Pengikut

Rabu, 19 Juli 2017

Makalah analisa kimia makanan dan minuman untuk analisa bakso

MAKALAH ANALISA KIMIA MAKANAN DAN MINUMAN I
ANALISA BAKSO DAGING
Dosen Pengampu Mata Kuliah Analisa Kimia Makanan dan Minuman I
Khoirun Nisyak, S.Si., M.Si.




 








Disusun oleh :

Nama                                  : Merinsa Chorry Hartono
NIM                                    : 15010101009




PROGRAM STUDI D III ANALIS KESEHATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
RUMAH SAKIT ANWAR MEDIKA
SIDOARJO
2017
A.    LATAR BELAKANG
Bakso merupakan makanan khas Cina yang sudah populer di Indonesia. Kepopuleran ini karena bakso memiliki berbagai variasi yang dapat memenuhi selera dan daya beli masyarakat. Bakso sapi merupakan salah satu jenis bakso yang menyertakan daging sapi sebagai bahan bakunya. Rasa daging sapi inilah yang paling digemari diantara jenis bakso lainnya. Rasa bakso sapi dipengaruhi oleh komposisi terigu dan daging sapi yang digunakan.
Selain mempengaruhi rasa tentu juga mempengaruhi harga jual. Keragaman cara penyajian, rasa, harga jual menyebabkan pembeli mudah memilih bakso yang sesuai dengan selera. Pola pemilihan ini menjadi menarik bila dihubungkan dengan nilai gizi yang ada didalam bakso. Selama ini penerimaan konsumen pada bakso dinilai dari karakteristik yang sesuai dengan selera mereka. Selera ini tentu saja tidak selalu memperhatikan standar gizi makanan. Kepuasan yang dicapai konsumen ini didasarkan pada karakteristik fisik seperti rasa, aroma, tekstur dan warna. Hal ini akan mendorong produsen berusaha untuk memenuhi kepuasan konsumen dengan berbagai cara. Perkembangan teknologi pada saat ini memacu penggunaan bahan tambahan seperti perasa, pewarna dan bahkan pengawet. Bahan pengawet yang digunakan bertujuan untuk meningkatkan kenampakan dan kekenyalan sekaligus mendapatkan daya simpan yang lama. Pengetahuan yang terbatas dari pedagang menyebabkan adanya pemakaian bahan pengawet yang tidak diperbolehkan seperti boraks dan formalin dengan takaran yang melebihi ambang batas, oleh karena hal itu perlunya bakso untuk dianalisis dengan standar yang telah ditetapkan. (Yohana & Asmara, 1998).

B.     DEFINISI
Bakso adalah produk olahan daging yang dibuat dari daging hewan ternak yang dicampur pati dan bumbu- bumbu, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lainnya, dan atau bahan tambahan pangan yang diizinkan, yang berbentuk bulat atau bentuk lainnya dan dimatangkan (SNI 3818 : 2014)
Bakso didefinisikan sebagai daging yang dihaluskan dicampur dengan tepung pati, lalu dibentuk bulat-bulat dengan tangan sebesar kelereng atau lebih besar dan dimasukkan ke dalam air panas jika ingin dikonsumsi. Untuk membuat adonan bakso, setelah itu daging di potong-potong kecil, kemudian daging tersebut dicincang halus dengan menggunakan blender. Setelah itu daging diuleni dengan es batu atau air es (10-15% berat daging) dan garam serta bumbu lainnya sampai menjadi adonan yang kalis dan plastis sehingga mudah dibentuk. Sedikit demi sedikit ditambahkan tepung kanji agar adonan lebih mengikat. Penambahan tepung kanji cukup 15-20% berat daging (Suprapti, 2013).
C.     KOMPOSISI
Bahan baku utama pembuatan bakso adalah daging ternak termasuk urat dan jantung (SNI 3818 : 2014). Sebaiknya memilih jenis daging yang masih segar, berdaging tebal, dan tidak banyak lemak sehingga rendemennya tinggi. Selain itu, cara pengolahan bakso juga sangat mempengaruhi mutu bakso yang dihasilkan, misalnya jika lemak atau kulit terambil, warna bakso yang dihasilkan kotor atau agak abu-abu (Kanoni, 2001). Bahan lain yang diperlukan dalam pembuatan bakso adalah tapioka. Untuk menghasilkan bakso daging yang lezat dan bermutu tinggi jumlah tepung yang digunakan sebaiknya paling banyak 15% dari berat daging. Idealnya, tepung tapioka yang ditambahkan sebanyak 10% dari berat daging. Memang sering dijumpai, terutama yang dijajakan dijalanan, bakso yang tepungnya mencapai 30-40% dari berat daging. Bakso seperti ini diduga rasa dan mutunya kurang bagus (Wibowo,2006).
Sebagai sumber bahan pangan, tepung sagu dapat dikonsumsi secara langsung atau digunakan dalam industri pangan. Tepung sagu mempunyai komponen yang paling dominan seperti tepung tapioka yaitu kandungan karbohidratnya yang tinggi (Haryanto dan Pangloli, 2001). Dalam pembuatan bakso tepung sagu dapat digunakan sebagai bahan pengikat. Dengan menambahkan tepung sagu dalam adonan bakso akan mengahsilkan bakso dengan tekstur lebih kenyal dan padat.
Bakso tanpa pengawet memiliki masa simpan maksimal satu hari pada suhu kamar dan dua hari pada suhu dingin. Menurut Damiyati (2007), bakso merupakan bahan pangan yang mudah rusak karena bakso mengadung protein yang tinggi, memiliki kadar air yang tinggi, dan pH netral. Garam merupakan bahan terpenting dalam curing, berfungsi sebagai pengawet, penambah aroma dan citarasa. Garam dapat meningkatkan tekanan osmotik medium pada konsentrasi 2 %, sejumlah bakteri terhambat pertumbuhannya. Tekstur bakso yang lebih keras diduga disebabkan oleh kandungan daging yang lebih banyak. Protein daging mengikat hancuran daging dan mengemulsi lemak sehingga menimbulkan tekstur yang kompak dan kenyal. Selain itu, tekstur yang lebih keras juga bisa disebabkan oleh penggunaan tepung tapioka yang lebih dominan (Soeparno, 2005).
D.    KLASIFIKASI BAKSO
Bakso daging diklasifikasikan sebagai berikut:
-    Bakso daging;
bakso daging merupakan bakso dengan kandungan daging minimal 45 %.
-    Bakso daging kombinasi;
bakso daging kombinasi merupakan bakso dengan kandungan daging minimal 20 % (SNI 3818 : 2004).
Berdasarkan jenis daging yang digunakan sebagai bahan untuk membuat bakso, maka dikenal berbagai jenis bakso seperti bakso ikan, bakso babi, dan bakso sapi. Penggolongan bakso sapi menjadi tiga kelompok masing-masing bakso daging, bakso urat, bakso aci. Penggolongan itu dilakukan atas perbandingan jumlah tepung pati dan jumlah serta jenis daging yang digunakan dalam pembuatan bakso. Bakso daging dibuat dengan menggunakan daging dengan jumlah yang lebih besar dibandingkan tepung pati yang digunakan. Bakso aci dibuat dengan menggunakan pati dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan jumlah daging yang digunakan. Bakso urat dengan menggunakan daging dalam jumlah lebih besar dibandingkan jumlah pati, dan daging yang digunakan adalah daging yang banyak mengandung jaringan ikat (Usmiati, 2007).
E.     STANDAR BAKU MUTU
Standar baku mutu bakso daging diatur dalam SNI 3818 : 2014 “Bakso Daging”. Standar ini menetapkan istilah dan definisi, komposisi, klasifikasi, syarat mutu, pengambilan contoh, dan cara uji bakso daging.
Standar ini hanya berlaku untuk bakso yang dibuat dengan bahan baku daging sapi, kerbau, kambing, domba, babi, hewan ternak lainnya yang layak dimakan, dan atau hewan unggas.
Tabel 1 – Syarat mutu bakso daging

No.

Kriteria uji

Satuan
Persyaratan
Bakso daging
Bakso daging kombinasi
1
Keadaan



1.1
Bau
-
Normal, khas daging
Normal, khas daging
1.2
Rasa
-
Normal, khas bakso
Normal, khas bakso
1.3
Warna
-
Normal
Normal
1.4
Tekstur
-
Kenyal
Kenyal
2
Kadar air
% (b/b)
maks. 70,0
maks. 70,0
3
Kadar abu
% (b/b)
maks. 3,0
maks. 3,0
4
Kadar protein (N x 6,25)
% (b/b)
min. 11,0
min. 8,0
5
Kadar lemak
% (b/b)
maks. 10
maks. 10
6
Cemaran logam


6.1
Kadmium (Cd)
mg/kg
maks. 0,3
maks. 0,3
6.2
Timbal (Pb)
mg/kg
maks. 1,0
maks. 1,0
6.3
Timah (Sn)
mg/kg
maks. 40,0
maks. 40,0
6.4
Merkuri (Hg)
mg/kg
maks. 0,03
maks. 0,03
7
Cemaran arsen (As)
mg/kg
maks. 0,5
maks. 0,5
8
Cemaran mikroba


8.1
Angka lempeng total
koloni/g
maks. 1 x 105
maks. 1 x 105
8.2
Koliform
APM/g
maks. 10
maks. 10
8.3
Escherichia coli
APM/g
< 3
< 3
8.4
Salmonella sp.
-
negatif/25 g
negatif/25 g
8.5
Staphylococcus aureus
koloni/g
maks.1 x 102
maks.1 x 102
8.6
Clostridium perfringens
koloni/g
maks. 1x102
maks. 1x102
(Badan Standarisasi Indonesia, 2014)
Acuan normatif yang mendukung SNI 3818 : 2014 ialah
·         SNI 0428, Petunjuk pengambilan contoh padatan.
·         SNI ISO 4831:2012, Mikrobiologi bahan pangan dan pakan – Metode horizontal untuk deteksi dan enumerasi koliform – Teknik Angka Paling Mungkin (APM).
·         SNI ISO 6887-1:2012, Mikrobiologi bahan pangan dan pakan – Penyiapan contoh uji, suspensi awal dan pengenceran desimal untuk pengujian mikrobiologi – Bagian 1: Aturan umum untuk penyiapan suspensi awal dan pengenceran desimal.
·         SNI ISO 6887-2:2012, Mikrobiologi bahan pangan dan pakan – Penyiapan contoh uji, suspensi awal dan pengenceran desimal untuk pengujian mikrobiologi – Bagian 2: Aturan khusus untuk penyiapan daging dan produk daging.
·         SNI ISO 6888-1:2012, Mikrobiologi bahan pangan dan pakan – Metoda horizontal untuk enumerasi staphylococcikoagulasi-positif (Staphylococcus aureus dan spesies lain) – Bagian 1: Teknik menggunakan media Baird Parker Agar.
·         SNI ISO 7218:2012, Mikrobiologi bahan pangan dan pakan – Persyaratan umum dan pedoman untuk pengujian mikrobiologi.
·         SNI ISO 7251:2012, Mikrobiologi bahan pangan dan pakan – Metode horizontal untuk deteksi dan enumerasi Escherichia coli terduga – Teknik angka paling mungkin (APM).
·         SNI ISO 7937:2012, Mikrobiologi bahan pangan dan pakan- Metode horizontal untuk enumerasi Clostridium pefringens – Teknik penghitungan koloni.

F.      METODE ANALISA STANDAR
Metode yang digunakan untuk analisa standar bakso daging menurut SNI 3818 : 2014 ialah seperti di bawah ini:
a)      Persiapan contoh sesuai Lampiran 0;
b)      Cara uji keadaan sesuai Lampiran 0;
-          Cara uji bau sesuai Lampiran A.2.1;
-          Cara uji rasa sesuai Lampiran A.2.2;
-          Cara uji warna sesuai Lampiran A.2.3
-          Cara uji tekstur sesuai Lampiran A.2.4
c)      Cara uji kadar air sesuai Lampiran A.3;
d)     Cara uji kadar abu sesuai Lampiran A.4;
e)      Cara uji kadar protein sesuai Lampiran A.5;
f)       Cara uji kadar lemak sesuai Lampiran A.6;
g)      Cara uji cemaran logam sesuai Lampiran A.7;
-          Cara uji kadmium (Cd) dan timbal (Pb) sesuai Lampiran A.7.1
-          Cara uji timah (Sn) sesuai Lampiran A.7.2
h)      Cara uji merkuri (Hg) sesuai Lampiran A.7.3
i)        Salmonella sp.Cara uji cemaran arsen (As) sesuai Lampiran A.8;
j)        Cara uji cemaran mikroba sesuai Lampiran A.9;
-          Persiapan dan homogenisasi contoh sesuai Lampiran A.9.1, SNI ISO 6887-1:2012 dan SNI ISO 6887-2:2012
-          Cara uji angka lempeng total sesuai Lampiran A.9.2
-          Cara uji koliform sesuai dengan SNI ISO 4831:2012
-          Cara uji E.coli sesuai dengan SNI ISO 7251:2012
-          Cara uji sesuai Lampiran A.9.3
-          Cara uji S. aureus sesuai dengan SNI ISO 6888-1:2012 Cara uji C. perfringens sesuai dengan SNI ISO 7937:2012
G.    PREPARASI SAMPEL
Preparasi sampel untuk analisa bakso tidak memerlukan hal khusus. Selengkapnya telah ada di SNI 3818 : 2014, pada makalah ini di jelaskan pada lampiran 0.0
H.    UJI ORGANOLEPTIK (Keadaan)
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan. Dalam penilaian organoleptik dikenal beberapa macam panel. Penggunaan panel-panel ini dapat berbeda tergantung dari tujuannya. Ada 6 macam panel yang biasa digunakan, yaitu  Pencicip perorangan (individual expert),  Panel pencicip terbatas (small expert panel), Panel terlatih (trained panel), Panel tak terlatih (untrained panel),  Panel agak terlatih ( trained panel), Panel konsumen (consumer panel) (Kartika, 2000).
Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan benda penyebab rangsangan. Kesadaran, kesan dan sikap terhadap rangsangan adalah reaksi psikologis atau reaksi subyektif. Pengukuran terhadap nilai / tingkat kesan, kesadaran dan sikap disebut pengukuran subyektif atau penilaian subyektif (Soekarto, 2001).
Uji organoleptik bakso daging menurut SNI 3818 : 2014 ialah :
-          Cara uji bau sesuai Lampiran A.2.1;
-          Cara uji rasa sesuai Lampiran A.2.2;
-          Cara uji warna sesuai Lampiran A.2.3
-          Cara uji tekstur sesuai Lampiran A.2.4
I.       UNSUR MAKRO dan MIKRO BAKSO DAGING
Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan atau unsur-unsur/ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, yang berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh. Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Zat gizi berdasarkan banyaknya yang diperlukan oleh tubuh dikelompokkan menjadi 2, yaitu zat gizi unsur makro (karbohidrat, protein, dan lemak) dan zat gizi unsur mikro (vitamin, mineral, dan air). (Almatsier, 2011).
Berdasarkan literatur tersebut, maka unsur makro yang ada dalam bakso daging, Menurut SNI 3818 : 2014 tentang “Bakso Daging” ialah :
1.      Protein
Protein adalah zat makromolekul bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, separuhnya ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh di dalam kulit, dan selebihnya di dalam jaringan lain dan cairan tubuh. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Fungsi lain dari protein adalah pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralisasi tubuh, pembentukan antibodi, mengangkut zat-zat gizi, sumber energi (Sediaoetama, 2010).
Berdasarkan literatur tersebut tentang pentingnya analisa kadar protein bakso daging dijelaskan secara rinci dalam SNI 3818 : 2014, pada makalah ini dijelaskan pada cara uji kadar protein sesuai Lampiran A.5.
2.      Lemak
Istilah lipida meliputi senyawa-senyawa heterogen, termasuk lemak dan minyak yang umum di kenal di dalam makanan, malam, fosfolipida, sterol, dan ikatan lain sejenis yang terdapat di dalam makanan dan tubuh manusia. Lipida mempunyai sifat yang sama, yaitu larut dalam pelarut nonpolar, seperti etanol, eter, kloroform, dan benzema.
Lemak mempunyai fungsi sebagai sumber energi, lemak dan minyak merupakan sumber utama energi paling padat, yang menghasilkan 9 kkal untuk tiap gram. Sumber asam lemak esensial, lemak merupakan sumber asam lemak esensial asam linoleat dan linolenat. Sebagai alat angkut vitamin larut lemak, lemak membantu transportasi dan absorpsi vitamin lemak yaitu A, D, E, dan K. Memberi rasa kenyang dan kelezatan, lemak memperlambat sekresi asam lambung dan memperlambat pengosongan lambung, sehingga lemak memberi rasa kenyang yang lebih lama. Sebagai pelumas, lemak merupakan pelumas dan membantu pengeluaran sisa pencernaan. Memelihara suhu tubuh, lapisan lemak di bawah kulit mengisolasi tubuh dan mencegah kehilangan panas tubuh secara cepat, pelindung organ tubuh, lapisan lemak menyelubungi organ-organ tubuh (Almatsier, 2011)
Berdasarkan literatur tersebut tentang pentingnya analisa kadar lemak bakso daging dijelaskan secara rinci dalam SNI 3818 : 2014, pada makalah ini dijelaskan pada cara uji kadar lemak sesuai Lampiran A.6;
Unsur mikro yang ada dalam bakso daging, Menurut SNI 3818 : 2014 tentang “Bakso Daging” ialah :
1.      Air
Tubuh dapat bertahan selama berminggu-minggu tanpa makanan, tapi hanya beberapa hari tanpa air. Air atau cairan tubuh merupakan bagian utama tubuh, yaitu 55-60% dari berat badan orang dewasa atau 70% dari bagian tubuh tanpa-lemak (lean body mass). Air mempunyai berbagai fungsi dalam proses vital tubuh, yaitu : pelarut zat-zat gizi yang diperlukan tubuh dan mengangkut sisa metabolisme, katalisator dalam berbagai reaksi biologi dalam sel, pelumas dalam cairan sendi-sendi tubuh, fasilitator pertumbuhan atau sebagai zat pembangun, pengatur suhu karena kemampuan air menyalurkan panas, peredam benturan dalam mata, jaringan saraf tulang belakang, dan dalam kantung ketuban melindungi organ-organ tubuh dari benturan (Almatsier, 2011).
Berdasarkan literatur tersebut tentang pentingnya analisa kadar air bakso daging dijelaskan secara rinci dalam SNI 3818 : 2014, pada makalah ini dijelaskan pada cara uji kadar air sesuai Lampiran A.3.
2.      Mineral (Abu)
Penentuan kadar mineral bahan secara asli sangatlah sulit sehingga perlu dilakukan dengan menentukan sisa hasil pembakaran atas garam mineral bahan tersebut. Abu merupakan  zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Pengabuan dapat menyebabkan hilangnya bahan-bahan organik dan anorganik sehingga terjadi perubahan radikal organik dan terbentuk elemen logam dalam bentuk oksida atau bersenyawa dengan ion-ion negatif. Penentuan abu total dilakukan dengan tujuan untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, serta dijadikan parameter nilai gizi bahan makanan (Ngili, 2010).
Berdasarkan literatur tersebut tentang pentingnya analisa kadar abu bakso daging dijelaskan secara rinci dalam SNI 3818 : 2014, pada makalah ini dijelaskan pada cara uji kadar abu sesuai Lampiran A.4.













Lampiran A
Cara uji bakso daging menurut SNI 3818 : 2014

A.1      Persiapan contoh
Persiapan contoh terdiri atas persiapan contoh untuk uji mikrobiologi, uji organoleptik, dan uji kimia. Pengambilan contoh untuk uji mikrobiologi dilakukan pertama, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan contoh untuk uji organoleptik dan uji kimia.
A.1.1          Persiapan contoh untuk uji mikrobiologi
Buka kemasan contoh bakso daging dan ambil contoh secara aseptik sebanyak 400 g, kemudian tempatkan dalam botol contoh steril.
A.1.2          Persiapan contoh untuk uji organoleptik
Buka kemasan contoh bakso daging dan ambil contoh secukupnya, kemudian tempatkan dalam botol contoh yang bersih dan kering.
A.1.3          Persiapan contoh untuk uji kimia
Buka kemasan contoh bakso daging dan ambil contoh sebanyak 400 g, kemudian tempatkan dalam botol contoh yang bersih dan kering.
A.2      Uji Keadaan (organoleptik)
A.2.1          Bau
A.2.1.1     Prinsip
Pengamatan contoh uji dengan indera penciuman yang dilakukan oleh panelis yang terlatih atau kompeten untuk pengujian organoleptik.
A.2.1.2     Cara kerja
-       Ambil contoh uji secukupnya dan letakkan di atas gelas arloji yang bersih dan kering;
-       cium contoh uji untuk mengetahui baunya; dan
-       lakukan pengerjaan minimal oleh 3 orang panelis yang terlatih atau 1 orang tenaga ahli.
A.2.1.3     Cara menyatakan hasil
a)      Jika tidak tercium bau asing, maka hasil dinyatakan “normal”; dan
b)     jika tercium bau asing, maka hasil dinyatakan “tidak normal”.
A.2.2          Rasa
A.2.2.1          Prinsip
Pengamatan contoh dengan indera pengecap (lidah) yang dilakukan oleh panelis yang terlatih atau kompeten untuk pengujian organoleptik.
A.2.2.2          Prosedur
a.       Ambil contoh secukupnya, goreng hingga matang, rasakan dengan indera pengecap (lidah); dan
b.      lakukan pengerjaan minimal oleh 3 orang panelis atau 1 orang tenaga ahli.
A.2.2.3      Cara menyatakan hasil
a.       Jika tidak terasa rasa asing, maka hasil dinyatakan “normal”; dan
b.      jika terasa rasa asing, maka hasil dinyatakan “tidak normal”.
A.2.3   Warna
A.2.3.1          Prinsip
Pengamatan contoh dengan indera penglihat (mata) yang dilakukan oleh panelis yang terlatih atau kompeten untuk pengujian organoleptik.
A.2.3.2          Prosedur
a.       Ambil contoh uji secukupnya dan letakkan di atas gelas arloji yang bersih dan kering;
b.      lihat warna contoh uji;
c.       lakukan pengerjaan minimal oleh 3 orang panelis yang terlatih atau 1 orang tenaga ahli.
A.2.3.3          Cara menyatakan hasil
a.       Jika terlihat warna abu-abu hingga abu-abu pucat atau warna lain sesuai dengan yang tercantum dalam label maka hasil dinyatakan ”normal”;
b.      jika terlihat warna lain selain warna yang tercantum dalam label maka hasil dinyatakan ”tidak normal”.
A.2.4   Tekstur
A.2.4.1          Prinsip
Pengamatan contoh uji dengan indera peraba yang dilakukan oleh panelis yang terlatih atau kompeten untuk pengujian organoleptik.

A.2.4.2          Cara kerja
a.       Ambil contoh uji secukupnya dan letakkan di atas gelas arloji yang bersih dan kering;
b.      amati contoh uji untuk mengetahui teksturnya; dan
c.       lakukan pengerjaan minimal oleh 3 orang panelis yang terlatih atau 1 orang tenaga ahli.
A.2.4.3          Cara menyatakan hasil
Jika tekstur terasa normal, maka hasil dinyatakan “normal”; dan Jika tekstur tidak normal, maka disebutkan tekstur yang diamati
A.3      Air
A.3.1          Prinsip
Kadar air dihitung berdasarkan bobot yang hilang selama pemanasan dalam oven pada suhu (125 ± 1) °C.
A.3.2          Peralatan
Oven terkalibrasi, Neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg, Desikator yang berisi desikan dan Pinggan aluminium bertutup dengan diameter 50 mm dan tinggi/ kedalaman kurang dari atau sama dengan 40 mm.
A.3.3          Prosedur
·         Panaskan pinggan aluminium beserta tutupnya dalam oven pada suhu (125 ± 1) °C selama 1 jam, kemudian dinginkan dalam desikator selama 20 menit sampai dengan 30 menit, kemudian timbang dengan neraca analitik (W0);
·         masukkan 2 g contoh ke dalam pinggan, tutup, dan timbang (W1);
·         panaskan pinggan yang berisi contoh tersebut dalam keadaan terbuka dengan meletakkan tutup pinggan disamping pinggan di dalam oven pada suhu (125 ± 1) °C selama 2 sampai dengan 4 jam setelah suhu oven (125 ± 1) °C;
·         tutup pinggan ketika masih di dalam oven, pindahkan segera ke dalam desikator dan dinginkan selama 20 menit sampai dengan 30 menit, sehingga suhunya sama dengan suhu ruang, kemudian timbang hingga diperoleh bobot konstan (W2);
·         lakukan pekerjaan duplo; dan
·         hitung kadar air dalam contoh.
A.3.4          Perhitungan


Keterangan:
-       W0 : bobot pinggan kosong dan tutupnya, dinyatakan dalam gram (g);
-       W1 : bobot pinggan, tutupnya dan contoh sebelum dikeringkan, dinyatakan dalam gram (g)
-       W2 : bobot pinggan, tutupnya dan contoh setelah dikeringkan, dinyatakan dalam gram (g).
A.3.5          Ketelitian
Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 5 % dari nilai rata-rata hasil kadar air. Jika kisaran lebih besar dari 5 %, maka uji harus diulang kembali.
A.4      Abu
A.4.1          Prinsip
Kadar abu dihitung berdasarkan bobot abu yang terbentuk selama pembakaran dalam tanur pada suhu (550±5) ˚C sampai terbentuk abu berwarna putih.
A.4.2          Peralatan
·         Tanur terkalibrasi dengan ketelitian 1 °C, Pemanas listrik, Neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg, Desikator yang berisi desikan; dan Cawan porselen/kuarsa volume 30 mL hingga 50 mL.
A.4.3          Prosedur
-       Panaskan cawan dalam tanur pada suhu (550 ± 5) °C selama kurang lebih satu jam dan dinginkan dalam desikator sehingga suhunya sama dengan suhu ruang kemudian timbang dengan neraca analitik (W0);
-       masukkan 3 g sampai dengan 5 g contoh ke dalam cawan dan timbang (W1);
-       tempatkan cawan yang berisi contoh tersebut pada pemanas listrik hingga menjadi arang, kemudian tempatkan dalam tanur pada suhu (550±5) °C sampai terbentuk abu berwarna putih dan diperoleh bobot tetap;
-       pindahkan segera ke dalam desikator sehingga suhunya sama dengan suhu ruang kemudian timbang (W2);
-       lakukan pekerjaan duplo; dan
-       hitung abu dalam contoh.
A.4.4          Perhitungan
   Kadar abu

Keterangan:
-     W0 : bobot cawan kosong, dinyatakan dalam gram (g)
-     W1 : bobot cawan dan contoh sebelum diabukan, dinyatakan dalam gram (g)
-     W2 : bobot cawan dan contoh setelah diabukan, dinyatakan dalam gram (g).
A.4.5          Ketelitian
Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 5 % dari nilai rata-rata hasil perhitungan abu. Jika kisaran lebih besar dari 5 %, maka uji harus diulang kembali.
A.5      Kadar protein (N × 6,25)
A.5.1          Prinsip
Contoh sampel didestruksi untuk melepaskan nitrogen dari protein sebagai garam amonium. Garam amonium tersebut diuraikan menjadi NH3 pada saat destilasi menggunakan NaOH. NH3 yang dibebaskan dan diikat dengan asam borat menghasilkan ammonium borat yang secara kuantitatif dititrasi dengan larutan baku asam sehingga diperoleh total nitrogen. Kadar protein diperoleh dari hasil kali total nitrogen dengan 6,25 sebagai faktor konversi.
A.5.2   Peralatan
v  Alat : destilasi Kjeldahl konvensional atau otomatis, Alat destruksi, Neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg, Pemanas listrik dan Buret 10 mL terkalibrasi.
A.5.3          Pereaksi
·         Katalis tablet mengandung 3,5 g Kalium Sulfat (K2SO4) dan 0,175 g Merkuri Oksida (HgO), atau campuran Selen;
·         Larutan indikator methyl red (MR)/bromocresol green (BCG);
·         Dilarutkan 0,2 g methyl red dengan etanol 95 % menjadi 100 mL. Larutkan 1,0 g bromocresol green dengan etanol 95% menjadi 500 mL. Campurkan 1 bagian larutan methyl red dan 5 bagian larutan bromocresol green dalam gelas piala lalu pindahkan ke dalam botol bertutup gelas.
·         Larutan asam borat (H3BO3) 4 %;
·         Ditimbang 4 g H3BO3, larutkan ke dalam air yang mengandung 0,7 mL larutan indikator methyl red 1% bromocresol green 1%, encerkan hingga 100 mL, aduk, (larutan akan berwarna kuning terang) dan pindahkan ke dalam botol bertutup gelas.
·         Larutan natrium hidroksida - natrium thiosulfat (NaOH – Na2S2O3) ;
·         larutkan 2 000 g hablur NaOH dan 125 g Na2S2O3 dengan air suling menjadi 5 000 mL, simpan ke dalam botol bertutup karet.
·         Larutan standar asam klorida, HCl 0,2 M;
·         Larutan hidrogen peroksida, H2O2  30 % sampai dengan 35 %;
·         Larutan asam sulfat, H2SO4 pekat;
·         Batu didih.
A.5.4        Prosedur
1.      Ditimbang secara teliti 1 sampai dengan 2 g contoh (W) ke dalam labu Kjeldahl, tambahkan 2 katalis tablet atau 1 g campuran katalis selen, 8 sampai dengan 10 batu didih dan 25 mL H2SO4 pekat;
2.      Dipanaskan campuran dalam pemanas listrik sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan. Lakukan dalam lemari asam atau lengkapi alat destruksi dengan unit pengisapan asap;
3.      Dibiarkan dingin, kemudian encerkan dengan air suling secukupnya;
4.      Disuling selama 5 menit sampai dengan 10 menit atau saat larutan destilat telah mencapai kira-kira 150 mL, dengan penampung destilat adalah 50 mL larutan H3BO3 4 %;
5.      Dibilas ujung pendingin dengan air suling;
6.      Dititrasi larutan campuran destilat dengan larutan HCl 0,2 M; dan
7.      Dikerjakan penetapan blanko.
A.5.5          Perhitungan


Keterangan:
-       V1 : volume HCl 0,2 N untuk titrasi contoh, dinyatakan dalam mililiter (mL);
-       V2 : volume HCl 0,2 N untuk titrasi blanko, dinyatakan dalam mililiter (mL);
-       N : normalitas larutan HCl, dinyatakan dalam Normalitas (N);
-       W : bobot, dinyatakan dalam miligram (mg);
-       14,007 : bobot atom Nitrogen;
-       Nilai konversi protein : 6,25 untuk daging.
A.5.6   Ketelitian
Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 5 % dari nilai rata-rata hasil kadar protein. Jika kisaran lebih besar dari 5 %, maka uji harus diulang kembali.
A.6      Kadar lemak
A.6.1          Prinsip
Hidrolisis lemak dalam contoh menggunakan HCl kemudian diekstraksi dengan petroleum eter. Ekstrak petroleum eter yang diperoleh kemudian diuapkan sampai kering dan kadar lemak dihitung secara gravimetri.
A.6.2          Peralatan
·         Alat : Soxhlet lengkap, oven terkalibrasi dengan ketelitian 1 °c, neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg, penangas air, thimble ekstraksi atau selongsong kertas saring ukuran 33 mm x 80 mm, desikator yang berisi desikan, labu lemak 250 ml, gelas piala 500 ml atau 300 ml, kaca arloji; dan kertas saring bebas lemak.
A.6.3          Pereaksi
-       Bahan : larutan asam klorida (hcl) 8 m, petroleum eter atau heksan, larutan perak nitrat (agno3) 0,1 m larutkan (17,0 ± 0,1) g (agno3) p.a. di dalam 1 000 ml air suling, air suling; dan batu didih.
A.6.4          Prosedur
A.6.4.1     Hidrolisis
1.      Timbang 4 g sampai dengan 5 g contoh (W) yang telah dipersiapkan dengan teliti ke dalam gelas piala 300 mL atau 500 mL;
2.      tambahkan 45 mL air suling mendidih dengan perlahan sambil diaduk hingga homogen;
3.      tambahkan 55 mL HCl 8 M (30 mL HCl ditambah 20 mL air) dan beberapa butir batu didih;
4.      tutup  gelas  piala  tersebut  dengan  kaca  arloji  lalu  didihkan  perlahan-lahan  selama 15 menit;
5.      bilas kaca arloji dengan air suling dan masukkan air pembilas tersebut ke dalam gelas piala;
6.      saring endapan menggunakan kertas saring bebas lemak;
7.      bilas gelas piala 3 kali dengan air suling, lakukan pencucian hingga bebas klor yang dapat ditentukan dengan penambahan 1 tetes sampai dengan 3 tetes AgNO3 0,1 M pada filtrat, jika tidak terdapat endapan putih (AgCl) maka telah bebas klor; dan
8.      pindahkan kertas saring serta isinya ke dalam thimble ekstraksi atau selongsong kertas saring bebas lemak dan keringkan 6 jam pada suhu 100 °C sampai dengan 101 °C.
A.6.4.2     Ekstraksi
1.        Keringkan labu lemak yang berisi beberapa butir batu didih selama 1 jam;
2.        dinginkan dalam desikator dan timbang (W0), sambungkan dengan alat ekstraksi Soxhlet;
3.        masukkan thimble ekstraksi atau selongsong kertas saring ke dalam Soxhlet (sebaiknya thimble ditopang glass bead), bilas piala yang digunakan untuk hidrolisis dan yang digunakan waktu pengeringan dengan petroleum eter atau heksan sebanyak 3 x 5 mL, tuangkan ke dalam Soxhlet, kemudian tuangkan petroleum eter sebanyak 2/3 kapasitas labu di atas penangas;
4.        ekstrak selama 4 jam dengan kecepatan ekstraksi lebih dari 30 kali;
5.        keringkan labu lemak beserta lemak di dalam oven pada suhu 100 °C sampai dengan 101 °C selama 1,5 jam sampai dengan 2 jam;
6.        dinginkan dalam desikator dan timbang (W1); dan
7.        ulangi  pengeringan  sampai  perbedaan  penimbangan  bobot  lemak  yang  dilakukan berturut-turut kurang dari 0,05%.
A.6.5          Perhitungan


Keterangan:
w  W : bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g);
w  W0 : bobot labu lemak kosong, dinyatakan dalam gram (g);
w  W1 : bobot labu lemak kosong dan lemak, dinyatakan dalam gram (g).
A.6.6          Ketelitian
Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 5 % dari nilai rata-rata hasil lemak. Jika kisaran lebih besar dari 5 %, maka uji harus diulang kembali.
A.7      Cemaran logam
A.7.1          Kadmium (Cd) dan timbal (Pb)
A.7.1.1     Prinsip
Destruksi contoh dengan cara pengabuan kering pada 450 °C yang dilanjutkan dengan pelarutan dalam larutan asam. Logam yang terlarut dihitung menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dengan panjang gelombang maksimal 228,8 nm untuk Cd dan 283,3 nm untuk Pb.
A.7.1.2     Peralatan
-       Alat : Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) beserta kelengkapannya (lampu katoda Cd dan Pb) terkalibrasi (sebaiknya menggunakan SSA tungku grafit), tanur terkalibrasi dengan ketelitian 1 °c, neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg, pemanas listrik, penangas air, pipet ukur berskala 0,05 ml atau mikro buret terkalibrasi, labu ukur 1 000 ml, 100 ml, dan 50 ml, terkalibrasi, gelas ukur 10 ml, gelas piala 250 ml, botol polipropilen,cawan porselen/platina/kwarsa 50 ml sampai dengan 100 ml; dan kertas saring tidak berabu dengan particle retention 20 µm sampai dengan 25 µm.
A.7.1.3     Pereaksi
o   Asam nitrat, HNO3 pekat;
o   Asam klorida, HCl pekat;
o   Larutan asam nitrat, HNO3  0,1 N;
-       encerkan 7 mL HNO3 pekat dengan aquabides dalam labu ukur 1 000 mL sampai tanda garis.
o   Larutan asam klorida, HCl 6 N;
-       encerkan 500 ml HCl pekat dengan aquabides dalam labu ukur 1 000 mL sampai tanda garis.
o   Larutan baku 1 000 µg/mL Cd;
-       larutkan 1,000 g Cd dengan 7 mL HNO3 pekat dalam gelas piala 250 mL dan masukkan ke dalam labu ukur 1 000 mL kemudian encerkan dengan akuabides sampai tanda garis. Alternatif lain, bisa digunakan larutan baku Cd 1 000 µg/mL siap pakai.
o   Larutan baku 200 µg/mL Cd;
-       pipet 10 mL larutan baku 1 000 µg/mL Cd ke dalam labu ukur 50 mL kemudian encerkan dengan akuabides sampai tanda garis kemudian dikocok. Larutan baku kedua ini memiliki konsentrasi 200 µg/mL Cd.
o   Larutan baku 20 µg/mL Cd;
-       pipet 10 mL larutan baku 200 µg/mL Cd ke dalam labu ukur 100 mL kemudian encerkan dengan akuabides sampai tanda garis kemudian dikocok. Larutan baku ketiga ini memiliki konsentrasi 20 µg/mL Cd.
o   Larutan baku kerja Cd;
-       pipet ke dalam labu ukur 100 mL masing-masing sebanyak 0 mL, 0,5 mL, 1 mL; 2 mL; 4 mL; 7 mL dan 9 mL larutan baku 20 µg/mL kemudian tambahkan 5 mL larutan HNO3 1 N atau HCl 6 N, dan encerkan dengan akuabides sampai tanda garis kemudian kocok. Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi 0 µg/mL; 0,1 µg/mL; 0,2 µg/mL; 0,4 µg/mL; 0,8 µg/mLl; 1,4 µg/mL dan 1,8 µg/mL Cd.
o   Larutan baku 1 000 µg/mL Pb;
-       larutkan 1,000 g Pb dengan 7 mL HNO3 pekat dalam gelas piala 250 mL dan masukkan ke dalam labu ukur 1 000 mL kemudian encerkan dengan akuabides sampai tanda garis. Alternatif lain, bisa digunakan larutan baku Pb 1 000 µg/mL siap pakai.
o   Larutan baku 50 µg/mL Pb; dan
-       pipet 5,0 mL larutan baku 1 000 µg/mL Pb ke dalam labu ukur 100 mL dan encerkan dengan akuabides sampai tanda garis kemudian kocok. Larutan baku kedua ini memiliki konsentrasi Pb 50 µg/mL.
o   Larutan baku kerja Pb;
-       pipet ke dalam labu ukur 100 mL masing-masing sebanyak 0 mL, 0,2 mL; 0,5 mL; 1 mL; 2 mL; 3 mL dan 4 mL larutan baku 50 µg/mL kemudian tambahkan 5 mL larutan HNO3 1 N atau HCl 6 N, dan encerkan dengan akuabides sampai tanda garis kemudian kocok. Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi 0 µg/mL; 0,1 µg/mL; 0,25 µg/mL; 0,5 µg/mL; 1,0 µg/mL; 1,5 µg/mL dan 2,0 µg/mL Pb.

A.7.1.4     Prosedur
·         Timbang   10   g   sampai   dengan   20   g   contoh   (W)   dengan   teliti   dalam   cawan porselen/platina/kuarsa;
·         tempatkan cawan berisi contoh di atas pemanas listrik dan panaskan secara bertahap sampai contoh tidak berasap lagi;
·         lanjutkan pengabuan dalam tanur (450 ± 5) °C sampai abu berwarna putih, bebas dari karbon;
·         apabila abu belum bebas dari karbon yang ditandai dengan warna keabu-abuan, basahkan dengan beberapa tetes air dan tambahkan tetes demi tetes HNO3 pekat kira- kira 0,5 sampai dengan 3 mL;
·         keringkan cawan di atas pemanas listrik dan masukkan kembali ke dalam tanur pada suhu (450 ± 5) °C kemudian lanjutkan pemanasan sampai abu menjadi putih. Penambahan HNO3 pekat dapat diulangi apabila abu masih berwarna keabu-abuan;
·         larutkan abu berwarna putih dalam 5 ml HCl 6 N, sambil dipanaskan di atas pemanas listrik atau penangas air sampai kering, kemudian larutkan dengan HNO3 0,1 N sebanyak 10 mL dan masukkan ke dalam labu ukur 50 mL kemudian tepatkan hingga tanda garis dengan air suling (V), jika perlu, saring larutan menggunakan kertas saring, ke dalam botol polipropilen;
·         siapkan larutan blanko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama seperti contoh;
·         baca absorbans larutan baku kerja dan larutan contoh terhadap blanko menggunakan SSA pada panjang gelombang maksimal sekitar 228,8 nm untuk Cd dan 283 nm untuk Pb;
·         buat kurva kalibrasi antara konsentrasi logam (µg/mL) sebagai sumbu X dan absorbans sebagai sumbu Y;
·         plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi (C); dan
·         hitung kandungan logam dalam contoh.
A.7.1.5.  Perhitungan
            Kandungan logam mg⁄kgሻ   x V
Keterangan:
-       C : konsentrasi logam dari kurva kalibrasi, dinyatakan dalam mikrogram per mililiter (µg/mL);
-       V : volume larutan akhir, dinyatakan dalam mililiter (mL);
-      W : bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g).
A.7.1.6   Ketelitian
Kisaran Relative Standard Deviation (RSD) dari dua kali ulangan maksimal 16 %, jika RSD lebih besar dari 16 %, maka uji harus diulang kembali.
A.7.2             Timah (Sn)
A.7.2.1     Prinsip
Contoh didestruksi dengan HNO3 dan HCl kemudian tambahkan KCl untuk mengurangi gangguan. Sn dibaca menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada panjang gelombang maksimal 235,5 nm dengan nyala oksidasi N2O-C2H2.
A.7.2.2     Peralatan
-       Alat : Spektrofotometer  Serapan  Atom  (SSA)  beserta  kelengkapannya  (lampu  katoda  Sn) terkalibrasi, tanur terkalibrasi dengan ketelitian 1 °c, neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg, pemanas listrik, penangas air, labu ukur 1000 ml, 100 ml, dan 50 ml, terkalibrasi, pipet ukur 10 ml dan 5 ml, berskala 0,1 ml, terkalibrasi, erlenmeyer 250 ml, gelas ukur 50 ml; dan gelas piala 250 ml.
A.7.2.3     Pereaksi
o   Larutan kalium klorida (KCl) 10 mg/mL;
-       larutkan 1,91 g KCl dengan air suling menjadi 100 mL.
o   Asam nitrat (HNO3) pekat;
o   Asam klorida (HCl) pekat;
o   Larutan baku 1 000 µg/mL Sn; dan
-       larutkan 1,000 g Sn dengan 200 mL HCl pekat dalam labu ukur 1 000 mL, tambahkan 200 mL air suling, dinginkan pada suhu ruang dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis.
o   Larutan baku kerja Sn.
-       pipet 10 mL HCl pekat dan 1,0 mL larutan KCl ke dalam masing-masing labu ukur 100 mL. Tambahkan masing-masing 0 mL; 0,5 mL; 1,0 mL; 1,5 mL; 2,0 mL dan 2,5 mL larutan baku 1 000 µg/mL Sn dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis. Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi 0 µg/mL; 5 µg/mL; 10 µg/mL; 15 µg/mL; 20 µg/mL dan 25 µg/mL Sn.
A.7.2.4     Prosedur
a.       Timbang 5 g sampai dengan 10 g contoh (W) dengan teliti ke dalam Erlenmeyer 250 mL, keringkan dalam oven 120 °C, tambahkan 30 mL HNO3 pekat dan biarkan 15 menit (jangan tambahkan HNO3 ke dalam contoh jika tahapan destruksi tidak dapat diselesaikan dalam hari yang sama);
b.      panaskan perlahan selama 15 menit di dalam lemari asam, hindari terjadinya percikan yang berlebihan;
c.       lanjutkan pemanasan sehingga sisa volume 3 mL sampai dengan 6 mL atau sampai contoh mulai kering pada bagian bawahnya, hindari terbentuknya arang;
d.      angkat Erlenmeyer dari pemanas listrik, tambahkan 25 mL HCl pekat, dan panaskan selama 15 menit sampai letupan dari uap Cl2 berhenti;
e.       tingkatkan pemanasan dan didihkan sehingga sisa volume 10 mL sampai dengan 15 mL;
f.       tambahkan 40 mL air suling, aduk, dan tuangkan ke dalam labu ukur 100 mL, bilas Erlenmeyer tersebut dengan 10 mL aquabides (V);
g.      tambahkan 1,0 mL KCl, dinginkan pada suhu ruang, tepatkan dengan air suling sampai tanda garis dan saring;
h.      siapkan larutan blanko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama seperti contoh;
i.        baca absorbansi larutan baku kerja dan larutan contoh terhadap blanko menggunakan SSA pada panjang gelombang maksimal 235,5 nm dengan nyala oksidasi N2O-C2H2;
j.        buat kurva kalibrasi antara konsentrasi logam (µg/mL) sebagai sumbu X dan absorbansi sebagai sumbu Y;
k.      plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi (C);
l.        lakukan pengerjaan duplo; dan
m.    hitung kandungan Sn dalam contoh;
A.7.2.5     Perhitungan
Kandungan logam Sn mg⁄kgሻ   x V
Keterangan:
-C :  konsentrasi  timah  (Sn)  dari  kurva  kalibrasi,  dinyatakan  dalam  mikrogram  per mililiter (µg/mL)
-      V : volume larutan akhir, dinyatakan dalam mililiter (mL); dan W         adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g).
A.7.2.6           Ketelitian
Kisaran RSD dari dua kali ulangan maksimal 16 %. Jika RSD lebih besar dari 16 %, maka uji harus diulang kembali.
A.7.3   Merkuri (Hg)
A.7.3.1       Prinsip
Reaksi antara senyawa merkuri dengan NaBH4 atau SnCl2 dalam keadaan asam akan membentuk gas atomik Hg. Jumlah Hg yang terbentuk sebanding dengan absorbansi Hg yang dibaca menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) tanpa nyala pada panjang gelombang maksimal 253,7 nm.
A.7.3.2       Peralatan
·         Alat : Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) yang dilengkapi lampu katoda Hg dan generator uap hidrida (HVG) terkalibrasi, microwave digester, neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg, pemanas listrik, pendingin terbuat dari borosilikat, diameter  12  mm  sampai  dengan  18  mm,  tinggi 400 mm diisi dengan cincin raschig setinggi 100 mm, dan dilapisi dengan batu didih berdiameter 4 mm di atas cincin setinggi 20 mm, tabung destruksi, labu destruksi 250 ml berdasar bulat, labu ukur 1 000 ml, 500 ml, 100 ml, dan 50 ml terkalibrasi, gelas ukur 25 ml, pipet ukur berskala 0,05 ml atau mikro buret terkalibrasi; dan gelas piala 500 ml.
A.7.3.3       Pereaksi
·         Larutan asam sulfat (H2SO4) 9 M;
·         Larutan asam nitrat (HNO3) 7 M;
·         Campuran asam nitrat: asam perklorat (HNO3 : HClO4,) 1:1;
·         Hidrogen peroksida (H2O2) pekat;
·         Larutan natrium molibdat (NaMoO4.7H2O) 2%;
·         Larutan pereduksi;
Campurkan 50 ml H2SO4 dengan 300 mL air suling dalam gelas piala 500 mL dan dinginkan sampai suhu ruang kemudian tambahkan 15 g NaCl, 15 g hidroksilamin sulfat, dan 25 g SnCl2. Pindahkan ke dalam labu ukur 500 mL dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis.
·         Larutan natrium borohidrida (NaBH4);
Larutkan 3 g serbuk NaBH4 dan 3 g NaOH dengan air suling dalam labu ukur 500 mL.
·         Larutan pengencer;
Masukkan 300 mL sampai dengan 500 mL air suling ke dalam labu ukur 1 000 mL dan tambahkan 58 mL HNO3 kemudian tambahkan 67 mL H2SO4. Encerkan dengan air suling sampai tanda garis dan kocok.
·         Larutan baku 1 000 µg/mL Hg;
Larutkan 0,135 4 g HgCl2 dengan kira-kira 25 mL air suling dalam gelas piala 250 mL dan masukkan ke dalam labu ukur 100 mL kemudian encerkan dengan air suling sampai tanda garis.
·         Larutan baku 1 µg/mL Hg; dan
Pipet 1 mL larutan baku 1 000 µg/mL Hg ke dalam labu ukur 1 000 mL dan encerkan dengan larutan pengencer sampai tanda garis, kemudian kocok. Larutan baku kedua ini memiliki konsentrasi 1 µg/mL.
·         Larutan baku kerja Hg; dan
pipet masing-masing 0,25 mL; 0,5 mL; 1 mL; dan 2 mL larutan baku 1 µg/mL ke dalam labu ukur 100 mL terpisah dan encerkan dengan larutan pengencer sampai tanda garis. Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi 0,002 5 µg/mL; 0,005 µg/mL; 0,01 µg/mL;
·         0,02 µg/mL Hg.
·         Batu didih.
A.7.3.4     Prosedur
A.7.3.4.1            Pengabuan basah
v  Timbang 5 g contoh (W) dengan teliti ke dalam labu destruksi dan tambahkan 25 mL H2SO4 9 M, 20 mL HNO3 7 M, 1 mL larutan natrium molibdat 2 %, dan 5 butir sampai dengan 6 butir batu didih;
v  hubungkan  labu  destruksi  dengan  pendingin  dan  panaskan  di  atas  pemanas  listrik selama 1 jam. Hentikan pemanasan dan biarkan selama 15 menit;
v  tambahkan 20 mL campuran asam nitrat : asam perklorat (HNO3 : HClO4) 1 : 1 melalui pendingin;
v  hentikan aliran air pada pendingin dan panaskan dengan panas tinggi hingga timbul uap putih. Lanjutkan pemanasan selama 10 menit dan dinginkan;
v  tambahkan 10 mL air suling melalui pendingin dengan hati-hati sambil labu digoyang- goyangkan;
v  didihkan lagi selama 10 menit;
v  matikan pemanas listrik dan cuci pendingin dengan 15 mL air suling sebanyak 3 kali kemudian dinginkan sampai suhu ruang;
v  pindahkan larutan destruksi contoh ke dalam labu ukur 100 mL secara kuantitatif dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis (V);
v  pipet 25 mL larutan di atas ke dalam labu ukur 100 mL dan encerkan dengan larutan pengencer sampai tanda garis;
v  siapkan larutan blanko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama seperti contoh;
v  tambahkan larutan pereduksi ke dalam larutan baku kerja Hg, larutan contoh, dan larutan blanko pada alat HVG;
v  baca absorbansi larutan baku kerja, larutan contoh, dan larutan blanko menggunakan SSA tanpa nyala pada panjang gelombang 253,7 nm;
v  buat kurva kalibrasi antara konsentrasi logam (µg/mL) sebagai sumbu X dan absorbansi sebagai sumbu Y;
v  plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi (C);
v  lakukan pengerjaan duplo; dan
v  hitung kandungan Hg dalam contoh
A.7.3.4.2 Destruksi menggunakan microwave digester atau destruksi tertutup
w  Timbang 1 g contoh (W) ke dalam tabung destruksi dan tambahkan 5 mL HNO3, 1 mL H2O2 kemudian tutup rapat;
w  masukkan  ke  dalam  microwave  digester  dan  kerjakan  sesuai  dengan  petunjuk pemakaian alat;
w  pindahkan larutan destruksi contoh ke dalam labu ukur 50 mL secara kuantitatif dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis (V);
w  siapkan larutan blanko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama seperti contoh;
w  tambahkan larutan pereduksi ke dalam larutan baku kerja, larutan contoh, dan larutan blanko pada alat HVG;
w  baca absorban larutan baku kerja, larutan contoh, dan larutan blanko menggunakan SSA tanpa nyala pada panjang gelombang 253,7 nm;
w  buat kurva kalibrasi antara konsentrasi logam (µg/ml) sebagai sumbu X dan absorbansi sebagai sumbu Y;
w  plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi (C);
w  lakukan pengerjaan duplo; dan
w  hitung kandungan Hg dalam contoh.
A.7.3.5     Perhitungan
Kandungan merkuri Hgሻሺmg⁄kg  x V x  fp
Keterangan:
-       C : konsentrasi merkuri (Hg) dari kurva kalibrasi, dinyatakan dalam mikrogram per mililiter (µg/mL);
-       V : volume larutan akhir, dinyatakan dalam mililiter (mL); W   adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g);
-       fp  : faktor pengenceran.

 A.7.3.6    Ketelitian
Kisaran RSD dari dua kali ulangan maksimal 16 %. Jika RSD lebih besar dari 16 %, maka uji harus diulang kembali.
A.8      Cemaran arsen (As)
A.8.1          Prinsip
Contoh didestruksi dengan asam menjadi larutan arsen. Larutan As5+  direduksi dengan KI menjadi As3+ dan direaksikan dengan NaBH4 atau SnCl2 sehingga terbentuk AsH3 yang kemudian dibaca dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada panjang gelombang maksimal 193,7 nm.
A.8.2          Peralatan
Alat : Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) yang dilengkapi dengan lampu katoda As dan generator uap hidrida (HVG) terkalibrasi, Tanur terkalibrasi dengan ketelitian 1 °C, Microwave digester, Neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg, Pemanas listrik, Burner atau bunsen, Labu Kjeldahl 250 mL, Labu terbuat dari borosilikat berdasar bulat 50 mL, Labu ukur 1 000 mL, 500 mL, 100 mL, dan 50 mL terkalibrasi, Gelas ukur 25 mL, Pipet volumetrik 25 mL terkalibrasi, Pipet ukur berskala 0,05 mL atau mikro buret terkalibrasi, Cawan porselen 50 mL; dan Gelas piala 200 mL.
A.8.3          Pereaksi
o   Asam nitrat, HNO3 pekat;
o   Asam sulfat, H2SO4 pekat;
o   Asam perklorat, HClO4 pekat;
o   Ammonium oksalat, (NH4)2C2O4 jenuh;
o   Hidrogen peroksida, H2O2 pekat;
o   Larutan natrium borohidrida, NaBH4 4%;
w  larutkan 3 g NaBH4 dan 3 g NaOH dengan air suling sampai tanda garis dalam labu ukur 500 mL.
o   Larutan asam klorida, HCl 8 M;
w  larutkan 66 ml HCl pekat kedalam labu ukur 100 mL dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis.
o   Larutan timah (II) klorida, SnCl2.2H2O 10%;
w  timbang 50 g SnCl2.2H2O ke dalam gelas piala 200 ml dan tambahkan 100 mL HCl pekat. Panaskan hingga larutan jernih dan dinginkan kemudian tuangkan ke dalam labu ukur 500 mL dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis.
o   Larutan kalium iodida, KI 20%;
w  timbang 20 g KI ke dalam labu ukur 100 mL dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis (larutan harus dibuat langsung sebelum digunakan).
o   Larutan Mg(NO3)2 75 mg/mL;
w  larutkan 3,75 g MgO dengan 30 mL H2O secara hati-hati, tambahkan 10 mL HNO3, dinginkan dan encerkan hingga 50 mL dengan air suling;
o   Larutan baku 1 000 µg/mL As;
w  larutkan 1,320 3 g As2O3 kering dengan sedikit NaOH 20% dan netralkan dengan HCl atau  HNO3   1:1  (1  bagian  asam  :  1  bagian  air).    Masukkan  ke  dalam  labu  ukur 1 000 mL dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis.
o   Larutan baku 100 µg/ml As;
w  pipet 10 mL larutan baku As 1 000 µg/mL ke dalam labu ukur 100 mL dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis. Larutan baku kedua ini memiliki konsentrasi 100 µg/mL As.
o   Larutan baku 1 µg/mL As; dan
w  pipet 1 mL larutan baku As 100 µg/mL ke dalam labu ukur 100 mL dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis. Larutan baku ketiga ini memiliki konsentrasi 1 µg/mL As.
o   Larutan baku kerja As.
w  pipet masing-masing 1,0 mL; 2,0 mL; 3,0 mL; 4,0 mL dan 5,0 mL larutan baku 1 µg/mL As ke dalam labu ukur 100 mL terpisah dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis kemudian kocok Larutan baku kerja  ini  memiliki  konsentrasi  0,01  µg/mL; 0,02 µg/mL; 0,03 µg/mL; 0,04 µg/mL dan 0,05 µg/mL As.
A.8.4          Cara kerja
A.8.4.1     Pengabuan basah
o    Timbang 5 g sampai dengan 10 g contoh (W) ke dalam labu Kjeldahl 250 mL, tambahkan 5 mL sampai dengan 10 mL HNO3 pekat dan 4 mL sampai dengan 8 mL H2SO4 pekat dengan hati-hati;
o    Setelah reaksi selesai, panaskan dan tambahkan HNO3 pekat sedikit demi sedikit sehingga contoh berwarna coklat atau kehitaman;
o    Tambahkan 2 mL HClO4 70% sedikit demi sedikit dan panaskan lagi sehingga larutan menjadi jernih atau berwarna kuning (jika terjadi pengarangan setelah penambahan HClO4, tambahkan lagi sedikit HNO3 pekat);
o    Dinginkan, tambahkan 15 mL H2O dan 5 mL (NH4)2C2O4 jenuh;
o    Panaskan sehingga timbul uap SO3 di leher labu;
o    Dinginkan, pindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 50 mL dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis (V);
o    Pipet 25 mL larutan diatas dan tambahkan 2 mL HCl 8 M, 0,1 mL KI 20 % kemudian kocok dan biarkan minimal 2 menit;
o    Siapkan larutan blanko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama seperti contoh;
o    Tambahkan larutan pereduksi (NaBH4) ke dalam larutan baku kerja As, larutan contoh, dan larutan blanko pada alat HVG;
o    Baca absorbansi larutan baku kerja, larutan contoh, dan larutan blanko menggunakan SSA tanpa nyala pada panjang gelombang 193,7 nm;
o    Buat kurva kalibrasi antara konsentrasi logam (µg/mL) sebagai sumbu X dan absorbansi sebagai sumbu Y;
o    Plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi (C);
o    Lakukan pengerjaan duplo; dan
o    Hitung kandungan As dalam contoh.
A.8.4.2     Destruksi menggunakan microwave digester atau destruksi sistem tertutup
1.             Timbang 0,5 g contoh (W) ke dalam tabung destruksi dan tambahkan 7 mL HNO3, 1 mL H2O2 kemudian tutup rapat.
2.             masukkan ke dalam microwave digester dan kerjakan sesuai dengan petunjuk pemakaian alat;
3.             setelah dingin, pindahkan larutan destruksi ke dalam labu ukur 25 mL secara kuantitatif dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis (V);
4.             pipet 10 mL larutan destruksi ke dalam labu borosilikat berdasar bulat 50 mL, tambahkan 1 mL larutan Mg(NO3)2, uapkan di atas pemanas listrik hingga kering dan arangkan. Abukan dalam tanur dengan suhu 450 °C (± 1 jam);
5.             dinginkan, larutkan dengan 2,0 mL HCl 8 M, 0,1 mL KI 20 % ,biarkan minimal 2 menit dan tepatkan sampai tanda tera pada labu takar 50 mL. Tuangkan larutan tersebut ke dalam tabung contoh pada alat;
6.             siapkan NaBH4 dan HCl dalam tempat yang sesuai dengan yang ditentukan oleh alat;
7.             tuangkan larutan baku kerja As 0,01 µg/mL; 0,02 µg/mL; 0,03 µg/mL; 0,04 µg/mL; 0,05 µg/mL serta blanko ke dalam 6 tabung contoh lainnya. Nyalakan burner atau bunsen serta tombol pengatur aliran pereaksi dan aliran contoh;
8.             baca nilai absorbansi tertinggi larutan baku kerja As dan contoh dengan blanko sebagai koreksi;
9.             buat kurva kalibrasi antara konsentrasi As (µg/mL) sebagai sumbu X dan absorbansi sebagai sumbu Y;
10.         plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi (C);
11.         lakukan pengerjaan duplo; dan
12.         hitung kandungan As dalam contoh.
A.8.5        Perhitungan
Kandungan arsen Asሻሺ mg⁄kg  x V x  fp
Keterangan:
-       C : konsentrasi arsen (As) dari kurva kalibrasi, dinyatakan dalam mikrogram per miliiliter (µg/mL)
-       V : volume larutan akhir, dinyatakan dalam mililiter (mL); W   adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g);
-       fp   adalah faktor pengenceran.
A.8.6          Ketelitian
Kisaran RSD dari dua kali ulangan maksimal 16 %. Jika RSD lebih besar dari 16 %, maka uji harus diulang kembali.
A.9    Cemaran mikroba
A.9.1          Persiapan dan homogenisasi contoh untuk uji Angka lempeng total
A.9.1.1     Prinsip
Pembebasan sel-sel bakteri yang mungkin terlindung oleh partikel makanan dan untuk menggiatkan kembali sel-sel bakteri yang mungkin viabilitasnya berkurang karena kondisi yang kurang menguntungkan dalam makanan. Persiapan dan homogenisasi contoh bertujuan agar bakteri terdistribusi dengan baik di dalam contoh makanan yang ditetapkan.
A.9.1.2   Peralatan
Alat : homogenisasi  (blender)  dengan  kecepatan  putaran 10 000 rpm sampai dengan 12 000 rpm, Otoklaf, Neraca analitik kapasitas 2 000 g terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 g, Pemanas listrik Labu ukur 1 000 mL, 500 mL, 100 mL, dan 50 mL terkalibrasi, Gelas piala steril, Erlenmeyer steril, Botol pengencer steril, Pipet volumetrik steril 10,0 mL dan 1,0 mL terkalibrasi, dilengkapi dengan bulb dan pipettor, Tabung reaksi; dan Sendok, gunting, dan spatula steril.
A.9.1.3   Larutan pengencer untuk Angka lempeng total
Buffered peptone water (BPW)
w  Bahan : Peptone     10 g, Natrium klorida  5 g, Disodium hidrogen fosfat            3,5 g, Kalium dihidrogen fosfat 1,5 g dan Air suling 1 L
w  Prosedur : Larutkan bahan-bahan di atas menjadi 1 L dengan air suling dan atur pH menjadi 7,0. Masukkan ke dalam botol pengencer. Sterilkan menggunakan otoklaf pada suhu 121 °C selama 15 menit.
A.9.1.4   Homogenisasi contoh untuk Angka lempeng total
o   Timbang 25 g contoh secara aseptik ke dalam botol pengencer yang telah berisi 225 mL larutan pengencer steril sehingga diperoleh pengenceran 1:10; dan
o   kocok campuran beberapa kali sehingga homogen.
A.9.2          Angka lempeng total
A.9.2.1     Prinsip
Pertumbuhan bakteri mesofil aerob setelah contoh diinkubasikan dalam pembenihan yang sesuai selama 72 jam pada suhu (30 1) °C.
A.9.2.2     Peralatan
w  Alat : Inkubator (30 ± 1) °C, terkalibrasi, Oven/alat sterilisasi kering terkalibrasi, Otoklaf, Penangas air bersirkulasi (45 ± 1) °C, Alat penghitung koloni (colony counter), Botol pengencer 160 mL terbuat dari gelas borosilikat, dengan sumbat karet atau tutup ulir plastik, Pipet ukur 1 mL steril dengan skala 0,1 mL dilengkapi bulb dan pipettor; dan Cawan Petri gelas/plastik (berukuran minimal 15 mm x 90 mm), steril.
A.9.2.3     Pembenihan dan pengencer
a. Buffered peptone water (BPW)
w  Bahan : Peptone     10 g, Natrium klorida  5 g, Disodium hidrogen fosfat            3,5 g, Kalium dihidrogen fosfat 1,5 g dan Air suling 1 L
w  Prosedur : Larutkan bahan-bahan di atas menjadi 1 L dengan air suling dan atur pH menjadi 7,0. Masukkan ke dalam botol pengencer. Sterilkan menggunakan otoklaf pada suhu 121 °C selama 15 menit.
b.      Plate count agar (PCA)
w  Bahan : Yeast extract 2,5 g, Pancreatic digest of caseine  5 g, Glukosa 1 g, Agar 15 sampai dengan 20 g, Air suling 1 L
w  Prosedur : Larutkan semua bahan-bahan, atur pH 7,0.      Masukkan dalam labu, sterilkan pada 121 °C selama 15 menit.
A.9.2.4     Prosedur
o   Timbang 25 g contoh, masukkan ke dalam Erlenmeyer yang telah berisi 225 mL larutan pengencer hingga diperoleh pengenceran 1:10. Kocok campuran beberapa kali hingga homogen. Pengenceran dilakukan sampai tingkat pengenceran tertentu sesuai keperluan seperti pada Gambar A.1.
o   Pipet masing-masing 1 mL dari pengenceran 10-1 – 10-4 atau sesuai keperluan ke dalam cawan Petri steril secara duplo.
o   Ke dalam setiap cawan petri tuangkan sebanyak 12 mL sampai dengan 15 mL media PCA yang telah dicairkan yang bersuhu (45 ± 1) °C dalam waktu 15 menit dari pengenceran pertama.
o   Goyangkan  cawan  Petri  dengan  hati-hati  (putar  dan  goyangkan  ke  depan  dan  ke belakang serta ke kanan dan ke kiri) hingga contoh tercampur rata dengan pembenihan.
o   Kerjakan pemeriksaan blanko dengan mencampur air pengencer dengan pembenihan untuk setiap contoh yang diperiksa.
o   Biarkan hingga campuran dalam cawan Petri membeku.
o   Masukkan semua cawan Petri dengan posisi terbalik ke dalam lemari pengeram dan inkubasikan pada suhu 30 °C selama 72 jam.
o   Catat pertumbuhan koloni pada setiap cawan Petri yang mengandung (25 - 250) koloni setelah 72 jam.
o   Hitung angka lempeng total dalam 1 mL contoh dengan mengalikan jumlah rata-rata koloni pada cawan Petri dengan faktor pengenceran yang digunakan.
A.9.2.5     Perhitungan
Angka lempeng total ( koloni/mL) = n x F
Keterangan:
-       n : rata – rata koloni dari dua cawan Petri dari satu pengenceran, dinyatakan dalam koloni per mL (koloni/mL);
-       F : faktor pengenceran dari rata-rata koloni yang dipakai
A.9.2.6     Pernyataan hasil
A.9.2.6.1            Prosedur menghitung
a)      Pilih cawan Petri  dari  satu  pengenceran  yang  menunjukkan  jumlah  koloni  antara 25 koloni sampai dengan 250 koloni setiap cawan Petri. Hitung semua koloni dalam cawan Petri menggunakan alat penghitung koloni. Hitung rata-rata jumlah koloni dan kalikan dengan faktor pengenceran. Nyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri per gram;
b)      jika salah satu dari dua cawan Petri terdapat jumlah koloni lebih kecil dari 25 koloni atau lebih besar dari 250 koloni, hitung jumlah koloni yang terletak antara 25 koloni sampai dengan 250 koloni dan kalikan dengan faktor pengenceran. Nyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri per gram;
 


d). Jika jumlah koloni dari masing-masing cawan Petri lebih dari 25 koloni nyatakan sebagai jumlah bakteri perkiraan;
-   jika jumlah koloni per cm2  kurang dari 100 koloni, maka nyatakan hasilnya sebagai jumlah perkiraan : jumlah bakteri dikalikan faktor pengenceran.



-     jika jumlah koloni per cm2 lebih dari 100 koloni, maka nyatakan hasilnya: area x faktor pengenceran x 100 contoh rata-rata jumlah koloni 110 per cm2 Contoh :


e).   jika jumlah koloni dari masing-masing koloni yang tumbuh pada cawan Petri kurang dari 25, maka nyatakan jumlah bakteri perkiraan lebih kecil dari 25 koloni dikalikan pengenceran yang terendah; dan
f).   Menghitung koloni yang merambat. Perambatan pada koloni ada 3 macam, yaitu :
-     perambatan berupa rantai yang tidak terpisah;
-     perambatan yang terjadi diantara dasar cawan Petri dan pembenihan; dan
-     perambatan yang terjadi pada pinggir atau permukaan pembenihan.
Jika terjadi hanya satu perambatan (seperti rantai) maka koloni dianggap satu. Jika terbentuk lebih dari satu perambatan dan berasal dari sumber yang terpisah-pisah, maka tiap sumber dihitung sebagai satu koloni.
g).   Jika tidak ada koloni yang tumbuh pada cawan petri, nyatakan hasil sebagai nol koloni per gram dikalikan dengan faktor pengenceran terendah (<10).
A.9.2.6.2              Cara membulatkan angka
Dalam melaporkan jumlah koloni atau jumlah koloni perkiraan hanya 2 angka penting yang digunakan, yaitu angka pertama dan kedua (dimulai dari kiri):
o   Jika angka ketiga lebih besar dari 5, maka bulatkan ke atas; contohnya : 528 dilaporkan sebagai 530 penulisannya 5,3 x 102
o   jika angka ketiga kurang dari 5, maka bulatkan kebawah; dan contohnya : 523 dilaporkan sebagai 520 penulisannya 5,2 x 102
o   jika angka ketiga sama dengan 5, maka bulatkan sebagai berikut:
-       bulatkan ke atas jika angka kedua merupakan angka ganjil; dan contohnya : 575 dilaporkan sebagai 580 penulisannya 5,8 x 102
-       bulatkan ke bawah jika angka kedua merupakan angka genap. contohnya : 565 dilaporkan sebagai 560 penulisannya 5,6 x 102
A.9.3          Salmonella
A.9.3.1     Prinsip
Contoh yang diuji ditumbuhkan terlebih dahulu pada media pra pengkayaan dan kemudian ditumbuhkan pada media pengkayaan, dan kemudian dilanjutkan pada media selektif. Selanjutnya contoh dideteksi dengan menumbuhkannya pada media agar selektif. Koloni- koloni yang diduga Salmonella sp. pada media selektif kemudian diisolasi dan dilanjutkan dengan ditegaskan melalui uji biokimia dan uji serologi untuk meyakinkan ada atau tidaknya bakteri Salmonella sp.
A.9.3.2     Peralatan
Alat : Inkubator (37 ± 1) °C, Autoklaf, Oven, Neraca, kapasitas 2 000 g, dengan ketelitian 0,1 g, Neraca, kapasitas 120 g, dengan ketelitian 5 mg, Penangas air, (44 sampai dengan 47) °C, Penangas air, bersirkulasi, thermostatically-controlled, (41,5 ± 1) °C, Penangas air bersuhu (37 ± 1) °C, pH meter, Blender dan blender jar (botol) steril, Botol bertutup ulir bermulut lebar (500 mL) steril, Erlenmeyer 500 mL steril, beaker; 250 mL steril, sterile glass atau paper funnels dengan ukuran sesuai, dan, pilihan lain, kontainer dengan kapasitas sesuai untuk mengakomodasi contoh komposit, Bent glass atau batang penyebar plastik steril, Sendok steril, atau peralatan lain untuk memindahkan contoh makanan, Cawan Petri steril, 15 x 100 mm, kaca atau plastik, Pipet steril, 1 mL dengan ketelitian 0,01 mL; dan pipet steril 5 mL dan 10 mL dengan skala 0,1 mL, Ose (diameter ± 3 mm), terbuat dari nichrome, platinum-iridium chromel wire atau plastik steril, Jarum Ose yang berujung runcing, Tabung reaksi atau tabung biakan steril,16 mm x 150 mm dan 20 mm x 150 mm; tabung serologikal, 10 mm x 75 mm atau 13 mm x 100 mm, Botol pengencer 500 mL, Rak tabung reaksi atau rak tabung biakan, Vortex mixer, Lampu (untuk mengamati reaksi serologi), Fisher atau Bunsen burner, Kertas pH (kisaran pH 6 sampai dengan 8) dengan ketelitian maksimal 0,4 unit pH per perubahan warna; dan Gunting, gunting besar, pisau bedah, dan forceps steril.
A.9.3.3     Perbenihan dan pereaksi
Bahan dan reagen : Buffered peptone water (BPW), Media Rappaport-Vassiliadis (RVS) (media RVS harus dibuat dari bahan-bahan yang terdapat dalam komposisi media RV tersebut). Formulasi yang tersedia secara komersial tidak dapat diterima), Muller – Kauffmann Tetrathionate / novobiocin (MKTTn) broth, Xylose lysine desoxycholate (XLD) agar, Hektoen enteric (HE) agar, Bismuth sulfite (BS) agar, Triple sugar iron (TSI) agar, Urea agar, Lysine decarboxylase broth (LDB), Larutan physiological saline, 0,85% (steril), Toluene, Kertas cakram β- galaktosidase,Media Voges-Proskauer (VP), Pereaksi uji Voges-Proskauer (VP), Larutan creatine, 1-naphtol yang dilarutkan dengan etanol, Larutan potasium hidroksida (KOH), 40%, Tryptone (atau tryptophane) broth (TB), Pereaksi Kovacs, Semi-solid Nutrient Agar (NA), Salmonella monovalent dan polyvalent somatic (O) antiserum, Salmonella monovalent dan polyvalent flagellar (H) antiserum; dan Salmonella anti-Vi sera.
A.9.3.4     Prosedur
A.9.3.4.1            Homogenisasi contoh dan pra-pengkayaan
o   Timbang 25 g contoh ke dalam blender yang steril dan tambahkan 225 mL BPW steril. Kocok selama 2 menit;
o   inkubasikan pada suhu (37 ± 1) °C selama (18 ± 2) jam.
A.9.3.4.2            Pengkayaan
o   Pipet 0,1 mL biakan pra-pengkayaan ke dalam 10 mL media RVS dan 1 mL biakan pra- pengkayaan lainnya ke dalam 10 mL MKTTn broth dan vorteks masing-masing campuran tersebut; dan
o   inkubasikan media RVS pada suhu (41,5 ± 1) °C selama (24 ± 3) jam dalam penangas air bersirkulasi dan MKTTn broth pada (37 ± 1) °C selama (24 ± 3) jam.
A.9.3.4.3            Penanaman pada pembenihan pilihan/selektif
a.       Kocok contoh yang telah diinkubasi dan dengan mengunakan jarum Ose diameter 3 mm, goreskan biakan pengkayaan MKTTn broth ke dalam cawan petri yang berisi media agar XLD, HE dan BS. Siapkan agar BS sehari sebelum digunakan dan simpan di tempat gelap pada suhu ruang sampai siap digores.
b.      ulangi cara di atas dari media agar pengkayaan RVS;
c.       inkubasikan cawan-cawan media agar BS, HE dan XLD selama (24 ± 3) jam pada suhu 37 °C;
d.      amati kemungkinan adanya koloni Salmonella sp., setelah inkubasi (24 ± 3) jam. Ambil 2  atau  lebih  koloni  Salmonella  sp.  dari  masing-masing  media  agar  selektif  setelah inkubasi (24 ± 3) jam. Morfologi koloni mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
o   XLD      : koloni berwarna merah jambu (pink)            dengan atau tanpa inti hitam. Kebanyakan Salmonella sp. membentuk koloni besar, inti hitam mengkilap atau mungkin nampak hampir semuanya berwarna hitam;
o   HE         : koloni berwarna hijau kebiruan sampai biru dengan atau tanpa inti hitam. Kebanyakan Salmonella sp. membentuk koloni besar, inti hitam mengkilat atau mungkin nampak hampir semuanya berwarna hitam.
o   BS          : koloni berwarna coklat, abu-abu sampai hitam dan kadang-kadang kilap logam. Jika masa inkubasi bertambah maka warna media disekitar koloni mula-mula coklat kemudian menjadi hitam. Pada beberapa strain koloni berwarna hijau dengan atau tanpa warna gelap disekitar media.
e.       jika tidak ada koloni yang diduga Salmonella sp. pada media agar BS setelah inkubasi (24 ± 3) jam, jangan mengambil koloni tapi inkubasi kembali media selama (24 ± 3) jam. Jika tidak ada koloni yang diduga Salmonella sp. pada media agar BS setelah inkubasi (48 ± 2) jam, ambil 2 atau lebih koloni tersebut.
A.9.3.4.4  Uji penegasan
A.9.3.4.4.1         Seleksi koloni untuk uji penegasan
-       Ambil sedikitnya 1 koloni tipikal pada masing-masing cawan yang berisi media XLD, HE, dan BS, ambil kembali sedikitnya 4 koloni bila koloni pertama tidak tipikal;
-       goreskan masing-masing koloni tersebut pada cawan yang berisi NA yang akan ditumbuhi oleh koloni yang terisolasi dengan baik, kemudian inkubasikan pada suhu (37 ± 1) °C selama (24 ± 3) jam;
-       gunakan kultur murni untuk uji penegasan biokimia dan serologi selanjutnya.
A.9.3.4.4.2         Uji penegasan biokimia
a)         Dengan menggunakan jarum Ose berujung runcing steril, ambil secara hati-hati bagian tengah koloni dan inokulasikan ke dalam media TSI agar miring dengan cara menggores agar miring dan menusuk agar tegak;
b)        inkubasi agar miring TSI pada suhu (37 ± 1) °C selama (24 ± 3) jam. Pada TSI, perubahan yang terjadi pada medium adalah sebagai berikut:
-     Bagian tegak:
·      kuning                                :glukosa +
·      merah / tak berubah warna : glukosa negatif hitam H2S
·      gelembung / retak             :pembentukan gas dari glukosa
-     Permukaan agar miring :
·      kuning                              : laktosa dan/atau sukrosa +
·      merah / tak berubah warna : laktosa dan sukrosa negatif
     90 % kasus tipikal Salmonella positif membentuk gelembung gas dan H2S (warna hitam);
c)         Gunakan jarum Ose berujung runcing steril, ambil secara hati-hati bagian tengah koloni dari A.9.3.4.4.1 dan inokulasikan ke dalam media Urea agar dengan cara menggores agar miring;
d)        inkubasikan agar miring urea pada suhu (37 ± 1) °C selama (24 ± 3) jam, dan amati setiap interval waktu tertentu. Pada Urea agar, reaksi positif ditunjukkan dengan reaksi pemecahan urea yang menghasilkan ammonia akan menunjukkan perubahan warna phenol red menjadi merah mawar hingga merah muda dan kemudian akan semakin pekat . Reaksi akan muncul setelah 2 jam sampai dengan 4 jam;
e)         dengan menggunakan jarum Ose steril, inokulasikan koloni dari A.9.3.4.4.1 ke dalam media LDB, kemudian inkubasikan pada (37 ± 1) °C selama (24 ± 3) jam, reaksi positif Salmonella sp. pada LDB ditandai dengan terbentuknya kekeruhan dan warna ungu setelah inkubasi. Warna kuning menunjukkan reaksi negatif;
f)         dengan menggunakan jarum Ose steril, inokulasikan koloni dari A.9.3.4.4.1 ke dalam tabung yang berisi 0,25 mL larutan physiological saline steril;
g)        tambahkan 1 tetes toluene dan kocok tabung. Tempatkan tabung pada penangas air bersuhu 37 °C dan diamkan selama 5 menit, kemudian tambahkan sebanyak 1 lembar kertas cakram β- galaktosidase;
h)        inkubasikan tabung pada penangas air 37 °C dan diamkan selama (24 ± 3) jam, amati tabung pada interval waktu tertentu. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna kuning. Reaksi muncul setelah 20 menit;
i)          dengan menggunakan jarum Ose steril, inokulasikan koloni dari A.9.3.4.4.1 ke dalam tabung steril yang berisi 3 mL media VP, kemudian inkubasikan pada suhu (37 ± 1) °C selama (24 ± 3) jam;
j)          setelah inkubasi tambahkan dua tetes larutan creatine, tiga tetes larutan 1-naphtol yang dilarutkan dengan etanol, dan dua tetes larutan KOH 40%, kemudian kocok setelah penambahan tiap pereaksi tersebut. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah terang setelah 15 menit;
k)        dengan menggunakan jarum Ose steril, inokulasikan koloni dari A.9.3.4.4.1 ke dalam tabung steril yang berisi media TB, kemudian inkubasikan pada suhu (37 ± 1) °C selama (24 ± 3) jam; dan
l)          setelah inkubasi tambahkan 1 mL pereaksi Kovacs. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya cincin yang berwarna merah, sedangkan pembentukan cincin berwarna kuning menunjukkan reaksi negatif.
A.9.3.4.4.3         Interpretasi hasil uji biokimia
Interpretasi hasil uji biokimia dapat dilihat pada Tabel A.1















A.9.3.4.4.4           Uji penegasan serologi dan serotyping
Deteksi keberadaan antigen O-, Vi-, dan H- Salmonella diuji dengan aglutinasi (penggumpalan) dengan sera yang sesuai, dari kultur murni yang diperoleh dari A.9.3.4.4.1 dan setelah galur auto-aglutinasi dihilangkan.
A.9.3.4.4.4.1      Penghilangan galur auto-aglutinasi
a)    Tempatkan 1 tetes larutan physiological saline 0,85% pada gelas objek yang bersih;
b)   suspensikan sebanyak 1 Ose penuh biakan dari A.9.3.4.4.1 sampai terbentuk suspensi yang homogen dan keruh;
c)    goyangkan gelas objek selama 30 sampai dengan 60 detik dan amati gelas objek, bila bakteri mengelompok menjadi unit-unit terpisah maka galur tersebut termasuk auto- aglutinasi, dan tidak dilanjutkan untuk pengujian tahap selanjutnya.
A.9.3.4.4.4.2      Uji antigen O-
§  Dengan menggunakan pensil, buat garis empat persegi-panjang berukuran 1 cm x 2 cm di atas kaca atau cawan Petri plastik berukuran 15 mm x 100 mm atau di atas gelas sediaan;
§  gunakan koloni yang tidak termasuk galur auto-aglutinasi, tempatkan 1 tetes larutan physiological saline 0,85 %;
§  tambahkan 1 tetes larutan saline pada bagian pertama dan tambahkan 1 tetes antiserum O- ke dalam bagian yang lain;
§  campurkan atau homogenkan bagian atas menggunakan jarum Ose yang bersih dan steril selama 1 menit; dan
§  klasifikasi uji antiserum O- menunjukkan hasil sebagai berikut:
-     Positif  : terjadi pengumpalan didalam pencampuran uji, pada kontrol saline tidak terjadi penggumpalan;
-     negatif : tidak terjadi penggumpalan didalam pencampuran uji, dan kontrol saline; dan non spesifik : terjadi penggumpalan didalam pencampuran uji dan pada kontrol saline.
A.9.3.4.4.4.3      Uji antiserum Vi-
§  Dengan menggunakan pensil, buat garis empat persegi-panjang berukuran 1 cm x 2 cm di atas kaca atau cawan Petri plastik berukuran 15 mm x 100 mm atau di atas gelas sediaan;
§  gunakan koloni yang tidak termasuk galur auto-aglutinasi, tempatkan 1 tetes larutan physiological saline 0,85 %;
§  tambahkan 1 tetes suspensi biakan di atas masing-masing bagian empat-persegi panjang yang telah diberi tanda dengan pensil;
§  tambahkan 1 tetes larutan saline pada bagian pertama dan tambahkan 1 tetes antiserum Vi- ke dalam bagian yang lain;
§  campurkan atau homogenkan bagian atas menggunakan jarum Ose yang bersih dan steril selama 1 menit; dan
§  klasifikasi uji antiserum Vi- menunjukkan hasil sebagai berikut:
-       Positif : terjadi pengumpalan didalam pencampuran uji, pada kontrol saline tidak terjadi penggumpalan;
-       negatif : tidak terjadi penggumpalan didalam pencampuran uji, dan kontrol saline; dan non spesifik : terjadi penggumpalan didalam pencampuran uji dan pada kontrol saline.
A.9.3.4.4.4.4        Uji antigen H-
v  Inokulasikan media NA semi solid dengan koloni murni yang bukan merupakan galur auto-aglutinasi;
v  inkubasikan media pada suhu (37 ± 1) °C selama (24 ± 3) jam;
v  dengan menggunakan pensil, buat garis empat persegi-panjang berukuran 1 cm x 2 cm di atas kaca atau cawan Petri plastik berukuran 15 mm x 100 mm atau di atas gelas ssediaan;
v  emulsikan biakan pada NA semi solid setelah inkubasi dengan 2 mL 0,85 % saline menggunakan jarum Ose;
v  tambahkan 1 tetes suspensi biakan tersebut di atas masing-masing bagian empat- persegi panjang yang telah diberi tanda dengan pensil;
v  tambahkan  1  tetes  larutan  saline  pada  bagian  pertama  dan  tambahkan  1  tetes antiserum H- ke dalam bagian yang lain;
v  campurkan atau homogenkan bagian atas menggunakan jarum Ose yang bersih dan steril selama 1 menit; dan
v  klasifikasi uji antiserum H- menunjukkan hasil sebagai berikut:
-       Positif : terjadi pengumpalan didalam pencampuran uji, pada kontrol saline tidak terjadi penggumpalan;
-       negatif : tidak terjadi penggumpalan didalam pencampuran uji, dan kontrol saline; dan non spesifik : terjadi penggumpalan didalam pencampuran uji dan pada kontrol salin.
A.9.3.4.4.5           Interpretasi hasil uji penegasan
Interpretasi hasil uji serologi yang merupakan uji penegasan dapat dilihat pada Tabel A.2.
Tabel A.2 – Interpretasi hasil uji penegasan




A.9.3.5     Pernyataan Hasil
Berdasarkan hasil interpretasi dapat menunjukkan keberadaan Salmonella pada contoh uji per 25 gram.















DAFTAR PUSTAKA
·         Almatsier, S .2001. Prinsip dasar ilmu gizi, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
·          Badan Standarisasi Nasional, 2014. SNI 3818 : 2014 Bakso Daging. Jakarta : BSN.
·         Haryanto, P dan P. Pangloli. 2001Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius, Yogyakarta.
·         Kanoni, S. 2001. Pengaruh blansing daging sapi post-­rigor terhadap sifat fisik,   sensorik dan daya simpan bakso. Himpunan Makalah Seminar Nasional Teknologi Pangan. 1 (37): 262-­269.
·         Kartika, B., P. Hastuti dan W. Supartono. 1988. Uji Indrawi Pangan. Pusat antara Universitas Pangan dan Gizi. Gadjah Mada, Yogyakarta. Komariah, N. Ulupi dan E. N. Hedrarti. 2005.
·         Ngili Y. 2010. Biokimia Dasar. Jakarta : Rekayasa Sains.
·          Sediaoetama, Prof. Dr. Achmad Djaeni, M. Sc., 2010., Ilmu gizi untuk mahasiswa dan profesi, Jilid 1, Jakarta : Dian Rakyat
·         Soekarto, S. T. 2001. Penilaian  (untuk Industri Pangan Pertanian). Bharata Karya Aksara, Jakarta.
·         Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging .Gajah Mada University Press,Yogyakarta.
·         Suprapti, L. M. 2003. Membuat Bakso Daging dan Bakso Ikan. Kanisius, Yogyakarta.
·         Usmiati, S. dan Komariah. 2007. Karakteristik bakso daging kerbau dari berbagai bagian karkas dan tingkat tepung tapioka. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007: 284-295
·         Wibowo, S. 2001Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Gading. Jakarta : Penebar Swadaya.

·         Yohana, SKD., U.H. Asmara. 1998. Kajian Nilai Gizi Bakso Sapi dan Bubur Pedas sebagai Sumber Makanan Setengah Berat di Kotamadya Pontianak. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan dan Gizi, Yogyakarta, 15 Desember 1998.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar