PRAKTIKUM
ANALISA KIMIA AIR
Analisa
Kualitas Air Sungai Brantas Hilir Kabupaten Sidoarjo
Dosen Pengampu Analisa Kimia Air
Khoirun Nisyak, S.Si., M.Si
Yulianto Ade Prasetya, S.Si., M.Si
Disusun oleh:
Kelompok I
1. Ani Mei Munasari (15010100002)
2. Merinsa Chorry Hartono (15010101009)
3. Rizki Nur Hidayat (15010100011)
4. Yesi Eka Nur kumala Dewi (15010102015)
PROGRAM STUDI D III
ANALIS KESEHATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
RUMAH SAKIT ANWAR MEDIKA
SIDOARJO
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Air merupakan kebutuhan
utama bagi proses kehidupan di bumi, sehingga tidak ada kehidupan seandainya di
bumi tidak ada air. Air
yang relatif bersih sangat didambakan oleh manusia,baik untuk keperluan hidup
sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk kebersihan sanitasi
kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya. Air yang kualitasnya
buruk akan mengakibatkan
lingkungan hidup menjadi buruk sehingga akan mempengaruhikesehatan dan
keselamatan manusia serta mahluk hidup lainnya. Penurunan kualitas air akan
menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukungdan daya tampung
dari sumberdaya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumberdaya
alam.
Salah satu kekayaan sumberdaya air
adalah sungai.
Sungai merupakan sebuah fenomena alam yang terbentuk secara alamiah.Fungsi
sungai adalah sebagai penampung, penyimpan irigasi dan bahan baku air minum bagi sejumlah
kota disepanjang alirannya. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem aquatic yang
mempunyai peran penting dalam daur hidrologi danberfungsi sebagai daerah
tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya, sehingga
kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristikyang dimiliki oleh
lingkungan di sekitarnya.
Sungai juga merupakan tempat yang mudah
dan praktis untukpembuangan limbah, baik padat maupun cair, sebagai hasil dari
kegiatan rumahtangga, industri rumah tangga, garmen, peternakan, perbengkelan,
dan usaha-usahalainnya.
Dengan adanya pembuangan berbagai jenis limbah dan sampah yang mengandung
beraneka ragam jenis bahan pencemar ke badan-badan perairan, baik yang
dapat terurai maupun yang tidak dapat terurai akanmenyebabkan semakin berat
beban yang diterima oleh sungai tersebut. Jikabeban yang diterima oleh sungai
tersebut melampaui ambang batas yangditetapkan berdasarkan baku mutu, maka
sungai tersebut dikatakan tercemar, baiksecara fisik, kimia, maupun biologi.
Sungai Brantas merupakan salah satu sungai di Jawa Timur,
terpanjang kedua di Pulau Jawa setelah Bengawan Solo. Sungai Brantas bermata
air di Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu,
yang berasal dari simpanan air
Gunung Arjuno, kemudian mengalir ke Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri,
Jombang dan Mojokerto.Di Kabupaten Mojokerto
sungai ini bercabang dua manjadi Kali Mas (ke
arah Surabaya) dan Kali Porong (ke
arah Porong, Kabupaten Sidoarjo).Sungai Brantas
memiliki fungsi yang sangat penting bagi Jawa Timur mengingat 60% produksi padi
berasal dari areal persawahan di sepanjang aliran sungai ini. Akibat
pendangkalan dan debit air yang terus menurun sungai ini tidak bisa dilayari
lagi. Fungsinya kini beralih sebagai irigasi dan bahan baku air minum bagi
sejumlah kota disepanjang alirannya.
Badan Lingkungan Hidup Jawa Timur pada tahun 2016 menyebutkan penyebab tercemarnya air Sungai Brantas,
didominasi oleh limbah domestik. Hal
inilah yang menjadikan kondisi
air sungai Brantas sekarang
ini dalam status
waspada karena pencemaran air Sungai Brantas makin hari makin mengkhawatirkan dengan
faktor utama berasal dari limbah domestik yaitu limbah rumah tangga. Setiap tahun selalu dilakukan
penelitian dan pengujian kualitas air Sungai Brantas. Ada 30 titik pantau yang diuji, yaitu mulai dari bawah jembatan Desa Pendem, di
Kecamatan Junrejo, Kota Batu sampai di bawah jembatan Petekan di Kota Surabaya.
Hasilnya limbah domestik menjadi
penyebab terbesar terjadinya
pencemaran. Limbah
domestik itu, di antaranya tinja, bekas air cucian dapur dan kamar mandi,
termasuk sampah rumah tangga selalu dibuang ke sungai. Selain itu yang menjadi
penyebab pencemaran air Sungai Brantas adalah limbah
peternakan, industri, dan limbah pertanian. Dilihat dari kandungan Dissolve Oksigen (DO), nilainya di
bawah 4 mg/liter. Dampaknya makhluk hidup di aliran Sungai Brantas banyak yang
mati. Hal itu banyak terjadi di kawasan tengah hingga hilir Sungai Brantas di
Kota Surabaya. Bila dilihat dari Biologi Oksigen Demand (BOD) dan Chemical
Oksigen Demand (COD). Dua indikator seluruhnya di bawah standar. Tidak
terkecuali dengan Fecal Coli mencapai 5-10 ribu mg/liter (BLH Provinsi
Jatim, 2016).
Sidoarjo
merupakan salah satu kabupaten dipropinsi Jawa Timur yang letaknya sangat
strategis dan berbatasan dengan 4 ibukota kabupaten/kotamadya, yaitu Kota
Surabaya (timur), Kabupaten Pasuruan (selatan), Kabupaten Gresik (utara) dan
Kota Mojokerto (barat). Hal tersebut yang menyebabkan banyaknya lahan perumahan
warga dan perusahaan yang berdiri di sepanjang kabupaten ini. Banyaknya
perusahaan tentu menimbulkan pro dan kontra, yakni di samping banyaknya
lapangan kerja yang tersedia bagi warga sekitar, namun dampak pembuangan
limbahnya yang merugikan banyak pihak dan berujung pembuangan limbah di Sungai
Brantas.
Berdasarkan
fakta tersebut, mengingat pentingnya Sungai Brantas sebagai sumber air minum,
kebutuhan rumah tangga, irigasi dan perikanan warga. Oleh karena itu, dilakukan
penelitian ini untukmengetahui
tingkat pencemaran yang terjadi sebagai upayamewujudkan pemanfaatan sumber daya
air yang berkelanjutan untuk kemakmuran rakyat khususnya bagi warga yang
tinggal di sekitar bantaran hilir sungai Brantas
di Kabupaten Sidoarjo. Selain itu, untuk memenuhi tugas penelitian mata kuliah
Analisa Kimia Air sekitar Sungai Brantas khususnyabagian hilir sungai yang
bermuara di Kali Porong.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,maka dirumuskan
permasalahan penelitian sebagai berikut:
1.
Bagaimana dampak pada perubahan kualitas air secara
fisik, kimia, dan mikrobiologi sebagai akibat pencemaran pada hilir sungai
Brantas di Kabupaten Sidoarjo?
2.
Bagaimana kualitas
air Sungai Brantassebagai sumber air minum dan kebutuhan rumah tangga bagi
warga sekitarbagian hilir sungai Brantas di Kabupaten Sidoarjo?
1.3 Tujuan
Penelitian
1.
Mengetahui
dampak pada perubahan kualitas air secara fisik,
kimia, dan mikrobiologi sebagai akibat pencemaran pada hilir sungai Brantas di
Kabupaten Sidoarjo
2. Mengetahui kualitas air Sungai Brantas sebagai sumber air minum dan
kebutuhan rumah tangga bagi warga sekitarbagian hilir sungai Brantas di
Kabupaten Sidoarjo
1.4
Manfaat Penelitian
1.
Bagi pemerintah daerah,
informasi ini dapat digunakan sebagai bahanpertimbangan atau acuan dalam
memformulasi kebijakan dalampengendalian pencemaran yang terjadi di Hilir Sungai Brantas Kabupaten Sidoarjo.
2.
Sebagai bahan
pertimbangan bagi upaya pemeliharaan dan pemanfaatan untuk warga sekitar Hilir Sungai Brantas Kabupaten
Sidoarjo.
3.
Memberikan data dan
informasi awal bagi para peneliti untukmelaksanakan penelitian lanjutan.
BAB
II
TINJUAN
PUSTAKA
2.1 Pencemaran
Air
Pencemaran adalah suatu penyimpangan dari
keadaan normalnya. Jadi pencemaran air adalah suatu
keadaan air yang
telah mengalami penyimpangan dari keadaan normalnya. Keadaan normal air masih tergantung pada faktor
penentu, yaitu kegunaan air itu sendiri dan asal sumber air (Wardhana, 2004). Menurut Cottam (1969)mengemukakan
bahwa pencemaran air adalah bertambahnya suatu material atau bahan dan setiap
tindakan manusiaakan
mempengaruhi kondisi perairan sehingga dapat merusak daya guna perairan. Industri pertambangan dan
energi mempunyai pengaruh besar terhadap perubahan lingkungan karena mengubah
sumber daya alam menjadi produk baru dan menghasilkan limbah yang mencemari
lingkungan (Darsono, 1992).
Kumar(1977) berpendapat bahwa air dapat
tercemar jika kualitas atau komposisinya
baik secara langsung atau tidak langsung berubah oleh aktivitas manusia
sehingga tidak lagi berfungsi sebagai air minum, keperluan rumah tangga,
pertanian, rekreasi atau maksud lain sepertisebelum tercemar.Polusi air merupakan
penyimpangan sifat air dari keadaan normal.Ciri-ciri yang mengalami polusi
sangat bervariasi tergantung dari jenis
dan polutan atau komponen yang mengakibatkan polusi (Sumengen, 1987).
2.1.1 Penyebab Pencemaran di dalam
Perairan
Perkembangan penduduk dan kegiatan
manusia telah meningkatkan pencemaran sungai-sungai, terutama sungai
– sungai yang melintasi daerah perkotaan dimana sebagian air
bekas kegiatan manusia dibuang ke
sistem perairan yang sedikit atau tanpa pengolahan sama sekali terlebih dahulu.
Hal ini menyebabkan penurunan kualitas air sungai (Darsono, 1992).
Penyebab pencemaran air berdasarkan
sumbernya secara umum dapat dikategorikan sebagai sumber kontaminan langsungdan
tidak langsung. Sumber langsung meliputi effluent yang keluar dari industri, TPA (Tempat Pemrosesan Akhir
Sampah), dan sebagainya. Sumber tidak langsung yaitu kontaminan yang memasuki
badan air dari tanah, air tanah, atau atmosfer berupa hujan.Tanah dan air tanah
mengandung sisa dari aktivitas
pertanian seperti pupuk dan
pestisida. Kontaminan dari atmosfer juga berasal dari aktivitas manusia yaitu
pencemaran udara yang menghasilkan hujan asam. Penyebab pencemaran air dapat
juga digolongkan berdasarkan aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, yaitu limbah yang berasal dari industri, rumah tangga, dan pertanian
(Suriawiria, 1996).
Beberapa
jenis pencemar dan sumber pencemar yang dikemukakan oleh Davis dan Cornwell,
1991 dalam Effendi (2003), secara ringkas seperti terlihat pada table 2.1
2.1.2 Limbah
Limbah adalah buangan yang dihasilkan
dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Limbah
yang dihasilkanberupa sampah air kakus (blackwater), dan air buangan dari
berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water). Menurut
Undang-undangNomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Kementerian
Negara Lingkungan Hidup, 2009), limbah didefinisikan sebagai sisa suatu
usaha dan/atau kegiatan.
Limbah cair adalah air yang membawa
sampah (limbah) dari rumah, bisnis dan industri. Limbah adalah sampah cair dari
suatulingkungan masyarakat dan terutama
terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan
hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat
organik dan anorganik. Pelimbahan akan berbeda kekuatan dan komposisinya dari
suatu kota ke kota yang lain disebabkan oleh perbedaan-perbedaan yang nyata
dalam kebiasaan masyarakat yang berbeda-beda, sifat makanan dan pemakaian air
perkapita. Tidak ada dua jenis sampah yang benar-benar sama.Pelimbahan pada
kota-kota
non industri, kebanyakan terdiri dari sampah domestik yang
murni (Mahida, 1986).
Limbah padat lebih dikenal sebagai
sampah,yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki
nilai ekonomis. Bila ditinjausecara kimiawi, limbahini terdiri dari bahan kimia
senyawa organik dan senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas
tertentu, kehadiran limbah dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perludilakukan penanganan
terhadap limbah. Tingkat bahaya
keracunan yang ditimbulkan oleh limbahtergantung pada jenis dan karakteristik
limbah.
2.1.3 Komponen Limbah Cair
Komponen
limbah cair (Tchobanoglous and Eliassen dalam Soeparman, 2001) antara lain
limbah cair domestik (domestic waste water),
limbah cair industri (industrial waste water), rembesandan luapan
(infiltration and inflow). Limbah cair domestik adalah hasil buangan dari
perumahan, bangunan, perdagangan, perkantoran dan sarana sejenisnya.
Limbahcair domestik mengandung susunan
senyawa organik, baik itu alami maupun sintetis. Senyawa ini masuk ke
dalambadanairsebagai hasil dari aktivitasmanusia. Penyusun14utamanyaberupa polysakarida
(karbohidrat), polipeptida (protein), lemak (fats) dan asam nukleat (nucleic
acid).
2.2 Kualitas Air Sesuai
Kelas
Berdasarkan
kualitas air menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomer 82 tahun
2001 diklasifikasikan menjadi empat kelas :
a.
Kelas satu, air yang
peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan
lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
b.
Kelas dua, air yang
peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut;
c.
Kelas tiga, air yang
peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,
air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
d.
Kelas empat, air yang
peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
2.3 Uji Parameter Kualitas
Air
Beberapa
karakteristik atau indikator
kualitas air yang disarankan untuk dianalisis sehubungan pemanfaatan sumberdaya
airuntuk berbagai keperluan, antara lain parameter fisika, kimia dan biologi
(Effendi, 2003). Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar
adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan
menjadi :
·
Pengamatan secara
fisik, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air
(kekeruhan), perubahan suhu, warna dan
adanya perubahan warna, bau dan rasa.
·
Pengamatan secara kimiawi,
yaitu pengamatanpencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut dan
perubahan pH.
·
Pengamatan secara
biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada
dalam air, terutama ada tidaknya bakteri patogen.
Indikator yang umum digunakan pada
pemeriksaan pencemaran air adalah pH atau konsentrasi ion hydrogen, oksigen
terlarut (Dissolved Oxygen, DO),
kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical Oxygen
Demand, BOD) serta kebutuhan
oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD).
Pemantauan kualitas air pada sungai
perlu disertai dengan pengukuran dan pencatatan debit air agar analisis
hubungan parameter pencemaran air dan debitbadan air sungai dapat dikaji untuk
keperluan pengendalian pencemarannya (Irianto dan Machbub, 2003).
2.3.1 Parameter Fisika
Parameter
fisika adalah suatu parameter
pengujian yang dapat diamati dan diuji secara organoleptis. Parameter fisika
yang di uji dalam percobaan ini adalah :
a. Suhu
Suhu sangat berpengaruh terhadap
proses-proses yang terjadi dalam badan air. Suhu air buangan kebanyakan lebih
tinggi daripada suhu badan air. Hal
inierat hubungannya dengan proses biodegradasi. Pengamatan suhu dimaksudkan
untuk mengetahui kondisi perairan dan interaksi antarasuhu dengan aspek kesehatan habitat dan biota air
lainnya. Kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut
:(1) jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun. (2) kecepatan reaksi kimia
meningkat. (3) kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.(4) jika batas
suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya akan mati (Fardiaz,
1992) .
b. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman merupakangambaran
jumlah atau aktivitas ion hydrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH
menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan.
Perairan dengan nilai pH = 7
adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifatasam, sedangkan pH
> 7 dikatakan kondisi perairan
bersifat basa (Effendi,
2003). Adanya karbonat,
bikarbonat dan hidroksida akan menaikkan kebasaan air, sementara adanya asam – asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman suatu perairan. Sejalan dengan
pernyataan tersebut, Mahida (1986)
menyatakan bahwa limbah buanganindustri dan rumah tangga dapat
mempengaruhi nilai pH perairan. Nilai pH dapat mempengaruhi spesiasi senyawa kimia dan toksisitas dari unsur-unsur renik yang terdapat di perairan,
sebagai contoh H2S yang bersifat toksik banyak ditemui di perairan
tercemar dan perairan dengan nilai pH rendah.
c. Salinitas
Salinitas
adalah tingkat keasinan atau kadar garam
terlarut dalam air.
Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah, Istilah teknik untuk
keasinan lautan disebuthalinitas,
didasarkan bahwa halida-halida terutama klorida merupakan anion
yang paling banyak dari elemen-elemen terlarut. Dalam oseanografi,
halinitas biasa dinyatakan bukan dalam persen tetapi dalam “bagian perseribu” (parts
per thousand , ppt) atau permil (‰), kira-kira sama dengan jumlah gram
garam untuk setiap liter larutan. Sebelum tahun 1978, salinitas atau halinitas
dinyatakan sebagai ‰ dengan didasarkan pada rasio konduktivitas elektrik
sampel terhadap "Copenhagen water", air laut buatan yang
digunakan sebagai standar air laut dunia. Pada 1978, oseanografer
meredifinisikan salinitas dalam Practical Salinity Units (psu, Unit
Salinitas Praktis): rasio konduktivitas sampel air laut terhadap larutan KCL
standar. Rasio tidak memiliki unit, sehingga tidak bisa dinyatakan bahwa 35 psu
sama dengan 35 gram garam per liter larutan (Lewis,
1980)
2.3.2 Parameter Kimia
Parameter
kimia merupakan parameter yang
memerlukan pengujian berdasarkan atas terjadinya suatu reaksi kimia. Parameter
Kimia yang di uji dalam percobaan ini adalah
:
a. Alkalinitas
Alkalinitas disebabkan oleh
hadirnya bikarbonat (HCO3), karbonat (CO3-),
atau hidroksida (OH-), maka air dikatakan mempunyai alkalinitas.
Pada umumnya alkalinitas disebabkan oleh bikarbonat yang berasal dari larutnya
batu kapur dalam air tanah.Alkalinitas sangat berguna dalam air maupun air
limbah, karena dapat memberikan buffer untuk menahan perubahan pH.
b. Asiditas
Air
alam dan air limbah
rumah tangga umumnya mempunyai buffer dalam bentuk sistem CO2-HCO3,
asam karbonat, H2CO3 tidak bisa dinetralkan secara
sempurna sampai pada pH 8,2 dan tidak akan menahan perubahan pH dibawah 4,5,
sehingga asiditas CO2 akan terjadi rentang pH antara 8,2 – 4,5,
sedangkan asiditas dari mineral (hampir semuanya akibat dari limbah industri)
terjadi dibawah 4,5, seperti alkalinitas, asiditas juga dinyatakan dalam mg/l
CaCO3.
c. Kesadahan
Kesadahan adalah sifat air yang
dapat mencegah pembentukan busa dalam pemakaian sabun dan dapat menimbulkan
kerak dalam peralatan-peralatan yang berhubungan dengan pemakaian air
panas.Kesadahan terutama disebabkan oleh ion-ion Ca2+dan
Mg2+,
walaupun sebenarnya Fe2+
dan Cr2+
juga menimbulkan kesadahan.Hadirnya kesadahan biasanya dikaitkan dengan HCO3-,
SO42-, Cl-, dan NO3-. Kesadahan tidak
membahayakan kesehatan, namun sangat merugikan, yaitu dapat mengakibatkan
pemborosan dalam pemakaian sabun dan pemakaian bahan bakar pemanas air serta
kerusakan peralatan yang menggunakan air panas.Kesadahan dinyatakan dengan
satuan mg/l CaCO3 dan dibagi dalam dua macam, yaitu kesadahan
karbonat (metal dengan HCO3-) dan Kesadahan non karbonat
(metal dengan SO42-, Cl-, dan NO3-).
d. Khlorida
Khlorida
adalahpenyebab rasa payaudalam air dan merupakan indikator pencemaran dari air
limbah rumah tangga, mengingat khlorida berasal dari urine manusia. Batas rasa
asin untuk Cl- ini adalah 250 – 500 mg/l, walaupun sampai 1500 mg/l
sebenarnya belum membahayakan kesehatan manusia
e. Kebutuhan Oksigen
Senyawa-senyawa organik
pada umumnya tidak stabil dan mungkin saja teroksidasi secara biologis atau
kimiawi menjadi bentuk yang lebih sederhana atau stabil. Indikator adanya zat
organik dalam air limbah dapat diperoleh dengan cara mengukur jumlah kebutuhan
oksigen yang diperlukan untuk menstabilkannya dan dapat dinyatakan dengan
parameter BOD, Angka Permanganat, atau COD.
f.
Sulfur (S)
Sulfida adalah
suatu bentuk ion dari sulfur dimana satu ion sulfur tersebut membutuhkan 2
elektron lagi pada kulit terluarnya untuk mencapai kestabilannya. Karena
membutuhkan 2 ion lagi maka dilambangkan S2ˉ. contoh senyawa sulfida
yaitu H2S (Asam Sulfida). Sulfida merupakan salah satu toksikan yang
dapat dihasilkan dari industri penyamakan kulit, pengilangan minyak, industri
gula dan beberapa industri lainnya. H2S merupakan salah satu gas yang sangat
berbahaya, menempati kedudukan kedua setelah
Hidrogen Sianida (HCN) dan dengan tingkat racun yang sangat tinggi lima
sampai enam kali lebih beracun dari karbon monoksida. Dapat larut dalam air
maupun Hidrogen cair (Apriyanti, 2008).
g.
Sulfat (SO42-)
Sulfat
merupakan sejenis anion poliatom dengan rumus SO42- yang
memiliki massa molekul 96,06 satuan massa atom. Ion sulfat terdiri dari atom
pusat sulfur yang dikelilingi oleh empat atom oksigen dalam susunan
tetrahedral. Ion sulfat bermuatan negatif dua dan merupakan basa konjugat dari
ion hidrogen sulfat (bisulfat), HSO4-, yang merupakan
basa konjugat dari asam sulfat, H2SO4 Sulfat secara
luas terdistribusi di alam dan dalam air alam, terutama dalam air limbah
industri. Salah satunya adalah air buangan limbah industri kertas dan
pertambangan yang memiliki kadar sulfat yang tinggi karena oksidasi dari pirit.
Konsentrasi sulfat di dalam air alam umumnya terdapat dalam jumlah yang sangat
besar (Aprianti, 2008).
h.
Nitrogen
Nitrogen
merupakan elemen penting, karena reaksi biologi dapat berlangsung hanya jika
tersedia nitrogen yang cukup. Nitrogen hadir di alam dalam 4 senyawa pokok :
1). Nitrogen-Organik, yaitu nitrogen yang berupa protein asam amino dan urea;
2). Nitrogen Amonia, yaitu nitrogen dalam bentuk senyawa garam amonium,
misalnya : (NH4)2CO3, atau sebagai amonia
bebas; 3). Nitrogen Nitrit, yaitu nitrogen dalam bentuk nitrit yang merupakan
hasil oksidasi sementara (akan segera berubah menjadi nitrat) dan pada umumnya
ditemukan dengan konsentrasi rendah; dan 4). Nitrogen Nitrat, yaitu merupakan
hasil oksidasi akhir dari nitrogen.Konsentrasi nitrogen untuk masing – masing bentuk senyawanya yang
saling berhubungan dapat memberikan petunjuk yang berguna terhadap sifat-sifat
dan daya cemar suatu sampel air atau limbah cair.Sebelum dilakukan analisis
bakteriologi, kualitas air seringkali diperkirakan atas dasar nitrogennya. Air
yang mengandung nitrogen organik dan nitrogen amonia dengan konsentrasi tinggi
serta NO2-N dan NO3-N dengan konsentrasi rendah akan
dianggap berbahaya (tidak aman), karena keadaan demikian menunjukkan
bahwa pencemaran sedang berlangsung.
2.4.
Fosfat (PO4)
Keberadaan fosfor dalam perairan
adalah sangat penting terutama berfungsi dalam pembentukan protein dan
metabolismebagi organisme. Fosfor
jugaberguna di dalam transfer energi di dalam sel misalnya adenosine trifosfate
(ATP) dan adenosine difosfate(ADP) (Boyd, 1982)
Menurut Peavy et al. (1986),
fosfatberasal dari deterjen dalam limbah cair dan pestisida serta insektisida
dari lahan pertanian. Fosfat terdapat
dalam air alamatau air limbah sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat dan fosfat
organis. Setiap senyawa fosfattersebut terdapat dalam bentuk terlarut,
tersuspensi atau terikat di dalam sel organisme dalam air. Di daerah
pertanian ortofosfatberasal dari bahan
pupuk yang masuk ke
dalam sungai melalui
drainase dan aliran air hujan. Polifosfat dapat memasuki sungai melaui
air buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan detergen yang
mengandung fosfat,seperti industri pencucian, industri logamdan sebagainya. Fosfat organis terdapat dalam air
buangan penduduk (tinja) dan sisa makanan.
Menurut Boyd
(1982), kadar fosfat (PO4) yang diperkenankan dalam
air minum adalah 0,2 ppm. Kadar
fosfat dalam perairan
alami umumnya berkisar antara
0,005-0,02 ppm. Kadar fosfat melebihi 0,1ppm, tergolong perairan yang eutrof.
2.4
Parameter
Mikrobiologi
Bakteri
yang umum digunakan sebagai indikator tercemarnya suatu badan air adalah
bakteri Escherichia coli, yang merupakan salah satu
bakteri yang tergolong koliform dan hidup normal di dalam
kotoran manusia dan
hewan sehingga disebut juga Faecal coliform. Faecal
coliform adalah anggota dari coliform yang mampu memfermentasi laktosa
pada suhu 44,50C dan merupakan bagian yang paling dominan (97%) pada tinjamanusia
dan hewan (Effendi, 2003). Menurut
Alaerts dan Santika (1994) menyatakan bahwa Faecal
coliform merupakan bakteri petunjuk adanya pencemaran tinja yang paling
efisien, karena Faecal coliform hanya
dan selalu terdapat dalam tinja
manusia. Jika bakteri tersebut terdapat dalam perairan
maka dapat dikatakan perairan tersebut telah tercemar dan tidak dapat dijadikan
sebagai sumber air minum. Bakteri coliformlainnya berasal dari hewan dan
tanaman mati disebut dengan koliform non fecal.
Penghitungan
jumlah bakteri koliform mengikuti prosedur tabung gandadilakukan dalam beberapa
tingkatan yaitu : pengujian perkiraan, pengujian penegasan dan pengujian
lengkap. Pengujian perkiraan merupakan uji pendahuluan untuk
menduga apakah di dalam air terdapat bakteri golongan koli. Pengujian perkiraan
dinyatakan positif jika terbentuk gas pada tabung peragian, tetapi yang positif
pada pengujian ini belum tentu merupakan bakteri golongan koli sebab banyak
bakteri lain yang dapat meragikan laktose dengan menghasilkan gas
sehingga perlu pengujian lanjutan. Pengujian penegasan dilakukan dengan cara
meneruskan pengujian perkiraan yang positif ke dalammedia Brilliant Green
Lactose Bile Broth (BGLB), jika dalam media cair initer bentuk gas berarti
dinyatakan positif. Pengujian Lengkap dilakukan dengan tujuan untuk untuk
meyakinkan terhadap hasil dari pengujian penegasan. Hasil pengujian tersebut
kemudian dapat dilihat pada penentuan MPN (Most Probable Number)
(APHA, 1989).
BAB
III
METODOLOGI
PERCOBAAN
3.1 Waktu
dan tempat sampling
3.1.1
Lokasi 1
Uji : Fisik, Alkalinitas, Asiditas, dan DO
Waktu : 07.34 WIB
Tempat : Jalan Tarik – Prambon, Margobener, Tarik
61265
Lokasi 2
Uji : Fisik, Alkalinitas, Asiditas, dan DO
Waktu : 08.54 WIB
Tempat : Jalan Raya cangkring – Krembung, Sidoarjo
61275
Lokasi 3
Uji : Fisik, Alkalinitas, Asiditas, dan DO
Waktu :10.19 WIB
Tempat : Jalan Kebonagung – Porong, Sidoarjo 61274
3.1.2
Uji kimia
Waktu : Nopember – Desember 2016
Tempat : Laboratorium Kimia Terpadu STIKes RS
Anwar Medika
3.1.3
Uji Mikrobiologi
Waktu : Nopember – Desember 2016
Tempat : Laboratorium Mikrobiologi STIKes RS Anwar
Medika
3.1.4 Uji Fosfatdan Amonia
Waktu
: Nopember – sekarang
Tempat : Laboratorium Kimia Lingkungan Jasa Tirta I
3.2 Tahapan
Percobaan
3.2.1 Sampling Air :
Di Ambil dari 3 Desa Masing-Masing 1 Titik (Margobener, Bulang dan
Kebonagung)
3.2.2 Uji fisik :
Suhu (0C), pH,Salinitas,
3.2.3 Uji Kimia :
Alkalinitas, Asiditas, Amonia, Mg, Ca, COD, DO, Cl, S, SO4, Fosfat,
dan Logam Berat
3.2.4 Uji Mikrobiologi : Uji kuantitatif, Uji MPN
3.3
Prosedur kerja
3.3.1
Uji Fisik
1.
Suhu
Alat :
Termometer, gayung
Bahan :
Air sungai, aquades
Prosedur
Kerja : Air sungai diambil menggunakan gayung kemudian di ukur dengan
menggunakan termometer lalu dicatat hasilnya.
2.
pH
Alat : pH meter, gayung
Bahan : Air Sungai, aquades
Prosedur
Kerja : pH meter dibersihkan dengan aquades kemudian air sungai diambil
menggunakan gayung kemudian di ukur dengan menggunakan pH meter lalu dicatat
hasilnya.
3.
Salinitas
Alat :
Refraktometer, pipet tetes, gayung
Bahan :
Air sungai, aquades, tissue
Prosedur Kerja
: Aquades diambil dengan pipet tetes, diteteskan pada refraktometer dan
lihat berat jenis menunjukkan 1,000 kemudian dibersikan menggunakan tisu. Selanjutnya diteteskan air
sampel pada refraktometer dan dilihat kadar salinitasnya, lalu dicatat
hasilnya.
3.3.2 Uji Kimia
1. Alkalinitas
Alat :
Buret, labu erlenmeyer, pipet tetes, corong, klem dan statif
Bahan
: Indikator MO. HCl, air sungai
Prosedur
Kerja : Air sungai diambil 10 ml
kemudian dimasukka ke labu erlenmeyer lalu ditambahkan dengan indikator MO 3
tetes setelah itu air sungai ditritasi dengan HCl 0,1 N hingga terjadi
perubahan warna dari orange menjadi merah rose.
2. Asiditas
Alat :
Buret, labu erlenmeyer, pipet tetes, corong, klem dan statif
Bahan : Indikator PP. NaOH, air sungai
Prosedur
Kerja : Air sungai diambil 10 ml kemudian dimasukkan ke labu erlenmeyer lalu
ditambahkan dengan indikator PP 3 tetes setelah itu air sungai dititrasi dengan
NaOH 0,1 N hingga terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah
muda, lalu dicatat hasil titrasi.
3. COD
Alat
: Botol penampung, pipet ukur 50 ml, buret, labu erlenmeyer, pipet
tetes, corong, soxlet, klem dan statif
Bahan : Air sungai, FAS, indikator
feroin
Prosedur
Kerja : Air sungai diambil dengan
menggunakan botol kemudian diambil 10 ml dalam labu leher 3 setelah itu
ditambahkan HgSO4 dan ditambahkan 5 ml kalium dikromat 0,25 N lalu
ditambahkan 15 ml reaksi asam sulfat-perak sulfat sambil didinginkan dalam air
pendingin dan dihubungkan dengan pendingi Liebig dan didihkan diatas hot plate
selama 2 jam, kemudian didinginkan dan dicuci bagian dalam pendingin dengan air
suling hingga volume kurang lebih 70 ml lalu didinginkan sampai temperatur suhu
kamar setelah itu ditambahkan indikator feroin 3-2 tetes lalu ditritasi dengan
larutan FAS 0.1 N sampai berubah menjadi warnah merah kecoklatan dan dicatat
volume FAS yang di perlukan.
4. DO
Alat :
Tabung winkler, pipet ukur 50 ml, buret, corong, labu erlenmeyer, klem dan
statif
Bahan : Air sungai, MnSO4, H2SO4,
alkil azida, amilum, N2SO2
Prosedur:
Air sungai diambil dengan botol winkler di dalam perairan, ditutup rapat dan hindari adanya gelembung serta kontak
dengan udara kemudian ditambahkan 1 ml MnSO4 dan 1ml larutan alkali
iodide, dibuka sedikit tutup botolnya, dan ditempatkan ujung pipet diatas
permukaan larutan lalu tutup segera dan dihomogenkan dengan sempurna kemudian
dibiarkan gumpalan yang ada mengendap selama 10 menit, lalu ditambahkan 1 ml H2SO4
ditutup dan dihomogenkan hingga larut sempurna, kemudian dipipet 50 ml dan
dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan
kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,05
M yang diperlukan dan dihitung nilai DO.
5. Penentuan
Kadar Kalsium (Ca)
Alat :
Buret, labu erlenmeyer, klem dan statif, dan corong
Bahan
: Indikator murexide, KOH 2 M, CaCl2,
dan Na2EDTA 0,01 M
Prosedur
Kerja : dipipet sebanyak 10 ml larutan CaCl2 kemudian dimasukkan ke
dalam erlenmeyer dan ditambahakan KOH 2 M sebnyak 2 ml, lalu ditambahkan
murexide kemudian dititrasi dengan larutan Na2EDTA 0,01 M sampai
terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi ungu dan dicatat volume Na2EDTA
yang dperlukan serta dilakukan titrasi secara triplo.
6. Penentuan
Kadar Magnesium (Mg)
Alat :
Buret, labu erlenmeyer, klem dan statif, spatula logam, dan corong
Bahan : MgCl2, larutan buffer salmiak pH
10, indikator EBT, Na2EDTA
Prosedur
kerja : larutan MgCl2 dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer, lalu ditambahakan larutan buffer salmiak pH 10 sebanyak 1 ml,
kemudian ditambahakan seujung spatula (30 mg) EBT, dititrasi dengan larutan Na2EDTA
0,01 M sampai terjadi perubahan warna dari anggur merah mejadi warna biru,
kemudian dicatat volume Na2EDTA yang diperlukan dan dilakukan
titrasi secara triplo.
7. Klorida
(Cl)
Alat :
Buret, labu erlenmeyer, klem dan statif, pipet volume 10 ml dan corong
Bahan : K2Cr2O42
% , AgNO3 0,05 N, Aquades
Prosedur
kerja : Sampel diambil 10 ml dengan menggunakan pipet volume 10 ml dan
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, ditambahakan larutan K2Cr2O4
ke dalam erlenmeyer. Sampel dititrasi dengan larutan AgNO3 0,05 N
hingga terdapat endapan warna merah yang tidak pudar dan dicatat volume AgNO3
dan dilakukan secara triplo.
8. Penentuan
Kadar Sulfur dan Sulfat
Alat :
Labu erlenmeyer, pipet tetes, corong , batang pengaduk, gelas beaker, krus
porselen, penjepit besi, oven, neraca analitik, gelas arloji, dan desikator.
Bahan : Endapan sampel, larutan BaCl2 1 M
dan kertas saring
Prosedur
kerja : Sampel ditimbang sebanyak 1 gram, dilarutkan ke dalam aquades 50 ml
dalam gelas beaker, kemudian diteteskan larutan BaCl2 ke dalam gelas
beaker secara berlebih hingga terbentuk endapan putih stabil yang tidak larut
dalam aquades kemudian ditimbang kertas saring dan dilipat sesuai petunjuk.
Selanjutnya endapan yang diperoleh disaring dengan corong yang dialasi oleh
kertas saring, disaring endapan hingga larutan menjadi jernih. Dimaukkan kertas
saring pada kurs porselen kemudian dikeringkan pada oven dengan suhu 130 0C
kemudian dimasukkan ke dalm desikator selama 5 menit lalu ditimbang kertas saring yang berisi endapan. Proses dilakukan
sama hingga diperoleh berat konstan.
9. Penentuan
Logam berat
Alat :
Chamber, pinset, pensil, penggaris, gelas ukur, pipakapiler dan kapiler
Bahan : larutan asam asetat : air (1:1),
larutan K2Cr2O7, larutan KI, Larutan baku AgNO3,
larutan baku HgCl2 ,larutan baku PbOAc, Kertas Whatman no.1 dan
sampel .
Prosedur
kerja : Kertas Whatman No.1 diukur denga
ukuran 16 x 27 cm dan ditarik batas sekitar 2 cm dari pinggir kertas, kemudian
kertas dibagi menjadi 6 kolom. Pada kolom ganjil ditotolkan sampel dengan
pipakapiler sebanyak 6 kali dan dikeringkan. Pada kolom genap masing-masing
ditotolkan larutan baku Hg, Pb, dan Ag sebanyak 6 kali serta dikeringkan.
Kertas whatman yang telah ditotolkan sampel dan larutan baku dimasukkan ke
dalam wadah chamber yang berisi 25 ml larutan asam asetat dibanding air,
chamber dijenuhkan dengan cara ditutup rapat dan ditunggu selama 30 menit.
Kertas didiamkan dalam chamber mencapai ¾ bagian kertas, kemudian kertas
diambil dan dikeringkan. Kertas digunting setiap 2 kolom dan disemprot dengan
pereaks pengenal. Larutan Ag disemprot dengan larutan K2Cr2O7akan
menghasilkan noda merah, larutan Pb dan Hg disemprot dengan larutan KI, Pb
menghasilakn noda kuning dan Hg menghasilkan noda merah.
10. Penentuan
kandungan Phospat
Prosedur untuk penentuan kandungan unsur
P total dalam sampel air sungai adalah sebagai berikut:
· Persiapan
air bebas CO2 :Akuadesyang akan digunakan untuk membuat reagen harus
dididihkan terlebih dahulu lalu didinginkan.
· Pembuatan
larutan HCl 25% sebanyak 500 mL : Larutan HCl 25% sebanyak 500 mL dibuat dengan
cara mengambil larutan HCl pekat sebanyak 337,8 mL dan dimasukkan ke dalam labu
ukur 1 L. Kemudian ditambahkan air bebas CO2 hingga tanda batas dan
dikocok hingga homogen.
· Pembuatan
reagen I (amonium molibdat 1%) : Padatan NH4Mo7O24.4H2O
ditimbang sebanyak 1 g, lalu dilarutkan dengan sedikit air bebas CO2 dalam
gelas kimia. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, ditambahkan air
bebas CO2 hingga tanda batas lalu dikocok hingga homogen.
· Pembuatan
reagen II (amonium vanadat 0,5%) : Padatan NH4VO3
ditimbang sebanyak 0,5 g dan ditambah dengan larutan HNO3 pekat
sebanyak 7 mL. Kemudian campuran dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL,
ditambahkan air bebas CO2 hingga tanda batas lalu dikocok hingga
homogen.
· Pembuatan
reagen campuran : Reagen I dan reagen II dicampur dengan volume masing-masing
sebanyak 100 mL. Reagen ini harus digunakan dalam keadaan segar, tidak dapat
dipakai lebih dari 1 malam.
· Pembuatan
larutan induk P 2000 ppm : Padatan KH2PO4 dikeringkan
terlebih dahulu pada suhu 105 oC selama 2 jam, kemudian ditimbang
sebanyak 4,3871 g. Padatan KH2PO4 dilarutkan dengan
sedikit air bebas CO2 dalam gelas kimia. Larutan KH2PO4
dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL, ditambahkan air bebas CO2
hingga tanda batas lalu dikocok hingga homogen.
· Pembuatan
larutan standar P
1. Standar
0 :Larutan HCl 25% diambil sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100
mL yang telah berisi sedikit air bebas CO2. Air bebas CO2
ditambahkan ke dalam labu ukur hingga tanda batas lalu dikocok hingga homogen.
2. Standar
500 ppm : Larutan standar induk P 2000 ppm diambil sebanyak 25 mL dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Kemudian ditambahkan 10 mL larutan HCl
25% dan air bebas CO2 hingga 100 mL, lalu dikocok hingga homogen.
3. Standar
0-500 ppm : Larutan standar induk P 500 ppm masing-masing diambil sebanyak 0;
0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 mL. Masing-masing larutan dimasukkan ke dalam labu
ukur 10 mL dan ditambahkan dengan larutan standar 0 hingga tanda batas lalu
dikocok hingga homogen.
·
Persiapan sampel :
Pupuk yang telah dihaluskan, ditimbang teliti sebanyak 0,2500 g dan dimasukkan
ke gelas kimia 100 mL. Larutan HCl 25% sebanyak 10 mL ditambahkan ke dalam
gelas kimia. Campuran larutan dipanaskan pada hot plate sampai larut sempurna, mendidih selama 10 menit. Campuran
larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan air bebas CO2
ke dalam labu ukur lalu ditunggu hingga dingin, kemudian ditambahkan air bebas
CO2 hingga tanda batas serta dikocok hingga homogen. Larutan
dibiarkan semalam atau jika perlu disaring untuk mendapatkan ekstrak jernih
dengan cepat.
·
Penentuan Panjang
Gelombang Absorbansi Maksimum : Larutan standar P 50 ppm diambil sebanyak 1 mL
dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Reagen campuran ditambahkan ke dalam
larutan standar P sebanyak 9 mL, lalu dikocok hingga homogen. Absorbansi larutan
standar P diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 390-470 nm.
·
Pembuatan Kurva Baku P
: Deret larutan standar P masing-masing diambil sebanyak 1 mL ke dalam tabung
reaksi. Reagen campuran ditambahkan ke dalam larutan standar P masing-masing sebanyak
9 mL, lalu dikocok hingga homogen. Absorbansi larutan standar P diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 410 nm.
·
Penentuan Kandungan P
Total dalam Sampel : Ekstrak jernih atau filtrat dari sampel air sungai diambil
sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Reagen campuran
ditambahkan ke dalam filtrat sampel sebanyak 9 mL, lalu dikocok hingga homogen.
Larutan sampel diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 410 nm.
3.3.3
Parameter Mikrobiologi
1. Uji
kualitatif
Alat : Tabung reaksi, rak tabung reaksi, bunsen,
jarum ose, pipet ukur 1 ml, pipet ukur 10ml dan mikropipet
Bahan
: medium fermentasi laktosa cair (3 g ekstrak daging, 5 g pepton, 5 g laktosa,
NaCl), komposisi medium BGLBB (Brilliant Green LactoseBille Broth) , 10
g pepton, 3,5 g K2HPO4,
5 g laktosa.
Prosedur
Kerja : Sebelum
pemeriksaan, terlebih dahulu dilakukan pembuatan medium fermentasi laktosa cair
dengan mencampur bubuk laktosa dan akuades sampai homogen lalu dipanaskan
sampai larut dengan sempurna. Kemudian dilakukan tes pH, setelah itu baru
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang di dalamnya berisi tabung durham, sebelum
digunakan disterilisasi terlebih dahulu dengan menggunakan autoclave
pada suhu 121o C
selama 15 menit. Medium BGLBB (Brilliant
Green Lactose Bile Broth) dibuat dengan mencampur bubuk BGLBB dengan akuades sampai
homogen lalu, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah
berisi tabung durham, lalu disterilisasi dengan menggunakan autoclave pada
suhu 121o C
selama 15 menit sebelum digunakan. Uji ini terdiri dari uji dugaan, uji
penegasan dan uji pelengkap (Fardiaz, 1992).
2. Total
MPN
Cara penghitungan untuk bakteri
golongan koli dan bakteri koli tinja adalah sama. Jumlah tabung
yang positif dari pengujian perkiraan, penegasan danpengujian lengkap pada
pengujian bakteri golongan koli prosedur tabung ganda merupakan suatu
kombinasi dan dinyatakan dengan istilah MPN (Most ProbableNumber) atau
JPT (Jumlah Perkiraan Terdekat ). Apabila sampel diencerkandalam beberapa
desimal, maka perhitungan jumlah golongan bakteri coli sebagaiberikut :
Pengenceran yang dilakukan lebih
dari 3 seri pengenceran maka perhitungan hasil adalah sebagai berikut :
3.4
Lokasi
Penelitian
4.
Lokasi pengambilan
|
TITIK 1
|
TITIK 2
|
TITIK 3
|
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Keterangan :
-
Titik
1 : Mergobener (S 7028’7’’ E 112031’52’’)
-
Titik
2 : Bulang (S 7029’41’’ E 112036’20’’)
-
Titik
3 : Kebonagung (S 7033’28’’ E 112040’7’’)
BAB IV
HASIL dan PEMBAHASAN
4.1 Tabel Pengamatan Parameter Uji
4.2 Pembahasan
4.2.1
Penentuan Kualitas Air Sungai
Menetapkan kelayakan kualitas air sungai dilakukan
denganmembandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air
dengannilai baku mutu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI), SK MENKES NO.
907/MENKES/SK/VII/2002, Permenkes
No. 492 Tahun 2010, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 Tahun 2013 (Pemerintah Provinsi Jatim, 2013), tentang Baku Mutu Air
Limbah Bagi Industri dan/atau Kegiatan Usaha Lainnya.
4.2.2
Analisa Parameter Fisik
a.
Suhu
Suhu
air merupakan derajat panas air yang dinyatakan dalam satuan panas derajat
celcius. Suhu air akan mempengaruhi reaksi kimia dalam pengolahan dan
penerimaan masyarakat akan air tersebut, terutama jika suhunya sangat tinggi.
Suhu yang ideal adalah 500F-600F atau 100C-150C.
tetapi iklim setempat, kedalaman pipa-pipa saluran air, dan jenis sumber air
akan mempengaruhi suhu. Selain itu, suhu air juga mempengaruhi secara langsung
toksisitas banyak bahan kimia pencemar, pertumbuhan mikroorganisme dan virus
(Sutrisno, 2004).
Suhu maksimal yang diperbolehkan
sesuai SK MENKES NO. 907/MENKES/SK/VII/2002 adalah ± 30C suhu udara. Berdasarkan Peraturan tersebut, suhu udara pada saat
pengujian adalah 300C dan suhu perairan di Desa Mergobener, Bulang dan
Kebonagung berturut-turut 290C, 300C, dan 300C. Artinya antara suhu udara dan suhu perairan masih dalam
ambang batas normal.
b.
pH
Derajat keasaman
(pH) merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan asam
atau basa sesuatu larutan. Sebagai satu faktor linkungan yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan atau kehidupan mikroorganisme dalam air, secara
empirik pH yang optimum untuk tiap spesifik harus ditentukan. Kebanyakan
mikroorganisme tumbuh terbaik pada pH 6,0-8,0 meskipun beberapa bentuk
mempunyai pH optimum rendah 2,0 (Thiobactillus thiooxidans) dan lainnya punya
pH optimum 8,5 (Alcaligenes faecalis). Pengetahuan pH ini sangat diperlukan
dalam penentuan range pH yang akan diterapkan pada usaha pengelolaan air bekas
yang menggunakan proses-proses biologis. Pengaruh yang menyangkut aspek kesehatan
dari penyimpangan standar kualitas air minum dalam pH ini yaitu bahwa pH yang
lebih kecil dari 6,5 dan lebih besar dari 9,2 akan dapat menyebabkan korosi
pada pipa-pipa air dan menyebabkan beberapa senyawa menjadi racun, sehingga
mengganggu kesehatan (Sutrisno, 2004).
Kadar pH maksimal yang diperbolehkan sesuai Peraturan
Gubernur Jawa Timur
No. 72Tahun
2013 adalah 6,0 – 9,0.
Berdasarkan Peraturan tersebut, suhu udara pada saat pengujian sampel air
sungai di Desa MG, BL dan KA berturut-turut 7,5 7,2 dan 7,4. Artinya antara pH
air di ketiga desa masih dalam ambang baku normal.
c.
Salinitas
Salinitas adalah konsentrasi total ion
yang ada diperairan. Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air.
Salinitas dinyatakan dalam satuan g/kg atau promil (‰). Nilai salinitas
perairan tawar biasanya kurang dari 0,5‰, perairan payau antara 0,5‰-30‰ dan
perairan 30‰-40‰. Pada perairan hipersaline atau sangat asin, nilai salinitas
dapat mencapai kisaran 40‰-80‰. Pengukuran salinitas bersamaan dengan
pengukuran konduktivitas dan total padatan terlarut (TDS), dengan menggunakan
konduktometer. Elektroda konduktometer dimasukkan pada sampel air, sehingga
pada layar muncul angka yang menunjukkan nilai konduktivitas .nilai salinitas
diperoleh dengan cara menekan tombol χ sebanyak 1 kali, sehingga pada layar
konduktometer muncul angka yang menunjukkan nilai salinitas sampel air.
Kadar salinitas maksimal air payau (tawar)
yang diperbolehkan sesuai SK MENKES NO. 907/MENKES/SK/VII/2002 adalah 0 mg/L - 1,000 mg/L. Berdasarkan Peraturan tersebut, kadar salinitas pada
saat pengujian adalah 300C dan suhu perairan di Desa MG, BL dan KA berturut-turut
1,000, 1,000, dan 1,000. Artinya kadar salinitas sungai Brantas di ketiga desa
masihdalam ambang batas normal.
4.2.3
Analisa Parameter Kimia
a.
Alkalinitas
Alkalinitas adalah
kapasitas air untuk menetralkan asam (acid-neutralizing capacity) atau
kuantitas anion di dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Penyusunan
alkalinitas utama di perairan adalah anion bikarbonat (HCO3-),
karbonat (CO32-) dan hidroksida (OH-).
Alkalinitas dihasilkan dari karbondioksida dan air yang dapat melarutkan
sedimen batuan karbonat menjadi bikarbonat. Kalsium karbonat merupakan senyawa
yang memberi pengaruh terbesar terhadap nilai kesadahan dan alkalinitas di
perairan tawar. Kalsium karbonat bereaksi dengan karbondioksida membentuk
kalsium bikarbonat yang memiliki daya larut lebih tinggi daripada kalsium
karbonat (Cole, 1983). Tingginya kadar karbonat diperairan disebabkan oleh
ionisasi asam karbonat terutama pada perairan yang banyak mengandung
karbondioksida.
Penentuan
alkalinitas dalam sampel air dilakukan dengan metode titrasi asam basa. Prinsip
pengujian alakinitas ini adalah reaksi asam-basa Brownsted-Lowry (serah terima
proton), asam merupakan senyawa yang dapat memberi proton, sedangkan basa
merupakan zat yang dapat menerima proton. Reaksi yang terjadi :
CO32- + H+"HCO3-
HCO3- + H+" CO2 + H2O
Permenkes No. 492 Tahun 2010 Perairan mengandung
alkalinitas ≥20 ppm menunjukkan bahwa perairan tersebut relatif stabil terhadap
perubahan asam/basa sehingga kapasitas buffer atau basa lebih stabil. Selain
bergantung pada pH, alkalinitas juga dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu,
dan kekuatan ion. Nilai alkalinitas alami tidak pernah melebihi 500 mg/liter
CaCO3. Perairan dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu
disukai oleh organisme akuatik karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan
yang tinggi atau kadar garam natrium yang tinggi. Hasil pengujian alkalinitas
(HCO3-) terlarut dalam sampel air sungai Brantas di desa
Mergobener, Bulang, dan Kebonagung berturut – turut 300,00 mg/L, 400,00 mg/L
dan 350,00 mg/L. Berdasarkan nilai tersebut kadar alkalinitas tidak melebihi
baku mutu. Nilai alkalinitas memiliki hubungan dengan pH dan karbondioksida bebas,
karena alkalinitas berperan sebagai sistem penyangga (buffer) agar perubahan pH
di perairan tidak terlalu besar.
b.
Asiditas
Asiditas
adalah kapasitas kuantitatif air untuk bereaksi dengan basa kuat sehingga
menstabilkan pH hingga mencapai 8,3 atau kemampuan air untuk mengikat OH-
untuk mencapai pH 8,3 dari pH asal yang rendah. Semua air yang memiliki pH <
8,5 mengandung asiditas ( Syafila, 2010).
Pada
dasarnya, asiditas (keasaman) tidak sama dengan pH. Asiditas melibatkan dua
komponen, yaitu jumlah asam, baik asam kuat maupun asam lemah (misalnya asam
karbonat dan asam asetat), serta konsentrasi ion hidrogen. Menurut APHA (1976)
dalam Effendi (2003), pada dasarnya asiditas menggambarkan kapasitas
kuantitatif air untuk menetralkan basa sampai pH tertentu, yang dikenal dengan base-neutralizing
capacity (BNC); sedangkan Tebbut (1992) dalam Effendi (2010) menyatakan bahwa pH hanya
menggambarkan konsentrasi ion hidrogen. Reaksi yang terjadi adalah :
H+ + OH- → H2O
|
CO2 + OH- →
HCO3 -
|
HCO3 – + H+
→ H2O + CO2
|
Standar baku mutu yang ditetapkan Permenkes No. 492 Tahun
2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, untuk asiditas adalah kurang dari 500 mg/L. Berdasarkan hasil pengujian asiditas
air Sungai Brantas Sidoarjo di desa Mergobener, Bulang dan Kebonagung berturut
– turut adalah 30 mg/L, 30 mg/L, dan 30 mg/L. Berdasarkan hasil dan literatur
tersebut kadar asiditas ketiga desa masih dalam batas ambang baku mutu. Nilai ini jauh di bawah standar baku yang ditetapkan,
artinya asiditas pada sampel air yang praktikan uji tergolong rendah.
Air yang bersifat asam dapat
mempercepat pengkaratan dari pipa - pipa air, apabila pipa
- pipa tersebut tidak terbuat atau dilindungi bahan tahan
karat.
c.
DO
(Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut adalah gas oksigen
yang terdapat di perairan dalambentuk molekul oksigen bukan dalam bentuk
molekul hidrogenoksida, biasanya dinyatakan
dalam mg/l (ppm) (Darsono, 1992). Oksigen bebas dalam air dapatberkurang bila
dalam air dalam terdapat kotoran/limbah organik yang degradable. Dalam air yang kotor
selalu terdapat bakteri, baik yang aerob maupun yang anaerob.
Bakteri ini akan menguraikan zat organik dalam air menjadi persenyawaan yang tidak
berbahaya. Misalnya nitrogen diubah menjadi persenyawaan nitrat,
belerang diubah menjadi persenyawaan sulfat. Bila oksigen bebas dalam air
habis/sangat berkurang jumlahnya maka yang bekerja, tumbuh dan berkembang adalah
bakteri anaerob (Darsono, 1992)
Kadar DO
(Dissolved Oxygen) maksimal pada perairan menurut SNI 06.6989.14-2004 adalah kurang
dari 6 mg/L. Berdasarkan hasil pengujian DO air Sungai Brantas Sidoarjo di desa
Mergobener, Bulang dan Kebonagung berturut – turut adalah 1,2097 mg/L, 0,8064
mg/L, dan 0,403 mg/L. Berdasarkan hasil dan literatur tersebut kadar DO ketiga
desa masih dalam batas ambang baku mutu, karena ketiga desa jarang terdapat
industri sehingga kadar pencemarannya didapatkan jumlah yang sedikit.
Ibrahim (1982) menyatakan bahwa
kelarutan oksigen di perairanbervariasi antara 7-14 ppm. Kadar oksigen terlarut
dalam air pada sore hari > 20ppm. Besarnya kadar oksigen di dalam air
tergantung juga pada aktivitas fotosintesis
organisme di dalam air. Semakin banyak bakteri di dalam air akan mengurangi jumlah oksigen di dalam air.
Kadar oksigen terlarut di alam umumnya
< 2 ppm. Jika kadar
DO dalam air tinggi maka akan mengakibatkan instalasi menjadi
berkarat, oleh karena itu diusahakan kadar oksigen terlarutnya 0 ppm yaitu melalui
pemanasan (Setiaji, 1995).
d.
COD
Banyak zat organik yang tidak
mengalami penguraian biologis secaracepat berdasarkan pengujian BOD lima hari,
tetapi senyawa-senyawa organictersebut juga menurunkan kualitas air. Bakteri
dapat mengoksidasi zat organicmenjadi CO2
dan H2O.
Kalium dikromat dapat mengoksidasi lebih banyak lagi,sehingga menghasilkan
nilal COD yang lebih tinggi dari BOD untuk air yangsama. Di samping itu
bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat
ikut teroksidasi dalam uji COD. Sembilan puluh enampersen hasil uji COD yang
selama 10 menit, kira-kira akan setara dengan hasil ujiBOD selama lima hari
(Kristianto, 2002).
Kadar COD
(Chemical Oxygen Dissolved) maksimal pada perairan menurut Peraturan
Gubernur Jawa Timur
No. 72
Tahun 2013 adalah 100
mg/L. Berdasarkan hasil pengujian air Sungai Brantas Sidoarjo di desa Mg, Bl
dan Ka berturut – turut adalah 8 mg/L, 8 mg/L, dan 24 mg/L. Berdasarkan hasil
dan literatur tersebut kadar COD ketiga desa masih dalam batas ambang baku
mutu, karena ketiga desa jarang terdapat industri sehingga kadar pencemarannya
didapatkan jumlah yang sedikit. Effendi (2010) menggambarkan COD
sebagai jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik
secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi
secara biologi maupun yang sukar didegradasi menjadi CO2
dan H2O.
e.
Klorida (Cl-)
Klorida (Cl) merupakan unsur
halogen yang memiliki
keelektronegatifan tinggi yang berpengaruh pada kereaktifannya. Klorida (Cl)
mudah membentuk ikatan dengan unsur-unsur yang bermuatan positif misalnya Na+,
sehingga membentuk NaCl yang merupakan suatu senyawa yang tidak beracun.
Tetapi, jika Cl- terikat dengan senyawa organik dan membentuk
senyawa halogen-hidrokarbon (Cl-CH) toksitasnya tinggi karena dapat menimbulkan
kanker, sehingga keberadaannya sebagai senyawa halogen-hidrokarbon di dalam
tubuh sangat berbahaya bagi kesehatan. Klorida (Cl) banyak terkandung dalam air
tanah, terutama air tanah yang mengalami kontak dengan air bekas atau air
limbah rumah tangga (Slamet dkk, 2000).
Berdasarkan SNI 6989.19-2009, Kadar klorida (Cl-)
maksimal di
wilayah perairan adalah 1,5-100 mg/L. Hasil pengujian klorida
(Cl-) dengan metode Argentometri pada air Sungai Brantas Sidoarjo di
desa Mergobener, Bulang dan Kebonagung berturut – turut adalah 1704 mg/L, 816,5
mg/L, dan 671,5 mg/L. Berdasarkan hasil dan literatur tersebut kadar klorida
(Cl-) ketiga desa melebihi ambang baku mutu. Tingginya kadar klorida
pada ketiga desa disebabkan
karena aktivitas produksi industri kertas dalam penggunaan klorin untuk
memutihkan kertas. Kadar klorida
tertinggi berada di aliran sungai
Desa Mergobener sekitar 1704 mg/L sebab letak desa tersebut paling dekat
dengan industri kertas tersebut yakni berjarak sekitar 2 KM dari
lokasi,
kedua disusul oleh desa Bulang dan terakhir adalah desa Kebonagung. Selain karena
limbah industri kertas, dapat disebabkan karena banyaknya warga sekitar yang
masih mempergunakan sungai sebagai tempat buang kotoran dan banyaknya usaha
pencucian motor/mobil di dekat lokasi dapat menambah jumlah klorida dalam air
sungai. Sehingga, karena hal tersebut maka air sungai Brantas tidak dapat dijadikan
sebagai sumber air minum dan tidak layak dijadikan kualitas air nomer I. Konsentrasi klorida yang melebihi ambang batas maksimum diatau standar dapat mengakibatkan timbulnya rasa asin pada
air minum dan merusak pipa-pipa air dengan proses penggaraman dengan Na+
apabila melebihi ambang batas persyaratan air minum (Sutrisno, 2010).
f.
Sulfat (SO42-)
Sulfat secara luas
terdistribusi di alam dan dalam air alam, terutama dalam air limbah industri.
Salah satunya adalah air buangan limbah industri kertas dan pertambangan yang
memiliki kadar sulfat yang tinggi karena oksidasi dari pirit. Konsentrasi
sulfat di dalam air alam umumnya terdapat dalam jumlah yang sangat besar
(Aprianti, 2008).
Penentuan sulfat
dilakukan dengan metode turbidimetri. Pada metode ini digunakan reagen kondisi
dan kristal barium klorida. Prinsipnya yaitu terbentuknya koloid BaSO4 berupa
larutan keruh karena anion sulfat akan bereaksi dengan barium klorida dalam
suasana asam. Larutan ini kemudian diukur dengan menggunakan spektrofotometer
pada panjang gelombang 420 nm (Aprianti, 2008)
SO42- +
BaCl2 → ↓ putih BaSO4 + 2Cl-
Kadar sulfat (SO42- )
maksimum menurut Permenkes No. 492 Tahun 2010 adalah < 250 mg/L. Hasil dari
pengujian sulfat dengan metode gravimetri dari aliran hilir sungai Brantas
Sidoarjo di desa Mergobener, Bulang dan Kebonagung berturut – turut adalah
95,58 mg/L, 139,25 mg/L, dan 131,016 mg/L. Berdasarkan
hasil dan literatur tersebut kadar sulfat (SO42- ) ketiga desa
melebihi ambang baku mutu.
g.
Sulfida (S2-)
Sulfida adalah suatu bentuk ion dari sulfur dimana satu ion sulfur tersebut
membutuhkan 2 elektron lagi pada kulit terluarnya untuk mencapai kestabilannya.
Karena membutuhkan 2 ion lagi maka dilambangkan S2ˉ. contoh senyawa
sulfida yaitu H2S (Asam Sulfida). Sulfida merupakan salah satu
toksikan yang dapat dihasilkan dari industri penyamakan kulit, pengilangan
minyak, industri gula dan beberapa industri lainnya. H2S merupakan salah satu
gas yang sangat berbahaya, menempati kedudukan kedua setelah Hidrogen Sianida (HCN) dan dengan tingkat
racun yang sangat tinggi lima sampai enam kali lebih beracun dari karbon
monoksida. Dapat larut dalam air maupun Hidrogen cair (Apriyanti, 2008).
Kadar sulfida
(SO2- ) maksimum menurut Permenkes No. 492 Tahun 2010 adalah
< 250 mg/L. Hasil dari pengujian sulfat dengan metode gravimetri dari aliran
hilir sungai Brantas Sidoarjo di desa Mergobener, Bulang dan Kebonagung
berturut – turut adalah 31,78 mg/L, 46,3 mg/L, dan 43,46mg/L. Berdasarkan
hasil dan literatur tersebut kadar sulfat (SO42- ) ketiga desa
melebihi ambang baku mutu atau kualitas silfida di dalam sungai masih baik.
Efek yang dapat
ditimbulkan sulfida antara lain dapat mengganggu mata, mengaratkan logam deret
elektrokimia, tidak tampak, memiliki berat jenis yang lebih besar dari udara.
Gas ini dapat melumpuhkan sistem pernafasan dan dapat membunuh dalam sekejap.
Pada konsentrasi rendah H2S memiliki bau yang menyengat seperti telur busuk. Pada
konsentrasi yang tinggi bau tidak dapat cium lagi karena gas tersebut secara
cepat mematikan indra penciuman dan mematikan sistem saraf kita. Gejala-gajala
yang timbul akibat terhirup gas h2s pada konsentrasi yang rendah baik
sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama sebagai berikut: pusing, mual, rasa
melayang, gelisah, mengantuk, batuk-batuk, rasa kering dan nyeri dihidung,
tenggorokan dan dada. Bahaya utama dari gas ini adalah kematian akibat
menghirup. Bilamana jumlah gas yang teresap kedalam sistem peredaran darah
melampaui kemampuan oksidasi dalam darah maka akan menimbulkan keracunan
terhadap sistem saraf . sesak nafas ini terjadi secara singkat dan diikuti
kelumpuhan (praliysis) pernafasan pada
konsentrasi yang lebih tinggi. H2S terbentuk oleh zat-zat organik yang membusuk
dapat ditemukan pada lokasi pengeboran minyak dan gas bumi, geothermal (panas
bumi), pada fasilitas-fasillitas pertambangan dan industri pelokimia, tempat
pengolahan dan pembuangan limbah tempat pembuangan sampah dan fasilitas-fasilitas
lainnya ( Davel, anwar.2007).
h. Kalsium (Ca2+)
Kalsium adalah sebagian dari komponen yang merupakan
penyebab dari kesadahan. Efek yang ditimbulkan yaitu terbentuk lapisan kerak
pada ketel-ketel pemanas air, pada perpipaan dan juga menurunnya efektivitas
dari kerja sabun. Kalsium dalam air sangat diperlukan untuk dapat memenuhi
kebutuhan akan unsur tersebut, yang khususnya diperlukan untuk petumbuhan gigi
dan tulang. Standar persyaratan konsentrasi Ca sebagaimana yang ditetapkan oleh
Departemen Kesehatan R.I. sebesar 75-200 mg/L. Standar yang ditetapkan oleh WHO
inter-regional water study-group adalah sebesar 75-150 mg/L. Konsentrasi Ca
dalam air minum yang lebih rendah dari 75 mg/L dapat menyebabkan tulang rapuh,
sedangkan konsentrasi yang lebih tinggi dari 200 mg/L dapat menyebabkan
korosifitas pada pipa-pipa air (Sutrisno, 2010).
Penentuan kadar kalsium dalam sampel air menggunakan
metode titrasi kompleksometri karena digunakan suatu titran kompleks EDTA yaitu
Na2EDTA. Prinsip pengujiannya adlah pembentukan kompleks berwarna
ungu kebiruan Ca2+ dengan EDTA menggunakan indikator mureksida.
Berdasarkan SNI
06-6989.13-2004
tentang Air dan Air limbah –
Bagian 13 : Cara uji kalsium (Ca) dengan metode titrimetri. Metode ini digunakan untuk penentuan kadar kalsium (Ca) dalam
air dan air limbah dengan metode titrimetri EDTA pada kisaran kadar Ca 100 mg/L
sampai dengan 200 mg/L (100 mg/L – 200 mg/L). Metode ini digunakan untuk contoh uji air yang tidak
berwarna.
Hasil dari percobaan uji kadar kalsium metode titrimetri
pada hilir air sungai Brantas di Sidoarjo diambil di Desa Mergobener, Bulang
dan Kebonagung berturut – turut adalah 9,8 mg/L, 31,36 mg/L, dan 23,54 mg/L.
Berdasarkan hasil dan literatur tersebut kadar kalsium dari ketiga desa tidak
melebihi kadar baku mutu atau tergolong rendah. Apabila kesadahan terlalu rendah secara simultan alkalinitas
juga cenderung rendah ini akan mengganggu penyusunan ikatan antara koloida
dengan aluminat dimana gugus hidrofobik koloida akan tetap melayang dan sukar
bereaksi dengan koagulan mengakibatkan massa atom relatif ringan sehingga sukar
mengendap. Kesadahan yang terlalu tinggi akan menambah nilai pH larutan
sehingga daya kerja aluminat tidak efektif karena ion aluminium yang bersifat
amfoter akan mengikuti lingkungannya dimana akan terbentuk senyawa aluminium
yang sukar mengendap (Tuti, 2004).
i.
Magnesium (Mg2+)
Seperti halnya kalsium, magnesium juga merupakan bagian
dari komponen penyebab kesadahan pada air. Dengan sendirinya efek umum yang
dapat ditimbulkan oleh adanya unsur ini dalam air adalah serupa dengan efek
umum yang dapat ditimbulkan oleh pengaruh kesadahan. Dalam jumlah kecil Mg
dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan tulang akan tetapi dalam jumlah yang
lebih besar dari 150 mg/L dapat menyebabkan rasa mual (Sutrisno, 2010).
Berdasarkan
SNI 06-6989.55-2005 Air dan Air limbah
– Bagian 12 : Cara uji kesadahan total kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dengan
metode titrimetri. Metode ini digunakan untuk penentuan kesadahan total yang
terdapat dalam air dan air limbah dengan metode titrimetri EDTA dengan batas
terendah 5 mg/L.Metode ini digunakan untuk contoh uji air yang tidak berwarna. Hasil dari percobaan uji kadar
magnesium metode titrimetri pada hilir air sungai Brantas di Sidoarjo diambil
di Desa Mergobener, Bulang dan Kebonagung berturut – turut adalah 26,19 mg/L,
26,19 mg/L, dan 23,14 mg/L. Berdasarkan hasil dan literatur tersebut kadar
magnesium dari ketiga desa tidak melebihi kadar baku mutu.
j.
Phospat (PO4)
Menurut Peavy et al. (1986), fosfat
berasal dari deterjen dalam limbah cair dan pestisida serta insektisida dari
lahan pertanian. Fosfat terdapat dalam air alam atau air limbah sebagai senyawa
ortofosfat, polifosfat dan fosfat organis. Setiap senyawa fosfat tersebut
terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau terikat di dalam sel organisme
dalam air. Di daerah pertanian ortofosfat berasal dari bahan pupuk yang masuk
ke dalam sungai melalui drainase dan aliran air hujan. Polifosfat dapat
memasuki sungai melaui air buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan
detergen yang mengandung fosfat, seperti industri pencucian, industri logam dan
sebagainya. Fosfat organis terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa
makanan.
Berdasarkan SNI 06-6989.31-2005 Air dan Air limbah – Bagian 31 : Cara uji kadar fosfat dengan
spektrofotometer secara asam askorbat. Cara
uji ini digunakan untuk penentuan kadar fosfat dengan spektrofotometer secara
asam askorbat dalam contoh air dan air limbah pada kisaran kadar 0,01mg P/L
sampai dengan 1,0 mg P/L pada panajng gelombang 880 nm. Hasil dari percobaan uji kadar fosfat
metode titrimetri pada hilir air sungai Brantas di Sidoarjo diambil di Desa
Mergobener, Bulang dan Kebonagung berturut – turut adalah mg/L, mg/L, dan mg/L.
Berdasarkan hasil dan literatur tersebut kadar fosfat dari ketiga desa tidak
melebihi kadar baku mutu.
k.
Amonia (NH3)
Ammonia dalam air
permukaan dapat berasal dari oksidasi zat organik (HaObCcNd)
secara mikrobiologis yang berasal dari air alam atau air bangunan industri.
Ammonia adalah penyebab iritasi dan korosi, meningkatkan pertumbuhan
mikroorganisme dan mengganggu proses desinfeksi dengan klor. Kandungan amonia
dalam persyaratan kualitas air minum tidak diperbolehkan ada. Ammonia dalam air
dapat menyebabkan timbulnya bau yang tidak sedap. Kadar maksimum ammonia yang
sesuai dengan baku mutu dari SK MENKES NO.
907/MENKES/SK/VII/2002 adalah 1,5
mg/L.
Berdasarkan SNI 06-6989.30-2005 Air
dan Air limbah – Bagian 30 : Cara uji kadar amonia dengan spektrofotometer
secara fenat. Cara uji ini digunakan untuk penentuan kadar amonia dengan spektrofotometer secara fenat dalam contoh air dan air limbah
pada kisaran kadar 0,1mg/L sampai dengan 0,6mg/L NH3-N
pada panjang gelombang 640 mn.
Pengukuran kadar ammonia dengan metode spektrofotometri menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Prinsip pengujian ammonia adalah pembentukan kompleks
ammonia dengan pereaksi Nessler yang membentuk warna kuning yang menandakan
adanya ammonia.
4.2.4
Analisa Parameter Mikrobiologi
Mikroorganisme patogen dalam air dapat
masuk ke dalam tubuh dengan perantaraan air minum atau infeksi pada luka yang
terbuka. Mikroorganism ini umumnya tumbuh dengan baik di dalam saluran
pencernaan keluar bersama feses bakteri ini disebut bakteri coliform. Adanya
hubungan antara tinja dengan coliform,maka bakteri ini dijadikan indikator
alami kehadiran materi fekal. Artinya jika pada suatu substrat atau benda
didapatkan bakteri ini maka langsung ataupun tidak langsung substrat atau benda
tersebut sudah dikenal atau dicemari oleh materi fekal. Selain itu dijelaskan
pula bahwa ada kesamaan sifat dan kehidupan antara bakteri coliform dengan
bakteri lain penyebab penyakit perut, tifus, paratifus, disentri dan kolera.
Oleh karena itu kehadiran bakteri coliform dalam jumlah tertentu didalam sutau substrat
ataupun benda, misalnya air dan bahan makanan sudah merupakan indikator
kehadiran bakteri penyakit lainnya (Murray, 2007).
Kelompok bakteri coliform antara lain Eschericia coli, Enterrobacter aerogenes, dan
Citrobacter fruendii. Keberadaan bakteri ini dalam air minum
juga menunjukkan adanya bakteri patogen lain, misalnya Shigella, yang bisa menyebabkan diare hingga muntaber.
Bakteri coliform dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :
1.
Coliform fekal, misalnya E. coli, merupakan bakteri
yang berasal dari kotoran hewan atau manusia.
2.
Coliform non-fekal, misalnya E. aeroginosa,
biasanya ditemukan pada hewan atau tanaman yang telah mati (Dwidjoseputro,
2005).
Di Indonesia
syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum harus sesuai dengan peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492 Tahun 2010 adalah total coliform per 100 ml air minum adalah 0. Hasil pengujian metode kualitatif (MPN)
hanya dilakukan uji praduga, didapatkan jumlah bakteri pada hilir air sungai
desa Mergobener, Bulang dan Kebonagung masing – masing adalah semua didapatkan
jumlah ≥ 2400/ml. Berdasarkan hasil dan literatur tersebut ialah melebihi
ambang batas standar baku mutu, hal ini dikarenakan ketiga sungai sudah
tercemar oleh limbah dan kotoran manusia. Selain itu, keadaan sungai yang kotor
karena sampah dapat memperburuk kualitas air sungai.
Metode Total Plate Count (TPC) atau hitungan cawan didasarkan pada asumsi
bahwa setiap sel mikroorganisme hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi satu
koloni setelah ditumbuhkan dalam media pertumbuhan yang sesuai. Setelah
diinkubasi, jumlah koloni yang tumbuhdihitung dan merupakan perkiraan dugaan
dari jumlah mikroorganisme dalam suspensi. (Mikapin, 2012). Perhitungan jumlah
sel mikroba per ml dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
sel/ ml (CFU/ml) = jumlah koloni x faktor pengenceran
Berdasarkan perhitungan tersebut, didapatkan jumlah koloni pada pengenceran
10-6 di hilir sungai Brantas Sidoarjo pada desa Mergobener 0 CFU/ml,
desa Bulang 2,9 x 10-5
CFU/ml dan di desa Kebonagung 0 CFU/ml. Koloni pengenceran 10-6 digunakan
karena pada pengenceran ini hasil koloninya stabil dan dapat dihitung. Daerah
desa Bulang didapatkan jumlah terbanyak sebab keadaan sungai Brantas di desa
Bulang sangat kotor, dangkal dan penuh dengan sampah jika dibandingkan dengan
kedua sungai yang lain. Selain itu, lokasi pengambilan sampel air sungai dekat
dengan Tempat Pemotongan Hewan (TPH) Bulang dan pasar Bulang, sehingga
kemungkinan aliran sungai telah tercemar oleh kotoran hewan dan sampah dari
pasar. Berdasarkan hal tersebut air sungai Brantas bagian hilir di Sidoarjo
tidak layak digunakan sebagai sumber air minum warga, sebab kandungan bakteri
coliform melebihi ambang baku mutu yang telah ditetapkan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan uji kualitas hilir sungai
Brantas di Sidoarjo dapar ditarik kesimpulan :
1.
Karakteristerik sumber percemaran yang mempengaruhi kualitas air hilir sungai Brantas adalah sampah rumah
tangga dan limbah industri. Limbah industri kertas dapat memperburuk kualitas
air sungai Brantas di Sidoarjo, hal tersebut menyebabkan tingginya kadar
klorida dalam perairan. Selain itu juga mempengaruhi tingginya total MPN pada
sungai ketiga desa tersebut.
2.
Sungai Brantas bagian hilir di Sidoarjo
tidak layak dijadikan sebagai kualitas air kelas satu yaitu sumber air minum
dan kebutuhan rumah tangga, disebabkan karena tingginya klorida dan total MPN
Pada air sungai. Namun masih layak jika digunakan dijadikan sebagai kualitas
air kelas II, III dan IV.
DAFTAR PUSTAKA
·
Alaerts, G and S.S.
Santika. 1994. Metode Penelitian Air. Penerbit Usaha Nasional Surabaya
·
Aprianti,
M. 2008. Analisis Kandungan
Boron, Seng, Mangan dan Sulfat dalam Air Sungai Mesjid sebagai Air Baku PDAM
Dumai. FMIPA-UR, Pekanbaru.
·
Boyd, CE. 1982. Water
Quality in Warm Water Fish Fond, Auburn University Agricultural
Experimenta. Auburn Alabama.
·
Cottam, T. 1969. Research
for Establishment of Water Quality Criteria for Aquatic Life. Reprint
Transac of the 2nd Seminar on Biology, April 20-24, Ohio.
·
Darsono, V. 1992. Pengantar Ilmu Lingkungan. Penerbit
Universitas Atmajaya, Yogyakarta, hal : 66, 68.
·
Dwidjoseputro,
S. 2005. Dasar – Dasar Mikrobiologi I.
Jakarat : Djambatan.
·
Effendi, H. 2010. Telaah
Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
·
Fardiaz, S. 1992. Polusi
Air dan Udara, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Hal : 21- 23, 185
·
Irianto, E.W dan B.
Machbub, 2003. Fenomena Hubungan Debit Air dan Kadar Zat Pencemar dalam Air
Sungai (Studi Kasus : Sub DAS Citaru Hulu). JLP. Vol 17 (52) Tahun 2005.
Hal : 1-4.Diakses pada tanggal 4 Mei 2011 pkl : 00 : 31.
·
Kristianto, P. 2002.
Ekologi Industri. Yogyakarta : Penerbit ANDI. Hal 20 dan 167-170
·
Kumar, H.D. 1977. Modern
Concept of Ecology. Vikas Published Houses, VT. Ltd, New Delhi.
·
Lewis, E,L (1980). The
Practical Salinity Scale 1978 and itsm antecced. IEEE J. Occean.Eng.,OE.5(1).
·
Mahida, U.N. 1986. Pencemaran
dan Pemanfaatan Limbah Industri. Rajawali Press, Jakarta.
·
Mikapin,
A. 2012. Mikrobiologi Jilid IV. Malng
: Universitas Negeri Malang.
·
Murray, P.R., et al.
2007. Manual of Clinical Microbiology, 9th ed. American Society for
Microbiology, Washington, D.C.
·
Peavy H.S, D.R Rowe and
G. Tchobanoglous. 1986. Environmental
Engineering. Mc. Graw Hill-Book Company, New York.
· Setiaji,
B.1995. Baku Mutu Limbah Cair untuk Parameter Fisika, Kimia pada Kegiatan
MIGAS dan Panas Bumi. Lokakarya Kajian Ilmiah tentang Komponen,
Parameter, Baku Mutu Lingkungan dalam Kegiatan Migas dan Panas Bumi, PPLH
UGM:Yogyakarta.
·
Soeparman, H.M. 2001. Pembuangan
Tinja dan Limbah Cair, suatu pengantar. Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
·
Sumengen. 1987. Metode
Praktis dalam Menentukan Pencemaran Air. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Bahan Kursus Penyegar dan Musyawarah II ILUNI FK-UI, Jakarta.
·
Suriawiria, U. 1996. Air
dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat. Penerbit Alumni. Bandung.
·
Sutrisno, T.C. 2010. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta
: PT Rineka Cipta
·
Tuti
Rahayu. 2004. Karakteristik Air Sumur
Dangkal Di Wilayah Kartasura Dan Upaya Penjernihannya. Surakarta : FKIP –
Pendidikan Biologi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dalam MIPA Vol. 14, No.
1, Januari 2004: 40 – 51
·
W. Slamet, Kusmiyati,
F., E.D Purabayanti. 2002. Pengaruh
Pemupukan Kalsium dan Nitrogen Terhadap Produksi Kualitas Kehijauan Rumput
Makanan Ternak Pada Tanah Saline. Laporan Penelitian Dosen Muda DIKTI.
Jakarta
·
Wardhana, W.A, 2004. Dampak
Pencemaran Lingkungan, Penerbit Andi, Yogyakarta.
ANALISA KUALITAS AIRSUNGAI
BRANTAS KABUPATEN SIDOARJO
Tempat
Sampling :Kabupaten Sidoarjo
Tanggal
Sampling : 14 Desember 2016
Waktu :
Suhu Udara :
Parameter
Analisis : Parameter Fisik
HasilAnalisis
No
|
Post
Sampling
|
KodeSampel
|
GPS
|
Suhu (0C)
|
pH
|
Salinitas
|
Analis
|
1
|
Margobener
|
Mg
|
S 7028’7’’ E 112031’52’
|
29
|
7,5
|
1000
|
|
2
|
Bulang
|
BL
|
S 7029’41’’ E 112036’20’’
|
30
|
7,2
|
1000
|
|
3
|
Kebunagung
|
KA
|
S 7033’28’’ E 112040’7’’
|
30
|
7,4
|
1000
|
|
Keterangan
:
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Mengetahui,
Pemeriksa,
…………………………….
|
Sidoarjo, 14 Desember
2016
Analis,
……………………………….
|
ANALISA KUALITAS AIRSUNGAI
BRANTAS KABUPATEN SIDOARJO
Tempat
Sampling :Kabupaten Sidoarjo
Tanggal
Sampling : 14 Desember 2016
Waktu :
Suhu Udara :
Parameter
Analisis : Alkalinitas
MetodeAnalisa : Titrimetrik SNI 06-2420-1991
Hasil Analisis
No
|
Post
Sampling
|
Kode Sampel
|
Perlakuan
|
Volume
HCl (mL)
|
V
Titrasi
|
Alkalinitas
(ppm)
|
Analis
|
|
Awal
|
Akhir
|
|||||||
1
|
Margobener
|
Mg
|
I
|
30
|
30,3
|
0,3
|
300 ppm
|
|
II
|
30,3
|
30,6
|
0,3
|
300 ppm
|
||||
2
|
Bulang
|
BL
|
I
|
0
|
0,3
|
0,3
|
300 ppm
|
|
II
|
0,3
|
0,8
|
0,5
|
500 ppm
|
||||
3
|
Kebunagung
|
KA
|
I
|
29,2
|
29,5
|
0,3
|
300 ppm
|
|
II
|
29,5
|
29,5
|
0,4
|
400 ppm
|
Keterangan
:
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Sidoarjo, 14 Desember
2016
Mengetahui,
Pemeriksa
……………………………..
|
Analis I,
…………………………………..
|
Analis II,
………………………………….
|
Analis III,
..........................................
|
ANALISA KUALITAS AIRSUNGAI
BRANTAS KABUPATEN SIDOARJO
Tempat
Sampling :Kabupaten Sidoarjo
Tanggal
Sampling : 14 Desember 2016
Waktu :
SuhuUdara :
Parameter
Analisis : Asiditas
MetodeAnalisa : Titrimetrik SNI 06-2422-1991
HasilAnalisis
No
|
Post
Sampling
|
Kode Sampel
|
Perlakuan
|
Volume
NaOH (mL)
|
V
Titrasi
|
Asiditas
(ppm)
|
Analis
|
|
Awal
|
Akhir
|
|||||||
1
|
Margobener
|
Mg
|
I
|
0
|
0,05
|
0,05
|
30 ppm
|
|
II
|
0,05
|
0,1
|
0,05
|
30 ppm
|
||||
2
|
Bulang
|
BL
|
I
|
0
|
0,05
|
0,05
|
30 ppm
|
|
II
|
0,05
|
0,1
|
0,05
|
30 ppm
|
||||
3
|
Kebunagung
|
KA
|
I
|
0
|
0,05
|
0,05
|
30 ppm
|
|
II
|
0,05
|
0,1
|
0,05
|
30 ppm
|
Keterangan
:
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Sidoarjo, 14 Desember 2016
Mengetahui,
Pemeriksa
……………………………..
|
Analis I,
…………………………………..
|
Analis II,
………………………………….
|
Analis III,
..........................................
|
ANALISA KUALITAS AIRSUNGAI
BRANTAS KABUPATEN SIDOARJO
Tempat
Sampling :Kabupaten Sidoarjo
Tanggal
Sampling : 14 Desember 2016
Waktu :
Suhu Udara :
Parameter
Analisis : Oksigen Terlarut (DO)
Metode Analisa : Iodometri SNI 06-2989.14-2004
Hasil Analisis
No
|
Post
Sampling
|
Kode Sampel
|
Perlakuan
|
Volume
Na2S2O3 (mL)
|
V
Titrasi
|
OksigenTerlarut
(ppm)
|
Analis
|
|
Awal
|
Akhir
|
|||||||
1
|
Margobener
|
Mg
|
I
|
29,9
|
30,1
|
0,2
|
1,6128
|
|
II
|
30,1
|
30,2
|
0,1
|
0,8064
|
||||
2
|
Bulang
|
BL
|
I
|
5,4
|
5,5
|
0,1
|
0,8064
|
|
II
|
6,1
|
6,2
|
0,1
|
0,8064
|
||||
3
|
Kebunagung
|
KA
|
I
|
30
|
30,05
|
0,05
|
0,403
|
|
II
|
30,05
|
30,1
|
0,05
|
0,403
|
Sidoarjo,14 Desember 2016
Mengetahui,
Pemeriksa
……………………………..
|
Analis I,
…………………………………..
|
Analis II,
………………………………….
|
Analis III,
..........................................
|
|
|
|
|
ANALISA KUALITAS AIR SUNGAI
BRANTAS KABUPATEN SIDOARJO
Tempat
Sampling : Kabupaten Sidoarjo
Tanggal
Sampling : 14 Desember 2016
Waktu :
SuhuUdara :
Tanggal Analisa :
Parameter
Analisis : Chemical Oxygen Demand
(COD)
Metode Analisa : Refluk Terbuka dengan Titrimetrik SNI
06-6989.15-2004
HasilAnalisis
No
|
Post
Sampling
|
KodeSampel
|
Warna Setelah Refluk
|
Volume
FAS (mL)
|
V
Titrasi
|
COD
(ppm)
|
Analis
|
|
Awal
|
Akhir
|
|||||||
1
|
Margobener
|
Mg
|
Hijau
|
0
|
0,1
|
0,1
|
8 ppm
|
|
2
|
Bulang
|
BL
|
Hijau
|
0,2
|
0,3
|
0,1
|
8 ppm
|
|
3
|
Kebunagung
|
KA
|
Hijau Toska
|
4
|
4,3
|
0,3
|
24 ppm
|
|
Keterangan
:
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Sidoarjo, 14 Desember 2016
Mengetahui,
Pemeriksa
……………………………..
|
Analis I,
…………………………………..
|
Analis II,
………………………………….
|
Analis III,
..........................................
|
ANALISA KUALITAS AIRSUNGAI
BRANTAS KABUPATEN SIDOARJO
Tempat
Sampling : Kabupaten Sidoarjo
Tanggal
Sampling : 14 Desember 2016
Waktu :
Suhu Udara :
Tanggal Analisa :
Parameter
Analisis : Kadar Klorida (Cl)
MetodeAnalisa : Titrasi Argentometri
HasilAnalisis
No
|
Post
Sampling
|
Kode Sampel
|
Volume
AgNO3 (mL)
|
V
Titrasi
|
Cl
(ppm)
|
Analis
|
|
Awal
|
Akhir
|
||||||
1
|
Margobener
|
Mg
|
10,6
|
15,5
|
4,9
|
1704
|
|
2
|
Bulang
|
BL
|
15,5
|
17,9
|
2,4
|
816,5
|
|
3
|
Kebunagung
|
KA
|
17,9
|
19,9
|
2,0
|
674,5
|
|
Keterangan
:
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Sidoarjo, 14 Desember 2016
Mengetahui,
Pemeriksa
……………………………..
|
Analis I,
…………………………………..
|
Analis II,
………………………………….
|
Analis III,
..........................................
|
ANALISA KUALITAS AIRSUNGAI
BRANTAS KABUPATEN SIDOARJO
Tempat
Sampling :Kabupaten Sidoarjo
Tanggal
Sampling : 14 Desember 2016
Waktu :
Suhu Udara :
Tanggal Analisa :
Parameter
Analisis : Sulfur (S) danSulfat (SO4)
MetodeAnalisa : Gravimetri
Hasil Analisis
No
|
Post
Sampling
|
KodeSampel
|
W
Kertas Saring
(gram)
|
Massa
|
S
(ppm)
|
SO4
(ppm)
|
Analis
|
|
K
+E
|
Endapan
|
|||||||
1
|
Margobener
|
Mg
|
0,8553
|
0,8669
|
11,6
|
31,78
|
95,58
|
|
2
|
Bulang
|
BL
|
0,8319
|
0,8488
|
16,9
|
46,30
|
139,25
|
|
3
|
Kebunagung
|
KA
|
0,8508
|
0,8667
|
15,9
|
43,56
|
131,016
|
|
Keterangan
:
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Sidoarjo, 14 Desember 2016
Mengetahui,
Pemeriksa
……………………………..
|
Analis I,
…………………………………..
|
Analis II,
………………………………….
|
Analis III,
..........................................
|
ANALISA KUALITAS AIRSUNGAI
BRANTAS KABUPATEN SIDOARJO
Tempat
Sampling : Kecamatan Sidoarjo
Tanggal
Sampling : 14 Desember 2016
Waktu :
Suhu Udara :
TanggalAnalisa :
Parameter
Analisis : Uji Mikrobiologi
Metode Analisa :
Hasil Analisis
No
|
Post Sampling
|
KodeSampel
|
Uji Kualitatif
(MPN) 100/ml
|
Uji Kuantitatif
(Soread Plate) (TPC) CFU/ML
|
||||||
Praduga
|
Konfirmasi
|
Pelengkap
|
10-2
|
10-4
|
10-6
|
10-8
|
||||
1
|
Margobener
|
Mg
|
10 ml = + 5
|
≥ 2400
|
|
|
85
85 x 10-2
= 0,85
|
1
1 x 10-4
|
0
|
0
|
1 ml = + 5
|
||||||||||
0,1 ml = + 5
|
||||||||||
2
|
Bulang
|
BL
|
10 ml = + 5
|
≥ 2400
|
|
|
> 300
|
61
61 x 10-4=
6,1 x 10-3
|
31
29 x 10-6=
2,9 x 10-5
|
19
29 x 10-8=
2,9 x 10-7
|
1 ml = + 5
|
||||||||||
0,1 ml = + 5
|
||||||||||
3
|
Kebunagung
|
KA
|
10 ml = + 5
|
≥ 2400
|
|
|
> 300
|
29
29 x 10-4=
2,9 x 10-3
|
0
|
0
|
1 ml = + 5
|
||||||||||
0,1 ml = + 5
|
Keterangan
:
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Sidoarjo, 14 Desember 2016
Mengetahui,
Pemeriksa
……………………………..
|
Analis I,
…………………………………..
|
Analis II,
………………………………….
|
Analis III,
..........................................
|
ANALISA KUALITAS AIRSUNGAI
BRANTAS KABUPATEN SIDOARJO
Tempat
Sampling : Kabupaten Sidoarjo
Tanggal
Sampling : 14 Desember 2016
Waktu :
Suhu Udara :
Tanggal Analisa :
Parameter
Analisis : Kadar Magnesium
MetodeAnalisa : Titrasi Kompleksometri
Hasil Analisis
No
|
Post Sampling
|
Kode Sampel
|
Volume EDTA (mL)
|
V Titrasi
|
Mg (ppm)
|
Analis
|
|
Awal
|
Akhir
|
||||||
1
|
Margobener
|
Mg
|
7
|
8,1
|
1,1
|
26,19
|
|
8,1
|
9,2
|
1,1
|
26,19
|
||||
2
|
Bulang
|
BL
|
11,3
|
12,4
|
1,1
|
26,19
|
|
12,4
|
13,5
|
1,1
|
26,19
|
||||
3
|
Kebunagung
|
KA
|
9,2
|
10,3
|
1
|
23,814
|
|
10,3
|
11,3
|
1
|
23,814
|
Keterangan
:
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Sidoarjo, 14 Desember 2016
Mengetahui,
Pemeriksa
……………………………..
|
Analis I,
…………………………………..
|
Analis II,
………………………………….
|
Analis III,
..........................................
|
ANALISA KUALITAS AIRSUNGAI
BRANTAS KABUPATEN SIDOARJO
Tempat
Sampling : Kabupaten Sidoarjo
Tanggal
Sampling : 14 Desember 2016
Waktu :
SuhuUdara :
TanggalAnalisa :
Parameter
Analisis : Kadar Kalsium
MetodeAnalisa : TitrasiKompleksometri
Hasil Analisis
No
|
Post Sampling
|
Kode Sampel
|
Volume EDTA (mL)
|
V Titrasi
|
Mg (ppm)
|
Analis
|
|
Awal
|
Akhir
|
||||||
1
|
Margobener
|
Mg
|
4,2
|
4,4
|
0,2
|
7,84 ppm
|
|
4,4
|
4,7
|
0,3
|
11,76 ppm
|
||||
2
|
Bulang
|
BL
|
5,9
|
6,7
|
0,8
|
31,36 ppm
|
|
6,7
|
7,5
|
0,8
|
31,36 ppm
|
||||
3
|
Kebunagung
|
KA
|
4,7
|
5,3
|
0,6
|
23,52 ppm
|
|
5,3
|
5,9
|
0,6
|
23,52 ppm
|
Keterangan
:
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Sidoarjo, 14 Desember 2016
Mengetahui,
Pemeriksa
……………………………..
|
Analis I,
…………………………………..
|
Analis II,
………………………………….
|
Analis III,
..........................................
|
Hasil Pengujian
Parameter Keseluruhan pada Hilir Sungai Brantas Sidoarjo
|
||||||||||
paramater
|
satuan
|
baku mutu
|
Desa
|
Referensi
|
||||||
MG
|
BL
|
KA
|
||||||||
Fisik
|
||||||||||
pH
|
|
6,0 - 9,0
|
7,5
|
7,2
|
7,4
|
Pergub Jatim No. 72 2013
|
||||
Salinitas
|
|
0 mg/L-1,000 mg/L
|
1,000
|
1,000
|
1,000
|
MENKES NO.907/MENKES/SK/VII/2002
|
||||
Suhu
|
˚C
|
±
3˚ C dari suhu udara
|
29˚C
|
30˚C
|
30˚C
|
MENKES NO.907/MENKES/SK/VII/2003
|
||||
Kimia
|
||||||||||
Alkalinitas
|
ppm
|
< 500 mg/L
|
300
|
400
|
350
|
Permenkes No. 492 Tahun 2010
|
||||
Asiditas
|
ppm
|
< 500 mg/L
|
30
|
30
|
30
|
Permenkes No. 492 Tahun 2010
|
||||
DO
|
ppm
|
< 6 mg/L
|
1,209
|
0,806
|
0,403
|
SNI 06.6989.14-2004
|
||||
COD
|
ppm
|
100 mg/L
|
8
|
8
|
24
|
Pergub Jatim No. 72 2013
|
||||
Klorida
(Cl-)
|
ppm
|
1,5-100 mg/L
|
1704
|
816,5
|
671,5
|
SNI 6989.19-2009
|
||||
Sulfida
(S2-)
|
ppm
|
< 200 mg
|
31,78
|
46,3
|
43,56
|
SNI 06-6989.26-2005
|
||||
Sulfat
(SO42-)
|
ppm
|
< 250 mg/L
|
95,58
|
139,25
|
131,016
|
Permenkes No. 492 Tahun 2010
|
||||
Kalsium
(Ca2+)
|
ppm
|
100-200 mg/L
|
9,8
|
31,36
|
23,52
|
SNI 06-6989.13-2004
|
||||
Magnesium
(Mg2+)
|
ppm
|
> 5 mg/L
|
26,19
|
26,19
|
23,14
|
SNI 06-6989.12-2004
|
||||
Amonia
|
ppm
|
1,5 mg/L
|
|
|
|
SNI 06-6989.30-2005
|
||||
Phospat
|
ppm
|
0,01-1,0 mg/L
|
|
|
|
SNI 06-6989.31-2005
|
||||
Mikrobiologi
|
||||||||||
total
TPC
|
|
< 300 CFU/ml pada 10-6
|
0
|
2,9 x 10-5
|
0
|
|
||||
total
MPN
|
|
100/ml
|
≥ 2400
|
≥ 2400
|
≥ 2400
|
Permenkes No. 492 Tahun 2010
|
||||
*Peraturan
Gubenur Jawa Timur tahun 2013 kualitas air kelas I
|
||||||||||
*MG
: Mergobener, BL : Bulang, KA :Kebonagung
|
||||||||||
agenkimia
BalasHapus