegagalan sehingga biopolimer tersebut tidak dapat digunakan sebagai immobilisasi enzim. Kegagalan tersebut sesuai dikarenakan komposisi pembuatan nutrijel adalah karagenan yang bersifat kenyal dan dapat memadat  namun tidak dapat mengering yang sesuai dengan literatur menurut : Komposisi yang terkandung dalam nutrijell, yaitu karagenan, konjac (konyaku), dan glucomannan namun karagenan merupakan komposisi utama pada nutrijell. Karagenan sari lumput laut yang menjadi komposisi utama dari Nutrijell. Rumput laut penghasil Carrageenan ini diibaratkan sebagai tambang emas karena memberi banyak faedah bagi kehidupan kita. Salah satunya, rumput laut kaya akan mineral seperti iodium, seng dan selenium (Nutrijell, 2004).
Karagenan merupakan senyawa polisakarida galaktosa. Senyawa-senyawa polisakarida mudah terhidrolisis dalam larutan yang bersifat asam dan stabil dalam suasana basa. Karagenan banyak digunakan pada sediaan makanan, sediaan farmasi dan kosmetik sebagai bahan pembuat gel, pengental atau penstabil (Nehen dalam Alam, 2011 ).
Karagenan sangat penting peranannya sebagai stabilizer (penstabil), thickener (bahan pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain. Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya (Winarno dalam Alam, 2011). Selain itu juga berfungsi sebagai penstabil, pensuspensi, pengikat, protective (melindungi kolid), film former (mengikat suatu bahan), syneresis inhibitor (mencengah terjadinya pelepasan air) dan flocculating agent (mengikat bahan-bahan) (Anggadireja, et.al dalam Alam, 2011).
·         Uji coba pembuatan larutan kerja tanpa immobilisasi
Hasil pembuatan larutan induk yang pertama tanpa biopolimer yakni langsung dengan menggunakan enzim urease dari kacang kedelai sebanyak 0,6 gram yang dimasukkan ke dalam larutan urea 500 ppm yang diiencerkan masing – masing menjadi 100 ppm sebanyak 100 ml dan dishaker selama 2 jam dan diambil tiap 15 menit sekali menghasilkan 8 tabung dengan volume 10 ml. Tiap tabung memiliki kepekatan enzim yang berbeda dimana semakin lama waktu pengambilan maka semakin pekat dan keruh enzim urease yang terdapat pada masing – masing tabung. Hal ini tampak saat dilakukan mengukuran absorbansi pada spektrofotometer visible, dimana spektrofotometer ini memerlukan larutan yang berwarna untuk mengukur warna cahaya yang tidak tampak pada larutan tersebut. Sehingga diperlukan indikator khusus untuk memberikan warna saat pembacaan panjang gelombang. Sehingga ditambahkan indikator PP yang merupakan indikator kebasaan yang dapat merubah larutan bening menjadi merah. Indikator ini sesuai dengan larutan yang digunakan yakni larutan urea yang telah ditambah enzim urease yang berubah menjadi larutan amonia sehingga dapat memberikan warna merah saat diteteskan indikator dan absorbansinya dapat ditentukan dengan spektrofotometer visible.
·         Pembuatan biopolimer dengan agar plain
Hasil pembuatan biopolimer dengan agar plain ialah berhasil yakni dapat memadat saat ditambahkan kacang kedelai sebanyak 0,6 gram dicasting pada kaca membentuk biopolimer yang tipis dan mengering menjadi lembaran. Lembaran biopolimer dipotong dengan ukuran 5 x 5 cm. Keberhasilan pembuatan biopolimer dengan bahan agar plain ini disebabkan karena menurut literatur bahan agar plain adalah :
 Agar-agar sebenarnya adalah karbohidrat dengan berat molekul tinggi yang mengisi dinding sel rumput laut. Ia tergolong kelompok pektin dan merupakan suatu polimer yang tersusun dari monomer galaktosa. Agar-agar dapat dibentuk sebagai bubuk dan diperjualbelikan (Ensminger, 1994).
Gel terbentuk karena pada saat dipanaskan di air, molekul agar-agar dan air bergerak bebas. Ketika didinginkan, molekul-molekul agar-agar mulai saling merapat, memadat dan membentuk kisi-kisi yang mengurung molekul-molekul air, sehingga terbentuk sistem koloid padat-cair. Kisi-kisi ini dimanfaatkan dalam elektroforesis gel agarosa untuk menghambat pergerakan molekul objek akibat perbedaan tegangan antara dua kutub. Kepadatan gel agar-agar juga cukup kuat untuk menyangga tumbuhan kecil sehingga sangat sering dipakai sebagai media dalam kultur jaringan.
Apabila dilarutkan dalam air panas dan didinginkan, agar-agar bersifat seperti gelatin: padatan lunak dengan banyak pori-pori di dalamnya sehingga bertekstur 'kenyal'. Selain digunakan sebagai makanan, agar-agar juga digunakan secara luas di laboratorium sebagai pemadat kemikalia dalam percobaan, media tumbuh untuk kultur jaringan tumbuhan dan biakan mikroba, dan juga sebagai fase diam dalam elektroforesis gel. Di laboratorium, agar-agar (biasanya dikemas dalam bentuk bubuk) dikenal sebagai agar atau agarosa saja (FAO, 2001).
·         Aplikasi biopolimer agar plain untuk dengan percobaan pada larutan kerja
Hasil dari pembuatan larutan kerja urea yang telah diencerkan menjadi 500 ppm menjadi 100 ppm serta diberikan potongan biopolimer yang telah dicasting kemudian dishaker selama 2 jam dan dilakukan pengambilan setiap 15 menit sekali sebanyak 10 ml ialah berhasil dilakukan bertujuan agar biopolimer larut, sehingga didapatkan waktu kontak yang berbeda. Tahapan selanjutnya ialah pembacaan melalui spektrofotometer visible yang ditambahkan indikator PP untuk mengamati perubahan larutan urea menjadi larutan amonia yang ditandai dengan warna merah pada larutan. Hal tersebut berhasil dilakukan, ini membuktikan proses casting yang dilakukan oleh praktikan adalah berhasil dan tidak mempengaruhi fungsi kerja enzim sebab saat proses pelarutan enzim dalam biopolimer, suhu selalu dijaga agar tidak melebihi 400C yang dapat mempengaruhi sisi aktif enzim. Hal tersebut sesuai dengan literatur dari Nurhalim (2005) enzim mempunyai sifat-siFat sebagai berikut: Biokatalisator, mempercepat jalannya reaksi tanpa ikut bereaksi. Thermolabil ; mudah rusak, bila dipanasi lebih dari suhu 60º C, karena enzim tersusun dari protein yang mempunyai sifat thermolabil, sebab dapat merusak sisi aktifnya. Merupakan senyawa protein sehingga sifat protein tetap melekat pada enzim. Dibutuhkan dalam jumlah sedikit, sebagai biokatalisator, reaksinya sangat cepat dan dapat digunakan berulang-ulang. Khususnya aktivitas enzim urease meningkat pada suhu 10 – 400C dan menjadi tidak aktif setelah dipanaskan selama 24 jam apabila suhu mencapai 1050C
Perubahan larutan urea menjadi merah karena PP menandakan adanya peran enzim urease yang bekerja yakni :

(NH2)2CO + H2O                              CO2 + 2NH3
Urea    +  Air          ....urease....      amonium karbonat
(Sumner, J.B. 1926)
Enzim urease merupakan enzim yang menguraikan urea menjadi ammonia dan karbondioksida. Berperan menyediakan energi internal dan eksternal bagi organisme untuk menggunakan urea atau hidroksi urea sebagai sumber nitrogen.
Keberhasilan penjebakan enzim urease dari kacang kedelai pada biopolimer sebagai uji coba biosensor urea ini, sesuai dengan  literatur yakni urease merupakan enzim yang bersifat spesifik mengkatalisis reaksi hidrolisis urea sehingga dapat digunakan sebagai biosensor. Pengembangan biosensor urea, enzim urease dapat diimobilisasi dalam suatu matriks dengan berbagai teknik seperti adsorpsi, entropment, ikatan kovalen, cross linking, dan enkapsulasi (Barhoumi et al, 2004 dalam Fauziah (2012)) yang menyatakan biosensor urea dapat dikembangkan dengan mengimobilisasi urease dalam polimer lateks menggunakan teknik entrapment (Antonia dan Toressi, 1990 dalam Fauziah (2012)) menggunakan poliprol untuk mengimobilisasi dengan teknik cross linking dan entrapment.

·         Pengaruh immobilisasi enzim dan waktu kontak
Berdasarkan tabel dan grafik perbandingan immobilisasi enzim tanpa dan dengan biopolimer terdapat persamaan dan perbedaan pada hasil pengukuran absorbansi. Perbedaan yang terdapat pada percobaan tersebut adalah adanya pengaruh proses penjebakan enzim (entrapment) dengan tanpa penjebakan. Hasil dari grafik tersebut menyatakan bahwa proses penjebakan mempengaruhi kerja enzim dimana didapatkan absorbansi lebih tinggi pada proses tanpa penjebakan saat immobilisasi enzim, sedangkan pada grafik dengan biopolimer didapatkan aktivitas enzim lebih rendah yang nampak pada absorbansi enzim saat pengukuran pada spektrofotometer visible. Waktu optimum yang dibutuhkan kedua percobaan adalah pada menit ke 60, namun memberikan absorbansi yang berbeda dimana pengukuran absorbansi tanpa immobilisasi enzim memperoleh absorbansi 0,445 ƛ  dan menggunakan teknik immobilisasi enzim memperoleh absorbansi 0,185 ƛ. Rendahnya absorbansi pada teknik immobilisasi yang diperoleh sesuai dengan literatur yakni Imobilisasi enzim adalah suatu proses di mana pergerakan molekul enzim ditahan pada tempat tertentu dalam suatu ruang (rongga) reaksi kimia yang dikatalisisnya. Proses ini dapat dilakukan dengan cara mengikatkan molekul enzim tersebut pada suatu bahan tertentu melalui pengikatan kimia atau dengan menahan secara fisik dalam suatu ruang (rongga) bahan pendukung atau dengan cara gabungan dari kedua cara tersebut.  Hal ini dimungkinkan karena substrat masuk ke dalam matriks mengalami halangan sterik sehingga memerlukan waktu yang lebih lama dari enzim bebas (Mulyani dkk, 2009).
Hal yang sama pada pergerakan immobillisasi enzim ialah dicapai puncak optimum enzim pada pengambilan V, menit ke 60 pada grafik tersebut menyatakan pada pengambilan 1 – 5 didapatkan pergerakan enzim yang semakin naik. Namun pada pengambilan ke 6, menit ke 75, kedua percobaan mengalami kenaikan dan penurunan. Menurut literatur hal tersebut dikarenakan oleh Enzim mulai bekerja pada saat diinkubasi. Semakin lama waktu inkubasi semakin efektif kerja dari enzim, namun tidak selamanya semakin lama waktu inkubasi dapat meningkatkan kerja enzim. Enzim akan berhenti bekerja apabila telah mencapai masa jenuhnya. Masa jenuh ini terjadi apabila enzim telah berikatan dengan substrat. Pada tabel hasil percobaan waktu terhadap kadar menunjukan dari waktu 0 menit sampai 60 menit terjadi peningkatan kerja enzim. Pada waktu 0 menit, tumbukan partikel baru dimulai sehingga frekuensi tumbukan masih berkurang namun seiring bertambahnya waktu tumbukan akan semakin kuat karena adanya gerakan zigzag atau dalam istilah koloid gerak Brown yang terjadi pada partikel. Semakin besar frekuensi tumbukan yang terjadi memperbesar laju reaksi enzim, gerak Brown yang terjadi menyebabkan kenaikan dan penurunan yang ditunjukkan dengan pengukuran absorbansi (Sunarya, 2012).
Pengaruh waktu kontak terhadap aktivitas enzim sangat berhubungan erat. Proses immobilisasi enzim dapat menghambat kerja enzim sebab hal ini dimungkinkan karena substrat masuk ke dalam matriks mengalami halangan sterik sehingga memerlukan waktu yang lebih lama dari enzim bebas. Terhalangnya aktivasi enzim dikarenakan matriks pada proses entrapment akan menciptakan tekanan pada enzim, dimana enzim dipaksa masuk kedalam cross linker agar dapat menyesuaikan bentuk yang diharapkan. Namun hal ini, dapat memperngaruhi sisi aktif enzim saat berikatan dengan substrat dimana enzim membutuhkan waktu yang lama untuk bereaksi dengan substrat (Avanue, 2001).
Reaksi enzimatik dengan enzim teramobilisasi telah terbukti sebagai teknik yang efisien dalam beberapa aplikasi industri. Sampai saat ini banyak metode amobilisasi yang telah dikembangkan. Namun demikian, teknik konvensional mempunyai kendala yang sangat mengganggu, yaitu tidak dapat mereduksi efek inhibisi. Teknik amobilisasi secara fisik menggunakan media berpori menawarkan beberapa keuntungan dibandingkan dengan teknik amobilisasi konvensional seperti: aktivitas enzim tetap tinggi (tidak terjadi konformasi enzim, media dapat diregenerasi, sesuai untuk kasus yang melibatkan substrat dan produk dengan berat molekul yang hampir sama. Penyisihan satu atau lebih jenis produk inhibitor secara sinambung merupakan keunggulan menarik lain dan teknik ini. Penelitian baru baru ini dilakukan dengan mempelajari mekanisme penjebakan enzim pada media mikroporous dan mempelajari pengaruh berbagai parameter operasi terhadap perolehan amobilisasi (%) dan densitas amobilisasi (unit aktivitas enzim per satuan volume media) (Stephen, 1995).



BAB VI
KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan pembuatan biosensor urea berbasis imobilisasi enzim urease pada biopolimer, dapat ditarik kesimpulan :
1.      Terdapat pengaruh immobilisasi enzim terhadap aktivitas enzim yakni adanya perbedaan aktivasi enzim, dimana teknik immobilisasi menggunakan penjebakan menghasilkan absorbansi lebih rendah jika dibandingkan dengan tanpa immobilisasi karena proses penjebakan menyebabkan sisi aktif enzim kurang bebas berikatan dengan substrat.
2.      Terdapat pengaruh waktu kontak terhadap aktivitas enzim, dimana semakin lama waktu inkubasi semakin efektif kerja dari enzim, namun tidak selamanya semakin lama waktu inkubasi dapat meningkatkan kerja enzim. Enzim akan berhenti bekerja apabila telah mencapai masa jenuhnya. Masa jenuh ini terjadi apabila enzim telah berikatan dengan substrat.



DAFTAR PUSTAKA

·         Alinkolis, J. J. 1989. Candy Technology. The AVI Publishing Co. Westport-Connecticut
·         Antonia, L.H.D dan Toressi, S.I.C. 1999. Amperometric Urea Biosensor Using Polypyrrole with Different Dopants. Brazil : Universidade de Sao Paulo.
·         Avanue, M., 2001, Enzymes: A Primer on Use and Benefits Today and Tomorrow, N.W. Second Floor, Wasington, DC.
·         Chaplin M.F., dan Bucke C., 2004, Enzyme Technology, Cambridge University Press, Cambridge.
·         Ensminger AH. 1994. Foods & Nutrition Encyclopedia. 2nd Edition. Boca raton: CRC Press. Hal:349-350.
·         FAO/WHO Expert Committee on Food Additives. 2001. Evaluation of Certain Food Additives and Contaminants: Fifty-seventh report of the Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives. Roma: World Health Organization Ilmu Pangan. Hal: 32-33 ISBN 92-4-120909-7
·         Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
·         Fauziyah, Begum. 2012. Optimasi Parameter Analitik Biosensor Urea Berbasis Immobilisasi Urease dalam Membran Polianilin. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Maliki Ibrahim.
·         Flodin, N.W. 1997. The Metabolic Rolos, Pharmacology, and Toxicology of Lysine. J. Amcoll Nutr. 16:7-12.
·         Gaman, P.M. dan Sherington. 1992.. PAU Institut Pertanian Bogor, Bogor.
·         Gaonkar, A. G. 1995. Inggredient Interactions Effects on Food Quality. Marcell Dekker, Inc., New York.
·         Harper, 2003. Harper’s BioĐheŵistry 25 EditioŶ, ISBN: 979-448-593-4. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
·         Huang, C. P, Li, Y. K., Chen, T. M. 2007. A highly sensitive system for urea detectionby using CdSe/ZnS core – shell quantumdots. Biosensors and Bioelectronics. Vol 22: 1835-1838.
·         Hui, Y. H. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. Volume II. John Willey and Sons Inc, Canada
·         Imeson, A. 1999. Thickening and Gelling Agent for Food. Aspen Publisher Inc, New York
·         Ketaren, K.S. 1998. Teknologi Pengolahan Kedelai. Pustaka Sinar Utama, Jakarta.
·         Khairi. 2003. Pembuatan Biosensor Urea Dengan Transduser   Tembaga. Jurnal Sains Kimia Vol 7, No.2, 2003: 40-43.
·         Kuswandi, Bambang. 2010. Biosensor dan Sensor. Jember: Universitas Jember Press.
·         Mulyani, N.S., Asy’ari, M., dan Prasetiyoningsih, H., 2009, Penentuan Konsentrasi Optimum Oat Spelt Xylan pada Produksi Xilanase dari Aspergillus niger dalam Media PDB (Potato Dextrose Broth), J. Kim. Sains & Apl., No. 1, Vol. XII, Hal. 1-9, Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia FMIPA UNDIP, Semarang
·         Nurhalim, M. Shahib.2005. Biologi Molekuler. Bandung: Universitas Padjajaran.
·         Somaatmadja. 1964. Kedelai. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor.
·         Stephen, A. M. and S. C. Churms. 1995. Food Polysaccarides and Their Applications. Marcell Dekker, Inc, New York.
·         Sumner, J.B. 1926. Urease. http://www.britannica.com/eb/article-9074458/urease#74436.hook
·         Sunarya, Yayan. 2012. Kimia Dasar 2. Yrama Widya : Bandung.
·         Suprapto. 1997. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.
·         Tranggono, S., Haryadi, Suparmo, A. Murdiati, S. Sudarmadji, K. Rahayu, S. Naruki, dan M. Astuti. 1991. Bahan Tambahan Makanan (Food Additive). PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta
·         Wirahadikusumah, M.. 1991. Teknologi Amobilisasi Kimiawi untuk Meningkatkan Manfaat Enzim dalam Bioteknologi, Jurusan Kimia, ITB.
·         Wolf, W.J. 1975. Lipoxygenase and Flavour of Soybean Protein Product. J. Agr. Food Chem 23:136-139.

·         Yangel, O. 2004. Food Legume. Tropical Product Institut, Lodon.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar