Pengikut

Rabu, 19 Juli 2017

Analisa Kimia Air untuk kualitas air sungai brantas hilir sidoarjo

PRAKTIKUM ANALISA KIMIA AIR
Analisa Kualitas Air Sungai Brantas Hilir Kabupaten Sidoarjo
Dosen Pengampu Analisa Kimia Air
Khoirun Nisyak, S.Si., M.Si
Yulianto Ade Prasetya, S.Si., M.Si


 





Disusun oleh:
Kelompok I
1.      Ani Mei Munasari                                                       (15010100002)
2.      Merinsa Chorry Hartono                                             (15010101009)
3.      Rizki Nur Hidayat                                                      (15010100011)
4.      Yesi Eka Nur kumala Dewi                                        (15010102015)

PROGRAM STUDI D III ANALIS KESEHATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
RUMAH SAKIT ANWAR MEDIKA
SIDOARJO
2016


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, sehingga tidak ada kehidupan seandainya di bumi tidak ada air. Air yang relatif bersih sangat didambakan oleh manusia,baik untuk keperluan hidup sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk kebersihan sanitasi kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya. Air yang kualitasnya buruk akan mengakibatkan lingkungan hidup menjadi buruk sehingga akan mempengaruhikesehatan dan keselamatan manusia serta mahluk hidup lainnya. Penurunan kualitas air akan menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukungdan daya tampung dari sumberdaya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumberdaya alam.
Salah satu kekayaan sumberdaya air adalah sungai. Sungai merupakan sebuah fenomena alam yang terbentuk secara alamiah.Fungsi sungai adalah sebagai penampung, penyimpan irigasi dan bahan baku air minum bagi sejumlah kota disepanjang alirannya. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem aquatic yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi danberfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristikyang dimiliki oleh lingkungan di sekitarnya.
Sungai juga merupakan tempat yang mudah dan praktis untukpembuangan limbah, baik padat maupun cair, sebagai hasil dari kegiatan rumahtangga, industri rumah tangga, garmen, peternakan, perbengkelan, dan usaha-usahalainnya. Dengan adanya pembuangan berbagai jenis limbah dan sampah yang mengandung beraneka ragam jenis bahan pencemar ke badan-badan perairan, baik yang dapat terurai maupun yang tidak dapat terurai akanmenyebabkan semakin berat beban yang diterima oleh sungai tersebut. Jikabeban yang diterima oleh sungai tersebut melampaui ambang batas yangditetapkan berdasarkan baku mutu, maka sungai tersebut dikatakan tercemar, baiksecara fisik, kimia, maupun biologi.
Sungai Brantas merupakan salah satu sungai di Jawa Timur, terpanjang kedua di Pulau Jawa setelah Bengawan Solo. Sungai Brantas bermata air di Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, yang berasal dari simpanan air Gunung Arjuno, kemudian mengalir ke Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang dan Mojokerto.Di Kabupaten Mojokerto sungai ini bercabang dua manjadi Kali Mas (ke arah Surabaya) dan Kali Porong (ke arah Porong, Kabupaten Sidoarjo).Sungai Brantas memiliki fungsi yang sangat penting bagi Jawa Timur mengingat 60% produksi padi berasal dari areal persawahan di sepanjang aliran sungai ini. Akibat pendangkalan dan debit air yang terus menurun sungai ini tidak bisa dilayari lagi. Fungsinya kini beralih sebagai irigasi dan bahan baku air minum bagi sejumlah kota disepanjang alirannya.
Badan Lingkungan Hidup Jawa Timur pada tahun 2016 menyebutkan penyebab tercemarnya air Sungai Brantas, didominasi oleh limbah domestik. Hal inilah yang menjadikan kondisi air sungai Brantas  sekarang ini  dalam status waspada karena pencemaran  air Sungai Brantas makin  hari makin mengkhawatirkan dengan faktor utama berasal dari limbah domestik yaitu limbah rumah tangga. Setiap tahun selalu dilakukan penelitian dan pengujian kualitas air Sungai Brantas. Ada 30 titik pantau yang diuji, yaitu mulai dari bawah jembatan Desa Pendem, di Kecamatan Junrejo, Kota Batu sampai di bawah jembatan Petekan di Kota Surabaya. Hasilnya limbah domestik  menjadi penyebab terbesar  terjadinya pencemaran. Limbah domestik itu,  di antaranya tinja, bekas air cucian dapur dan kamar mandi, termasuk sampah rumah tangga selalu dibuang ke sungai. Selain itu yang menjadi penyebab pencemaran air Sungai Brantas adalah limbah peternakan, industri, dan limbah pertanian. Dilihat dari kandungan Dissolve Oksigen (DO), nilainya di bawah 4 mg/liter. Dampaknya makhluk hidup di aliran Sungai Brantas banyak yang mati. Hal itu banyak terjadi di kawasan tengah hingga hilir Sungai Brantas di Kota Surabaya. Bila dilihat dari Biologi Oksigen Demand (BOD) dan Chemical Oksigen Demand (COD). Dua indikator seluruhnya di bawah standar. Tidak terkecuali dengan Fecal Coli mencapai 5-10 ribu mg/liter (BLH Provinsi Jatim, 2016).
Sidoarjo merupakan salah satu kabupaten dipropinsi Jawa Timur yang letaknya sangat strategis dan berbatasan dengan 4 ibukota kabupaten/kotamadya, yaitu Kota Surabaya (timur), Kabupaten Pasuruan (selatan), Kabupaten Gresik (utara) dan Kota Mojokerto (barat). Hal tersebut yang menyebabkan banyaknya lahan perumahan warga dan perusahaan yang berdiri di sepanjang kabupaten ini. Banyaknya perusahaan tentu menimbulkan pro dan kontra, yakni di samping banyaknya lapangan kerja yang tersedia bagi warga sekitar, namun dampak pembuangan limbahnya yang merugikan banyak pihak dan berujung pembuangan limbah di Sungai Brantas.
Berdasarkan fakta tersebut, mengingat pentingnya Sungai Brantas sebagai sumber air minum, kebutuhan rumah tangga, irigasi dan perikanan warga. Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini untukmengetahui tingkat pencemaran yang terjadi sebagai upayamewujudkan pemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk kemakmuran rakyat khususnya bagi warga yang tinggal di sekitar bantaran hilir sungai   Brantas di Kabupaten Sidoarjo. Selain itu, untuk memenuhi tugas penelitian mata kuliah Analisa Kimia Air sekitar Sungai Brantas khususnyabagian hilir sungai yang bermuara di Kali Porong.


1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1.      Bagaimana dampak pada perubahan kualitas air secara fisik, kimia, dan mikrobiologi sebagai akibat pencemaran pada hilir sungai Brantas di Kabupaten Sidoarjo?
2.      Bagaimana kualitas air Sungai Brantassebagai sumber air minum dan kebutuhan rumah tangga bagi warga sekitarbagian hilir sungai Brantas di Kabupaten Sidoarjo?
1.3   Tujuan Penelitian
1.    Mengetahui dampak pada perubahan kualitas air secara fisik, kimia, dan mikrobiologi sebagai akibat pencemaran pada hilir sungai Brantas di Kabupaten Sidoarjo
2.    Mengetahui kualitas air Sungai Brantas sebagai sumber air minum dan kebutuhan rumah tangga bagi warga sekitarbagian hilir sungai Brantas di Kabupaten Sidoarjo
1.4  Manfaat Penelitian
1.      Bagi pemerintah daerah, informasi ini dapat digunakan sebagai bahanpertimbangan atau acuan dalam memformulasi kebijakan dalampengendalian pencemaran yang terjadi di Hilir Sungai Brantas Kabupaten Sidoarjo.
2.      Sebagai bahan pertimbangan bagi upaya pemeliharaan dan pemanfaatan untuk warga sekitar Hilir Sungai Brantas Kabupaten Sidoarjo.
3.      Memberikan data dan informasi awal bagi para peneliti untukmelaksanakan penelitian lanjutan.

BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran Air
Pencemaran adalah suatu penyimpangan  dari  keadaan  normalnya.  Jadi pencemaran air adalah suatu keadaan air yang telah mengalami penyimpangan dari keadaan normalnya. Keadaan  normal air masih tergantung pada faktor penentu, yaitu kegunaan air itu sendiri dan asal sumber air (Wardhana, 2004). Menurut Cottam (1969)mengemukakan bahwa pencemaran air adalah bertambahnya suatu material atau bahan dan setiap tindakan manusiaakan mempengaruhi kondisi perairan sehingga dapat merusak daya  guna perairan. Industri pertambangan dan energi mempunyai pengaruh besar terhadap perubahan lingkungan karena mengubah sumber daya alam menjadi produk baru dan menghasilkan limbah yang mencemari lingkungan (Darsono, 1992).
Kumar(1977) berpendapat bahwa air dapat tercemar jika kualitas  atau komposisinya baik secara langsung atau tidak langsung berubah oleh aktivitas manusia sehingga tidak lagi berfungsi sebagai air minum, keperluan rumah tangga, pertanian, rekreasi atau maksud lain sepertisebelum tercemar.Polusi air merupakan penyimpangan sifat air dari keadaan normal.Ciri-ciri yang mengalami polusi sangat bervariasi tergantung dari  jenis dan polutan atau komponen yang mengakibatkan polusi (Sumengen, 1987). 
2.1.1 Penyebab Pencemaran di dalam Perairan
Perkembangan penduduk dan kegiatan manusia telah meningkatkan pencemaran sungai-sungai, terutama  sungai  – sungai yang melintasi daerah perkotaan dimana sebagian  air  bekas  kegiatan manusia dibuang ke sistem perairan yang sedikit atau tanpa pengolahan sama sekali terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas air sungai (Darsono, 1992).
Penyebab pencemaran air berdasarkan sumbernya secara umum dapat dikategorikan sebagai sumber kontaminan langsungdan tidak langsung. Sumber langsung meliputi effluent yang keluar dari  industri, TPA (Tempat Pemrosesan Akhir Sampah), dan sebagainya. Sumber tidak langsung yaitu kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah, atau atmosfer berupa hujan.Tanah dan air tanah mengandung sisa dari  aktivitas  pertanian  seperti pupuk dan pestisida. Kontaminan dari atmosfer juga berasal dari aktivitas manusia yaitu pencemaran udara yang menghasilkan hujan asam. Penyebab pencemaran air dapat juga digolongkan berdasarkan aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu limbah yang berasal dari industri, rumah tangga, dan pertanian (Suriawiria, 1996).
Beberapa jenis pencemar dan sumber pencemar yang dikemukakan oleh Davis dan Cornwell, 1991 dalam Effendi (2003), secara ringkas seperti terlihat pada table 2.1
 










2.1.2 Limbah
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Limbah yang dihasilkanberupa sampah air kakus (blackwater), dan air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water). Menurut Undang-undangNomor  32  Tahun  2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup  (Kementerian  Negara Lingkungan Hidup, 2009), limbah didefinisikan sebagai sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.
Limbah cair adalah air yang membawa sampah (limbah) dari rumah, bisnis dan industri. Limbah adalah sampah cair dari suatulingkungan  masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan  hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan anorganik. Pelimbahan akan berbeda kekuatan dan komposisinya dari suatu kota ke kota yang lain disebabkan oleh perbedaan-perbedaan yang nyata dalam kebiasaan masyarakat yang berbeda-beda, sifat makanan dan pemakaian air perkapita. Tidak ada dua jenis sampah yang benar-benar sama.Pelimbahan pada kota-kota non industri, kebanyakan terdiri dari sampah domestik  yang  murni (Mahida, 1986).
Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah,yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjausecara kimiawi, limbahini terdiri dari bahan kimia senyawa organik dan senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran  limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan  manusia, sehingga perludilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat  bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbahtergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
2.1.3  Komponen Limbah Cair
Komponen limbah cair (Tchobanoglous and Eliassen dalam Soeparman, 2001) antara lain limbah cair domestik (domestic waste water),  limbah cair industri (industrial waste water), rembesandan luapan (infiltration and inflow). Limbah cair domestik adalah hasil buangan dari perumahan, bangunan, perdagangan, perkantoran dan sarana sejenisnya. Limbahcair  domestik mengandung susunan senyawa organik, baik itu alami maupun sintetis. Senyawa ini masuk ke dalambadanairsebagai hasil dari aktivitasmanusia. Penyusun14utamanyaberupa polysakarida (karbohidrat), polipeptida (protein), lemak (fats) dan asam nukleat (nucleic acid).
2.2 Kualitas Air Sesuai Kelas
Berdasarkan kualitas air menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomer 82 tahun 2001 diklasifikasikan menjadi empat kelas :
a.             Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
b.            Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
c.             Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
d.            Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
2.3  Uji Parameter Kualitas Air
Beberapa karakteristik atau indikator kualitas air yang disarankan untuk dianalisis sehubungan pemanfaatan sumberdaya airuntuk berbagai keperluan, antara lain parameter fisika, kimia dan biologi (Effendi, 2003). Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi :
·         Pengamatan secara fisik, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan  suhu, warna dan adanya perubahan warna, bau dan rasa.
·         Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatanpencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut dan perubahan pH.
·         Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri patogen.
Indikator yang umum digunakan pada pemeriksaan pencemaran air adalah pH atau konsentrasi ion hydrogen, oksigen terlarut (Dissolved  Oxygen, DO), kebutuhan oksigen biokimia  (Biochemical  Oxygen  Demand,  BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD).
Pemantauan kualitas air pada sungai perlu disertai dengan pengukuran dan pencatatan debit air agar analisis hubungan parameter pencemaran air dan debitbadan air sungai dapat dikaji untuk keperluan pengendalian pencemarannya (Irianto dan Machbub, 2003).
2.3.1 Parameter Fisika
Parameter fisika adalah suatu parameter pengujian yang dapat diamati dan diuji secara organoleptis. Parameter fisika yang di uji dalam percobaan ini adalah :
a.  Suhu
Suhu sangat berpengaruh terhadap proses-proses yang terjadi dalam badan air. Suhu air buangan kebanyakan lebih tinggi daripada suhu badan  air. Hal inierat hubungannya dengan proses biodegradasi. Pengamatan suhu dimaksudkan untuk mengetahui kondisi perairan dan interaksi antarasuhu  dengan aspek kesehatan habitat dan biota air lainnya. Kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut :(1) jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun. (2) kecepatan reaksi kimia meningkat. (3) kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.(4) jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya akan mati (Fardiaz, 1992) .
b. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman merupakangambaran jumlah atau aktivitas ion hydrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai  pH  =  7 adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifatasam, sedangkan pH > 7 dikatakan  kondisi  perairan  bersifat  basa  (Effendi,  2003).  Adanya karbonat, bikarbonat dan hidroksida akan menaikkan kebasaan air, sementara adanya asamasam  mineral bebas dan asam  karbonat menaikkan  keasaman suatu perairan. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Mahida (1986)  menyatakan bahwa limbah buanganindustri dan rumah tangga dapat mempengaruhi nilai pH perairan. Nilai pH dapat mempengaruhi spesiasi  senyawa kimia dan toksisitas dari  unsur-unsur renik yang terdapat di perairan, sebagai contoh H2S yang bersifat toksik banyak ditemui di perairan tercemar dan perairan dengan nilai pH rendah.
c. Salinitas
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah, Istilah teknik untuk keasinan lautan disebuthalinitas, didasarkan bahwa halida-halida terutama klorida merupakan anion yang paling banyak dari elemen-elemen terlarut. Dalam oseanografi, halinitas biasa dinyatakan bukan dalam persen tetapi dalam “bagian perseribu” (parts per thousand , ppt) atau permil (‰), kira-kira sama dengan jumlah gram garam untuk setiap liter larutan. Sebelum tahun 1978, salinitas atau halinitas dinyatakan sebagai ‰ dengan didasarkan pada rasio konduktivitas elektrik sampel terhadap "Copenhagen water", air laut buatan yang digunakan sebagai standar air laut dunia. Pada 1978, oseanografer meredifinisikan salinitas dalam Practical Salinity Units (psu, Unit Salinitas Praktis): rasio konduktivitas sampel air laut terhadap larutan KCL standar. Rasio tidak memiliki unit, sehingga tidak bisa dinyatakan bahwa 35 psu sama dengan 35 gram garam per liter larutan (Lewis, 1980)
2.3.2 Parameter Kimia
Parameter kimia merupakan parameter yang memerlukan pengujian berdasarkan atas terjadinya suatu reaksi kimia. Parameter Kimia yang di uji dalam percobaan ini adalah :
a.       Alkalinitas
Alkalinitas disebabkan oleh hadirnya bikarbonat (HCO3), karbonat (CO3-), atau hidroksida (OH-), maka air dikatakan mempunyai alkalinitas. Pada umumnya alkalinitas disebabkan oleh bikarbonat yang berasal dari larutnya batu kapur dalam air tanah.Alkalinitas sangat berguna dalam air maupun air limbah, karena dapat memberikan buffer untuk menahan perubahan pH.
b.      Asiditas
Air alam dan air limbah rumah tangga umumnya mempunyai buffer dalam bentuk sistem CO2-HCO3, asam karbonat, H2CO3 tidak bisa dinetralkan secara sempurna sampai pada pH 8,2 dan tidak akan menahan perubahan pH dibawah 4,5, sehingga asiditas CO2 akan terjadi rentang pH antara 8,2 – 4,5, sedangkan asiditas dari mineral (hampir semuanya akibat dari limbah industri) terjadi dibawah 4,5, seperti alkalinitas, asiditas juga dinyatakan dalam mg/l CaCO3.
c.       Kesadahan
Kesadahan adalah sifat air yang dapat mencegah pembentukan busa dalam pemakaian sabun dan dapat menimbulkan kerak dalam peralatan-peralatan yang berhubungan dengan pemakaian air panas.Kesadahan terutama disebabkan oleh ion-ion Ca2+dan Mg2+, walaupun sebenarnya Fe2+ dan Cr2+ juga menimbulkan kesadahan.Hadirnya kesadahan biasanya dikaitkan dengan HCO3-, SO42-, Cl-, dan NO3-. Kesadahan tidak membahayakan kesehatan, namun sangat merugikan, yaitu dapat mengakibatkan pemborosan dalam pemakaian sabun dan pemakaian bahan bakar pemanas air serta kerusakan peralatan yang menggunakan air panas.Kesadahan dinyatakan dengan satuan mg/l CaCO3 dan dibagi dalam dua macam, yaitu kesadahan karbonat (metal dengan HCO3-) dan Kesadahan non karbonat (metal dengan SO42-, Cl-, dan NO3-).
d.      Khlorida
Khlorida adalahpenyebab rasa payaudalam air dan merupakan indikator pencemaran dari air limbah rumah tangga, mengingat khlorida berasal dari urine manusia. Batas rasa asin untuk Cl- ini adalah 250 – 500 mg/l, walaupun sampai 1500 mg/l sebenarnya belum membahayakan kesehatan manusia
e.    Kebutuhan Oksigen
Senyawa-senyawa organik pada umumnya tidak stabil dan mungkin saja teroksidasi secara biologis atau kimiawi menjadi bentuk yang lebih sederhana atau stabil. Indikator adanya zat organik dalam air limbah dapat diperoleh dengan cara mengukur jumlah kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk menstabilkannya dan dapat dinyatakan dengan parameter BOD, Angka Permanganat, atau COD.
f.       Sulfur (S)
Sulfida adalah suatu bentuk ion dari sulfur dimana satu ion sulfur tersebut membutuhkan 2 elektron lagi pada kulit terluarnya untuk mencapai kestabilannya. Karena membutuhkan 2 ion lagi maka dilambangkan S2ˉ. contoh senyawa sulfida yaitu H2S (Asam Sulfida). Sulfida merupakan salah satu toksikan yang dapat dihasilkan dari industri penyamakan kulit, pengilangan minyak, industri gula dan beberapa industri lainnya. H2S merupakan salah satu gas yang sangat berbahaya, menempati kedudukan kedua setelah  Hidrogen Sianida (HCN) dan dengan tingkat racun yang sangat tinggi lima sampai enam kali lebih beracun dari karbon monoksida. Dapat larut dalam air maupun Hidrogen cair (Apriyanti, 2008).
g.      Sulfat (SO42-)
Sulfat merupakan sejenis anion poliatom dengan rumus SO42- yang memiliki massa molekul 96,06 satuan massa atom. Ion sulfat terdiri dari atom pusat sulfur yang dikelilingi oleh empat atom oksigen dalam susunan tetrahedral. Ion sulfat bermuatan negatif dua dan merupakan basa konjugat dari ion hidrogen sulfat (bisulfat), HSO4-, yang merupakan basa konjugat dari asam sulfat, H2SO4 Sulfat secara luas terdistribusi di alam dan dalam air alam, terutama dalam air limbah industri. Salah satunya adalah air buangan limbah industri kertas dan pertambangan yang memiliki kadar sulfat yang tinggi karena oksidasi dari pirit. Konsentrasi sulfat di dalam air alam umumnya terdapat dalam jumlah yang sangat besar (Aprianti, 2008).
h.      Nitrogen
Nitrogen merupakan elemen penting, karena reaksi biologi dapat berlangsung hanya jika tersedia nitrogen yang cukup. Nitrogen hadir di alam dalam 4 senyawa pokok : 1). Nitrogen-Organik, yaitu nitrogen yang berupa protein asam amino dan urea; 2). Nitrogen Amonia, yaitu nitrogen dalam bentuk senyawa garam amonium, misalnya : (NH4)2CO3, atau sebagai amonia bebas; 3). Nitrogen Nitrit, yaitu nitrogen dalam bentuk nitrit yang merupakan hasil oksidasi sementara (akan segera berubah menjadi nitrat) dan pada umumnya ditemukan dengan konsentrasi rendah; dan 4). Nitrogen Nitrat, yaitu merupakan hasil oksidasi akhir dari nitrogen.Konsentrasi nitrogen untuk masing – masing bentuk senyawanya yang saling berhubungan dapat memberikan petunjuk yang berguna terhadap sifat-sifat dan daya cemar suatu sampel air atau limbah cair.Sebelum dilakukan analisis bakteriologi, kualitas air seringkali diperkirakan atas dasar nitrogennya. Air yang mengandung nitrogen organik dan nitrogen amonia dengan konsentrasi tinggi serta NO2-N dan NO3-N dengan konsentrasi rendah akan dianggap berbahaya (tidak aman), karena keadaan demikian menunjukkan bahwa pencemaran sedang berlangsung.
2.4. Fosfat (PO4)
Keberadaan fosfor dalam perairan adalah sangat penting terutama berfungsi dalam pembentukan protein dan metabolismebagi organisme.  Fosfor jugaberguna di dalam transfer energi di dalam sel misalnya adenosine trifosfate (ATP) dan adenosine difosfate(ADP) (Boyd, 1982)
Menurut Peavy et al. (1986), fosfatberasal dari deterjen dalam limbah cair dan pestisida serta insektisida dari lahan pertanian.  Fosfat terdapat dalam air alamatau air limbah sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat dan fosfat organis. Setiap senyawa fosfattersebut terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau terikat di dalam sel organisme dalam air. Di daerah pertanian  ortofosfatberasal dari bahan pupuk yang  masuk  ke  dalam  sungai  melalui  drainase dan aliran air hujan. Polifosfat dapat memasuki sungai melaui air buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan detergen yang mengandung fosfat,seperti industri pencucian, industri logamdan  sebagainya. Fosfat organis terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa makanan.
Menurut  Boyd  (1982), kadar  fosfat  (PO4)  yang diperkenankan  dalam  air minum adalah  0,2  ppm. Kadar  fosfat  dalam  perairan  alami  umumnya berkisar antara 0,005-0,02 ppm. Kadar fosfat melebihi 0,1ppm, tergolong perairan yang eutrof.
2.4 Parameter Mikrobiologi
Bakteri yang umum digunakan sebagai indikator tercemarnya suatu badan air adalah bakteri  Escherichia coli, yang merupakan salah  satu  bakteri yang tergolong koliform dan hidup normal di  dalam  kotoran  manusia  dan  hewan sehingga disebut juga Faecal coliform.  Faecal  coliform adalah anggota dari coliform yang mampu memfermentasi laktosa pada suhu 44,50C dan merupakan bagian yang paling dominan (97%) pada tinjamanusia dan  hewan  (Effendi, 2003).  Menurut Alaerts dan Santika (1994) menyatakan bahwa Faecal coliform merupakan bakteri  petunjuk  adanya pencemaran tinja yang paling efisien,  karena Faecal coliform hanya dan selalu  terdapat  dalam tinja  manusia. Jika  bakteri tersebut terdapat dalam perairan maka dapat dikatakan perairan tersebut telah tercemar dan tidak dapat dijadikan sebagai sumber air minum. Bakteri coliformlainnya berasal dari hewan dan tanaman mati disebut dengan koliform non fecal.
Penghitungan jumlah bakteri koliform mengikuti prosedur tabung gandadilakukan dalam beberapa tingkatan yaitu : pengujian perkiraan, pengujian penegasan dan pengujian lengkap. Pengujian perkiraan merupakan uji pendahuluan untuk menduga apakah di dalam air terdapat bakteri golongan koli. Pengujian perkiraan dinyatakan positif jika terbentuk gas pada tabung peragian, tetapi yang positif pada pengujian ini belum tentu merupakan bakteri golongan koli sebab banyak bakteri lain yang dapat meragikan laktose dengan menghasilkan gas sehingga perlu pengujian lanjutan. Pengujian penegasan dilakukan dengan cara meneruskan pengujian perkiraan yang positif ke dalammedia Brilliant Green Lactose Bile Broth (BGLB), jika dalam media cair initer bentuk gas berarti dinyatakan positif. Pengujian Lengkap dilakukan dengan tujuan untuk untuk meyakinkan terhadap hasil dari pengujian penegasan. Hasil pengujian tersebut kemudian dapat dilihat pada penentuan MPN (Most Probable Number) (APHA, 1989).


BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1   Waktu dan tempat sampling
3.1.1        Lokasi 1
Uji          : Fisik, Alkalinitas, Asiditas, dan DO
Waktu    : 07.34 WIB
Tempat   : Jalan Tarik – Prambon, Margobener, Tarik 61265
Lokasi 2
Uji          : Fisik, Alkalinitas, Asiditas, dan DO
Waktu    : 08.54 WIB
Tempat   : Jalan Raya cangkring – Krembung, Sidoarjo 61275
Lokasi 3
Uji          : Fisik, Alkalinitas, Asiditas, dan DO
Waktu    :10.19 WIB
Tempat   : Jalan Kebonagung – Porong, Sidoarjo 61274
3.1.2        Uji kimia           
                    Waktu     :  Nopember – Desember 2016
 Tempat    : Laboratorium Kimia Terpadu STIKes RS Anwar Medika
3.1.3        Uji Mikrobiologi           
                    Waktu     :  Nopember – Desember 2016
                    Tempat    : Laboratorium Mikrobiologi STIKes RS Anwar Medika    
3.1.4 Uji Fosfatdan Amonia
Waktu    :  Nopember – sekarang
Tempat   : Laboratorium Kimia Lingkungan Jasa Tirta I
3.2   Tahapan Percobaan
3.2.1   Sampling Air        : Di Ambil dari 3 Desa Masing-Masing 1 Titik (Margobener, Bulang dan Kebonagung)
3.2.2   Uji fisik                : Suhu (0C), pH,Salinitas,
3.2.3   Uji Kimia             : Alkalinitas, Asiditas, Amonia, Mg, Ca, COD, DO, Cl, S, SO4, Fosfat, dan Logam Berat
3.2.4   Uji Mikrobiologi  : Uji kuantitatif, Uji MPN
3.3  Prosedur kerja
3.3.1  Uji Fisik    
1.        Suhu
Alat     : Termometer, gayung
Bahan  : Air sungai, aquades
Prosedur Kerja : Air sungai diambil menggunakan gayung kemudian di ukur dengan menggunakan termometer lalu dicatat hasilnya.
2.        pH
Alat     : pH meter, gayung
Bahan  : Air Sungai, aquades
Prosedur Kerja : pH meter dibersihkan dengan aquades kemudian air sungai diambil menggunakan gayung kemudian di ukur dengan menggunakan pH meter lalu dicatat hasilnya.
3.        Salinitas
Alat     : Refraktometer, pipet tetes, gayung 
Bahan  : Air sungai, aquades, tissue
Prosedur Kerja  : Aquades diambil dengan pipet tetes, diteteskan pada refraktometer dan lihat berat jenis menunjukkan 1,000 kemudian dibersikan  menggunakan tisu. Selanjutnya diteteskan air sampel pada refraktometer dan dilihat kadar salinitasnya, lalu dicatat hasilnya.
3.3.2 Uji Kimia 
1.      Alkalinitas
Alat     : Buret, labu erlenmeyer, pipet tetes, corong, klem dan statif
Bahan  : Indikator MO. HCl, air sungai
Prosedur Kerja   : Air sungai diambil 10 ml kemudian dimasukka ke labu erlenmeyer lalu ditambahkan dengan indikator MO 3 tetes setelah itu air sungai ditritasi dengan HCl 0,1 N hingga terjadi perubahan warna dari orange menjadi merah rose.
2.      Asiditas
   Alat     : Buret, labu erlenmeyer, pipet tetes, corong, klem dan statif
Bahan  : Indikator PP. NaOH, air sungai
Prosedur Kerja : Air sungai diambil 10 ml kemudian dimasukkan ke labu erlenmeyer lalu ditambahkan dengan indikator PP 3 tetes setelah itu air sungai dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda, lalu dicatat hasil titrasi.
3.      COD
Alat  : Botol penampung, pipet ukur 50 ml, buret, labu erlenmeyer, pipet tetes, corong, soxlet, klem dan statif
Bahan : Air sungai, FAS, indikator feroin
Prosedur Kerja   : Air sungai diambil dengan menggunakan botol kemudian diambil 10 ml dalam labu leher 3 setelah itu ditambahkan HgSO4 dan ditambahkan 5 ml kalium dikromat 0,25 N lalu ditambahkan 15 ml reaksi asam sulfat-perak sulfat sambil didinginkan dalam air pendingin dan dihubungkan dengan pendingi Liebig dan didihkan diatas hot plate selama 2 jam, kemudian didinginkan dan dicuci bagian dalam pendingin dengan air suling hingga volume kurang lebih 70 ml lalu didinginkan sampai temperatur suhu kamar setelah itu ditambahkan indikator feroin 3-2 tetes lalu ditritasi dengan larutan FAS 0.1 N sampai berubah menjadi warnah merah kecoklatan dan dicatat volume FAS yang di perlukan.
4.      DO
Alat       : Tabung winkler, pipet ukur 50 ml, buret, corong, labu erlenmeyer, klem dan statif
Bahan    : Air sungai, MnSO4, H2SO4, alkil azida, amilum, N2SO2
Prosedur: Air sungai diambil dengan botol winkler di dalam perairan, ditutup rapat  dan hindari adanya gelembung serta kontak dengan udara kemudian ditambahkan 1 ml MnSO4 dan 1ml larutan alkali iodide, dibuka sedikit tutup botolnya, dan ditempatkan ujung pipet diatas permukaan larutan lalu tutup segera dan dihomogenkan dengan sempurna kemudian dibiarkan gumpalan yang ada mengendap selama 10 menit, lalu ditambahkan 1 ml H2SO4 ditutup dan dihomogenkan hingga larut sempurna, kemudian dipipet 50 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan  kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,05 M yang diperlukan dan dihitung nilai DO.
5.      Penentuan Kadar Kalsium (Ca)
Alat     : Buret, labu erlenmeyer, klem dan statif, dan corong
Bahan : Indikator murexide, KOH 2 M, CaCl2, dan Na2EDTA 0,01 M
Prosedur Kerja : dipipet sebanyak 10 ml larutan CaCl2 kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahakan KOH 2 M sebnyak 2 ml, lalu ditambahkan murexide kemudian dititrasi dengan larutan Na2EDTA 0,01 M sampai terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi ungu dan dicatat volume Na2EDTA yang dperlukan serta dilakukan titrasi secara triplo.
6.      Penentuan Kadar Magnesium (Mg)
Alat     : Buret, labu erlenmeyer, klem dan statif, spatula logam, dan corong
Bahan  : MgCl2, larutan buffer salmiak pH 10, indikator EBT, Na2EDTA
Prosedur kerja : larutan MgCl2 dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, lalu ditambahakan larutan buffer salmiak pH 10 sebanyak 1 ml, kemudian ditambahakan seujung spatula (30 mg) EBT, dititrasi dengan larutan Na2EDTA 0,01 M sampai terjadi perubahan warna dari anggur merah mejadi warna biru, kemudian dicatat volume Na2EDTA yang diperlukan dan dilakukan titrasi secara triplo.
7.      Klorida (Cl)
Alat       : Buret, labu erlenmeyer, klem dan statif, pipet volume 10 ml dan corong
Bahan    : K2Cr2O42 % , AgNO3 0,05 N, Aquades
Prosedur kerja : Sampel diambil 10 ml dengan menggunakan pipet volume 10 ml dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, ditambahakan larutan K2Cr2O4 ke dalam erlenmeyer. Sampel dititrasi dengan larutan AgNO3 0,05 N hingga terdapat endapan warna merah yang tidak pudar dan dicatat volume AgNO3 dan dilakukan secara triplo.
8.      Penentuan Kadar Sulfur dan Sulfat
Alat       : Labu erlenmeyer, pipet tetes, corong , batang pengaduk, gelas beaker, krus porselen, penjepit besi, oven, neraca analitik, gelas arloji, dan desikator.
Bahan : Endapan sampel, larutan BaCl2 1 M dan kertas saring
Prosedur kerja : Sampel ditimbang sebanyak 1 gram, dilarutkan ke dalam aquades 50 ml dalam gelas beaker, kemudian diteteskan larutan BaCl2 ke dalam gelas beaker secara berlebih hingga terbentuk endapan putih stabil yang tidak larut dalam aquades kemudian ditimbang kertas saring dan dilipat sesuai petunjuk. Selanjutnya endapan yang diperoleh disaring dengan corong yang dialasi oleh kertas saring, disaring endapan hingga larutan menjadi jernih. Dimaukkan kertas saring pada kurs porselen kemudian dikeringkan pada oven dengan suhu 130 0C kemudian dimasukkan ke dalm desikator selama 5 menit lalu ditimbang kertas  saring yang berisi endapan. Proses dilakukan sama hingga diperoleh berat konstan.
9.      Penentuan Logam berat
Alat     : Chamber, pinset, pensil, penggaris, gelas ukur, pipakapiler dan kapiler
Bahan : larutan asam asetat : air (1:1), larutan K2Cr2O7, larutan KI, Larutan baku AgNO3, larutan baku HgCl2 ,larutan baku PbOAc, Kertas Whatman no.1 dan sampel .
Prosedur kerja : Kertas Whatman No.1 diukur denga ukuran 16 x 27 cm dan ditarik batas sekitar 2 cm dari pinggir kertas, kemudian kertas dibagi menjadi 6 kolom. Pada kolom ganjil ditotolkan sampel dengan pipakapiler sebanyak 6 kali dan dikeringkan. Pada kolom genap masing-masing ditotolkan larutan baku Hg, Pb, dan Ag sebanyak 6 kali serta dikeringkan. Kertas whatman yang telah ditotolkan sampel dan larutan baku dimasukkan ke dalam wadah chamber yang berisi 25 ml larutan asam asetat dibanding air, chamber dijenuhkan dengan cara ditutup rapat dan ditunggu selama 30 menit. Kertas didiamkan dalam chamber mencapai ¾ bagian kertas, kemudian kertas diambil dan dikeringkan. Kertas digunting setiap 2 kolom dan disemprot dengan pereaks pengenal. Larutan Ag disemprot dengan larutan K2Cr2O7akan menghasilkan noda merah, larutan Pb dan Hg disemprot dengan larutan KI, Pb menghasilakn noda kuning dan Hg menghasilkan noda merah.
10.  Penentuan kandungan Phospat
Prosedur untuk penentuan kandungan unsur P total dalam sampel air sungai adalah sebagai berikut:
·       Persiapan air bebas CO2 :Akuadesyang akan digunakan untuk membuat reagen harus dididihkan terlebih dahulu lalu didinginkan.
·       Pembuatan larutan HCl 25% sebanyak 500 mL : Larutan HCl 25% sebanyak 500 mL dibuat dengan cara mengambil larutan HCl pekat sebanyak 337,8 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 1 L. Kemudian ditambahkan air bebas CO2 hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen.
·       Pembuatan reagen I (amonium molibdat 1%) : Padatan NH4Mo7O24.4H2O ditimbang sebanyak 1 g, lalu dilarutkan dengan sedikit air bebas CO2 dalam gelas kimia. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, ditambahkan air bebas CO2 hingga tanda batas lalu dikocok hingga homogen.
·       Pembuatan reagen II (amonium vanadat 0,5%) : Padatan NH4VO3 ditimbang sebanyak 0,5 g dan ditambah dengan larutan HNO3 pekat sebanyak 7 mL. Kemudian campuran dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, ditambahkan air bebas CO2 hingga tanda batas lalu dikocok hingga homogen.
·       Pembuatan reagen campuran : Reagen I dan reagen II dicampur dengan volume masing-masing sebanyak 100 mL. Reagen ini harus digunakan dalam keadaan segar, tidak dapat dipakai lebih dari 1 malam.
·       Pembuatan larutan induk P 2000 ppm : Padatan KH2PO4 dikeringkan terlebih dahulu pada suhu 105 oC selama 2 jam, kemudian ditimbang sebanyak 4,3871 g. Padatan KH2PO4 dilarutkan dengan sedikit air bebas CO2 dalam gelas kimia. Larutan KH2PO4 dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL, ditambahkan air bebas CO2 hingga tanda batas lalu dikocok hingga homogen.
·       Pembuatan larutan standar P
1.    Standar 0 :Larutan HCl 25% diambil sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL yang telah berisi sedikit air bebas CO2. Air bebas CO2 ditambahkan ke dalam labu ukur hingga tanda batas lalu dikocok hingga homogen.
2.    Standar 500 ppm : Larutan standar induk P 2000 ppm diambil sebanyak 25 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Kemudian ditambahkan 10 mL larutan HCl 25% dan air bebas CO2 hingga 100 mL, lalu dikocok hingga homogen.
3.    Standar 0-500 ppm : Larutan standar induk P 500 ppm masing-masing diambil sebanyak 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 mL. Masing-masing larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan dengan larutan standar 0 hingga tanda batas lalu dikocok hingga homogen.
·         Persiapan sampel : Pupuk yang telah dihaluskan, ditimbang teliti sebanyak 0,2500 g dan dimasukkan ke gelas kimia 100 mL. Larutan HCl 25% sebanyak 10 mL ditambahkan ke dalam gelas kimia. Campuran larutan dipanaskan pada hot plate sampai larut sempurna, mendidih selama 10 menit. Campuran larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan air bebas CO2 ke dalam labu ukur lalu ditunggu hingga dingin, kemudian ditambahkan air bebas CO2 hingga tanda batas serta dikocok hingga homogen. Larutan dibiarkan semalam atau jika perlu disaring untuk mendapatkan ekstrak jernih dengan cepat.
·         Penentuan Panjang Gelombang Absorbansi Maksimum : Larutan standar P 50 ppm diambil sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Reagen campuran ditambahkan ke dalam larutan standar P sebanyak 9 mL, lalu dikocok hingga homogen. Absorbansi larutan standar P diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 390-470 nm.
·         Pembuatan Kurva Baku P : Deret larutan standar P masing-masing diambil sebanyak 1 mL ke dalam tabung reaksi. Reagen campuran ditambahkan ke dalam larutan standar P masing-masing sebanyak 9 mL, lalu dikocok hingga homogen. Absorbansi larutan standar P diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 410 nm.
·         Penentuan Kandungan P Total dalam Sampel : Ekstrak jernih atau filtrat dari sampel air sungai diambil sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Reagen campuran ditambahkan ke dalam filtrat sampel sebanyak 9 mL, lalu dikocok hingga homogen. Larutan sampel diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 410 nm.
3.3.3        Parameter Mikrobiologi
1.      Uji kualitatif
Alat    : Tabung reaksi, rak tabung reaksi, bunsen, jarum ose, pipet ukur 1 ml, pipet ukur 10ml dan mikropipet
Bahan : medium fermentasi laktosa cair (3 g ekstrak daging, 5 g pepton, 5 g laktosa, NaCl), komposisi medium BGLBB (Brilliant Green LactoseBille Broth) , 10 g pepton, 3,5 g K2HPO4, 5 g laktosa.
Prosedur Kerja : Sebelum pemeriksaan, terlebih dahulu dilakukan pembuatan medium fermentasi laktosa cair dengan mencampur bubuk laktosa dan akuades sampai homogen lalu dipanaskan sampai larut dengan sempurna. Kemudian dilakukan tes pH, setelah itu baru dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang di dalamnya berisi tabung durham, sebelum digunakan disterilisasi terlebih dahulu dengan menggunakan autoclave pada suhu 121o C selama 15 menit. Medium BGLBB (Brilliant Green Lactose Bile Broth) dibuat dengan mencampur bubuk BGLBB dengan akuades sampai homogen lalu, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah berisi tabung durham, lalu disterilisasi dengan menggunakan autoclave pada suhu 121o C selama 15 menit sebelum digunakan. Uji ini terdiri dari uji dugaan, uji penegasan dan uji pelengkap (Fardiaz, 1992).
2.      Total MPN
Cara penghitungan untuk bakteri golongan koli dan bakteri koli tinja adalah sama. Jumlah tabung yang positif dari pengujian perkiraan, penegasan danpengujian lengkap pada pengujian bakteri golongan koli prosedur tabung ganda merupakan suatu kombinasi dan dinyatakan dengan istilah MPN (Most ProbableNumber) atau JPT (Jumlah Perkiraan Terdekat ). Apabila sampel diencerkandalam beberapa desimal, maka perhitungan jumlah golongan bakteri coli sebagaiberikut :
 



Pengenceran yang dilakukan lebih dari 3 seri pengenceran maka perhitungan hasil adalah sebagai berikut :
 




3.4        Lokasi Penelitian
4.     
Lokasi pengambilan
TITIK 1
TITIK 2
TITIK 3
 
5.       
6.       
7.       
8.       
9.       
10.   
11.   
12.   
13.   





Keterangan :
-          Titik 1 : Mergobener (S 7028’7’’ E 112031’52’’)
-          Titik 2 : Bulang (S 7029’41’’ E 112036’20’’)
-          Titik 3 : Kebonagung (S 7033’28’’ E 112040’7’’)

BAB IV
HASIL dan PEMBAHASAN

4.1  Tabel Pengamatan Parameter Uji
 













4.2  Pembahasan
4.2.1        Penentuan Kualitas Air Sungai
Menetapkan kelayakan kualitas air sungai dilakukan denganmembandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengannilai baku mutu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI), SK MENKES NO. 907/MENKES/SK/VII/2002, Permenkes No. 492 Tahun 2010, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 Tahun 2013 (Pemerintah Provinsi Jatim, 2013), tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri dan/atau Kegiatan Usaha Lainnya.
4.2.2        Analisa Parameter Fisik
a.    Suhu
Suhu air merupakan derajat panas air yang dinyatakan dalam satuan panas derajat celcius. Suhu air akan mempengaruhi reaksi kimia dalam pengolahan dan penerimaan masyarakat akan air tersebut, terutama jika suhunya sangat tinggi. Suhu yang ideal adalah 500F-600F atau 100C-150C. tetapi iklim setempat, kedalaman pipa-pipa saluran air, dan jenis sumber air akan mempengaruhi suhu. Selain itu, suhu air juga mempengaruhi secara langsung toksisitas banyak bahan kimia pencemar, pertumbuhan mikroorganisme dan virus (Sutrisno, 2004).
Suhu maksimal yang diperbolehkan sesuai SK MENKES NO. 907/MENKES/SK/VII/2002 adalah ± 30C suhu udara. Berdasarkan Peraturan tersebut, suhu udara pada saat pengujian adalah 300C dan suhu perairan di Desa Mergobener, Bulang dan Kebonagung berturut-turut 290C, 300C, dan 300C. Artinya antara suhu udara dan suhu perairan masih dalam ambang batas normal.
b.    pH
Derajat keasaman (pH) merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa sesuatu larutan. Sebagai satu faktor linkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan atau kehidupan mikroorganisme dalam air, secara empirik pH yang optimum untuk tiap spesifik harus ditentukan. Kebanyakan mikroorganisme tumbuh terbaik pada pH 6,0-8,0 meskipun beberapa bentuk mempunyai pH optimum rendah 2,0 (Thiobactillus thiooxidans) dan lainnya punya pH optimum 8,5 (Alcaligenes faecalis). Pengetahuan pH ini sangat diperlukan dalam penentuan range pH yang akan diterapkan pada usaha pengelolaan air bekas yang menggunakan proses-proses biologis. Pengaruh yang menyangkut aspek kesehatan dari penyimpangan standar kualitas air minum dalam pH ini yaitu bahwa pH yang lebih kecil dari 6,5 dan lebih besar dari 9,2 akan dapat menyebabkan korosi pada pipa-pipa air dan menyebabkan beberapa senyawa menjadi racun, sehingga mengganggu kesehatan (Sutrisno, 2004).
Kadar pH maksimal yang diperbolehkan sesuai Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72Tahun 2013 adalah 6,0 – 9,0. Berdasarkan Peraturan tersebut, suhu udara pada saat pengujian sampel air sungai di Desa MG, BL dan KA berturut-turut 7,5 7,2 dan 7,4. Artinya antara pH air di ketiga desa masih dalam ambang baku normal.
c.    Salinitas
Salinitas adalah konsentrasi total ion yang ada diperairan. Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air. Salinitas dinyatakan dalam satuan g/kg atau promil (‰). Nilai salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 0,5‰, perairan payau antara 0,5‰-30‰ dan perairan 30‰-40‰. Pada perairan hipersaline atau sangat asin, nilai salinitas dapat mencapai kisaran 40‰-80‰. Pengukuran salinitas bersamaan dengan pengukuran konduktivitas dan total padatan terlarut (TDS), dengan menggunakan konduktometer. Elektroda konduktometer dimasukkan pada sampel air, sehingga pada layar muncul angka yang menunjukkan nilai konduktivitas .nilai salinitas diperoleh dengan cara menekan tombol χ sebanyak 1 kali, sehingga pada layar konduktometer muncul angka yang menunjukkan nilai salinitas sampel air.
Kadar salinitas maksimal air payau (tawar) yang diperbolehkan sesuai SK MENKES NO. 907/MENKES/SK/VII/2002 adalah 0 mg/L - 1,000 mg/L. Berdasarkan Peraturan tersebut, kadar salinitas pada saat pengujian adalah 300C dan suhu perairan di Desa MG, BL dan KA berturut-turut 1,000, 1,000, dan 1,000. Artinya kadar salinitas sungai Brantas di ketiga desa masihdalam ambang batas normal.
4.2.3        Analisa Parameter Kimia
a.       Alkalinitas
Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan asam (acid-neutralizing capacity) atau kuantitas anion di dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Penyusunan alkalinitas utama di perairan adalah anion bikarbonat (HCO3-), karbonat (CO32-) dan hidroksida (OH-). Alkalinitas dihasilkan dari karbondioksida dan air yang dapat melarutkan sedimen batuan karbonat menjadi bikarbonat. Kalsium karbonat merupakan senyawa yang memberi pengaruh terbesar terhadap nilai kesadahan dan alkalinitas di perairan tawar. Kalsium karbonat bereaksi dengan karbondioksida membentuk kalsium bikarbonat yang memiliki daya larut lebih tinggi daripada kalsium karbonat (Cole, 1983). Tingginya kadar karbonat diperairan disebabkan oleh ionisasi asam karbonat terutama pada perairan yang banyak mengandung karbondioksida.
Penentuan alkalinitas dalam sampel air dilakukan dengan metode titrasi asam basa. Prinsip pengujian alakinitas ini adalah reaksi asam-basa Brownsted-Lowry (serah terima proton), asam merupakan senyawa yang dapat memberi proton, sedangkan basa merupakan zat yang dapat menerima proton. Reaksi yang terjadi :
CO32- + H+"HCO3-
HCO3- + H+" CO2 + H2O
Permenkes No. 492 Tahun 2010 Perairan mengandung alkalinitas ≥20 ppm menunjukkan bahwa perairan tersebut relatif stabil terhadap perubahan asam/basa sehingga kapasitas buffer atau basa lebih stabil. Selain bergantung pada pH, alkalinitas juga dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu, dan kekuatan ion. Nilai alkalinitas alami tidak pernah melebihi 500 mg/liter CaCO3. Perairan dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh organisme akuatik karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi atau kadar garam natrium yang tinggi. Hasil pengujian alkalinitas (HCO3-) terlarut dalam sampel air sungai Brantas di desa Mergobener, Bulang, dan Kebonagung berturut – turut 300,00 mg/L, 400,00 mg/L dan 350,00 mg/L. Berdasarkan nilai tersebut kadar alkalinitas tidak melebihi baku mutu. Nilai alkalinitas memiliki hubungan dengan pH dan karbondioksida bebas, karena alkalinitas berperan sebagai sistem penyangga (buffer) agar perubahan pH di perairan tidak terlalu besar.
b.      Asiditas
Asiditas adalah kapasitas kuantitatif air untuk bereaksi dengan basa kuat sehingga menstabilkan pH hingga mencapai 8,3 atau kemampuan air untuk mengikat OH- untuk mencapai pH 8,3 dari pH asal yang rendah. Semua air yang memiliki pH < 8,5 mengandung asiditas ( Syafila, 2010).
Pada dasarnya, asiditas (keasaman) tidak sama dengan pH. Asiditas melibatkan dua komponen, yaitu jumlah asam, baik asam kuat maupun asam lemah (misalnya asam karbonat dan asam asetat), serta konsentrasi ion hidrogen. Menurut APHA (1976) dalam Effendi (2003), pada dasarnya asiditas menggambarkan kapasitas kuantitatif air untuk menetralkan basa sampai pH tertentu, yang dikenal dengan base-neutralizing capacity (BNC); sedangkan Tebbut (1992) dalam Effendi (2010) menyatakan bahwa pH hanya menggambarkan konsentrasi ion hidrogen. Reaksi yang terjadi adalah :
H+ + OH- → H2O
CO2 + OH- → HCO3 -
HCO3 – + H+ → H2O + CO2

Standar baku mutu yang ditetapkan Permenkes No. 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, untuk asiditas adalah kurang dari 500 mg/L. Berdasarkan hasil pengujian asiditas air Sungai Brantas Sidoarjo di desa Mergobener, Bulang dan Kebonagung berturut – turut adalah 30 mg/L, 30 mg/L, dan 30 mg/L. Berdasarkan hasil dan literatur tersebut kadar asiditas ketiga desa masih dalam batas ambang baku mutu. Nilai ini jauh di bawah standar baku yang ditetapkan, artinya asiditas pada sampel air yang praktikan uji tergolong rendah. Air yang bersifat asam dapat mempercepat pengkaratan dari pipa - pipa air, apabila pipa - pipa tersebut tidak terbuat atau dilindungi bahan tahan karat.
c.       DO (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terdapat di perairan dalambentuk molekul oksigen bukan dalam bentuk molekul hidrogenoksida, biasanya dinyatakan dalam mg/l (ppm) (Darsono, 1992). Oksigen bebas dalam air dapatberkurang bila dalam air dalam terdapat kotoran/limbah organik yang degradable. Dalam air yang kotor selalu terdapat bakteri, baik yang aerob maupun yang anaerob. Bakteri ini akan menguraikan zat organik dalam air menjadi persenyawaan yang tidak berbahaya. Misalnya nitrogen diubah menjadi persenyawaan nitrat, belerang diubah menjadi persenyawaan sulfat. Bila oksigen bebas dalam air habis/sangat berkurang jumlahnya maka yang bekerja, tumbuh dan berkembang adalah bakteri anaerob (Darsono, 1992)
Kadar DO (Dissolved Oxygen) maksimal pada perairan menurut SNI 06.6989.14-2004 adalah kurang dari 6 mg/L. Berdasarkan hasil pengujian DO air Sungai Brantas Sidoarjo di desa Mergobener, Bulang dan Kebonagung berturut – turut adalah 1,2097 mg/L, 0,8064 mg/L, dan 0,403 mg/L. Berdasarkan hasil dan literatur tersebut kadar DO ketiga desa masih dalam batas ambang baku mutu, karena ketiga desa jarang terdapat industri sehingga kadar pencemarannya didapatkan jumlah yang sedikit.
Ibrahim (1982) menyatakan bahwa kelarutan oksigen di perairanbervariasi antara 7-14 ppm. Kadar oksigen terlarut dalam air pada sore hari > 20ppm. Besarnya kadar oksigen di dalam air tergantung juga pada aktivitas fotosintesis organisme di dalam air. Semakin banyak bakteri di dalam air akan mengurangi jumlah oksigen di dalam air. Kadar oksigen terlarut di alam umumnya < 2 ppm. Jika kadar DO dalam air tinggi maka akan mengakibatkan instalasi menjadi berkarat, oleh karena itu diusahakan kadar oksigen terlarutnya 0 ppm yaitu melalui pemanasan (Setiaji, 1995).
d.      COD
Banyak zat organik yang tidak mengalami penguraian biologis secaracepat berdasarkan pengujian BOD lima hari, tetapi senyawa-senyawa organictersebut juga menurunkan kualitas air. Bakteri dapat mengoksidasi zat organicmenjadi CO2 dan H2O. Kalium dikromat dapat mengoksidasi lebih banyak lagi,sehingga menghasilkan nilal COD yang lebih tinggi dari BOD untuk air yangsama. Di samping itu bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD. Sembilan puluh enampersen hasil uji COD yang selama 10 menit, kira-kira akan setara dengan hasil ujiBOD selama lima hari (Kristianto, 2002).
Kadar COD (Chemical Oxygen Dissolved) maksimal pada perairan menurut Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 Tahun 2013 adalah 100 mg/L. Berdasarkan hasil pengujian air Sungai Brantas Sidoarjo di desa Mg, Bl dan Ka berturut – turut adalah 8 mg/L, 8 mg/L, dan 24 mg/L. Berdasarkan hasil dan literatur tersebut kadar COD ketiga desa masih dalam batas ambang baku mutu, karena ketiga desa jarang terdapat industri sehingga kadar pencemarannya didapatkan jumlah yang sedikit. Effendi (2010) menggambarkan COD sebagai jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi menjadi CO2 dan H2O.
e.       Klorida (Cl-)
Klorida (Cl) merupakan unsur halogen yang memiliki keelektronegatifan tinggi yang berpengaruh pada kereaktifannya. Klorida (Cl) mudah membentuk ikatan dengan unsur-unsur yang bermuatan positif misalnya Na+, sehingga membentuk NaCl yang merupakan suatu senyawa yang tidak beracun. Tetapi, jika Cl- terikat dengan senyawa organik dan membentuk senyawa halogen-hidrokarbon (Cl-CH) toksitasnya tinggi karena dapat menimbulkan kanker, sehingga keberadaannya sebagai senyawa halogen-hidrokarbon di dalam tubuh sangat berbahaya bagi kesehatan. Klorida (Cl) banyak terkandung dalam air tanah, terutama air tanah yang mengalami kontak dengan air bekas atau air limbah rumah tangga (Slamet dkk, 2000).
Berdasarkan SNI 6989.19-2009, Kadar klorida (Cl-) maksimal di wilayah perairan adalah 1,5-100 mg/L. Hasil pengujian klorida (Cl-) dengan metode Argentometri pada air Sungai Brantas Sidoarjo di desa Mergobener, Bulang dan Kebonagung berturut – turut adalah 1704 mg/L, 816,5 mg/L, dan 671,5 mg/L. Berdasarkan hasil dan literatur tersebut kadar klorida (Cl-) ketiga desa melebihi ambang baku mutu. Tingginya kadar klorida pada ketiga desa disebabkan karena aktivitas produksi industri kertas dalam penggunaan klorin untuk memutihkan kertas. Kadar klorida  tertinggi berada di aliran sungai  Desa Mergobener sekitar 1704 mg/L sebab letak desa tersebut paling dekat dengan industri kertas tersebut yakni berjarak sekitar 2 KM dari lokasi, kedua disusul oleh desa Bulang dan terakhir adalah desa Kebonagung. Selain karena limbah industri kertas, dapat disebabkan karena banyaknya warga sekitar yang masih mempergunakan sungai sebagai tempat buang kotoran dan banyaknya usaha pencucian motor/mobil di dekat lokasi dapat menambah jumlah klorida dalam air sungai. Sehingga, karena hal tersebut maka air sungai Brantas tidak dapat dijadikan sebagai sumber air minum dan tidak layak dijadikan kualitas air nomer I. Konsentrasi klorida yang melebihi ambang batas maksimum diatau standar dapat mengakibatkan timbulnya rasa asin pada air minum dan merusak pipa-pipa air dengan proses penggaraman dengan Na+ apabila melebihi ambang batas persyaratan air minum (Sutrisno, 2010).

f.       Sulfat (SO42-)
Sulfat secara luas terdistribusi di alam dan dalam air alam, terutama dalam air limbah industri. Salah satunya adalah air buangan limbah industri kertas dan pertambangan yang memiliki kadar sulfat yang tinggi karena oksidasi dari pirit. Konsentrasi sulfat di dalam air alam umumnya terdapat dalam jumlah yang sangat besar (Aprianti, 2008).
Penentuan sulfat dilakukan dengan metode turbidimetri. Pada metode ini digunakan reagen kondisi dan kristal barium klorida. Prinsipnya yaitu terbentuknya koloid BaSOberupa larutan keruh karena anion sulfat akan bereaksi dengan barium klorida dalam suasana asam. Larutan ini kemudian diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm (Aprianti, 2008)
                                    SO42- + BaCl2 → ↓ putih BaSO4 + 2Cl-
     Kadar sulfat (SO42- ) maksimum menurut Permenkes No. 492 Tahun 2010 adalah < 250 mg/L. Hasil dari pengujian sulfat dengan metode gravimetri dari aliran hilir sungai Brantas Sidoarjo di desa Mergobener, Bulang dan Kebonagung berturut – turut adalah 95,58 mg/L, 139,25 mg/L, dan 131,016 mg/L. Berdasarkan hasil dan literatur tersebut kadar sulfat (SO42- ) ketiga desa melebihi ambang baku mutu.
g.      Sulfida (S2-)
Sulfida adalah suatu bentuk ion dari sulfur dimana satu ion sulfur tersebut membutuhkan 2 elektron lagi pada kulit terluarnya untuk mencapai kestabilannya. Karena membutuhkan 2 ion lagi maka dilambangkan S2ˉ. contoh senyawa sulfida yaitu H2S (Asam Sulfida). Sulfida merupakan salah satu toksikan yang dapat dihasilkan dari industri penyamakan kulit, pengilangan minyak, industri gula dan beberapa industri lainnya. H2S merupakan salah satu gas yang sangat berbahaya, menempati kedudukan kedua setelah  Hidrogen Sianida (HCN) dan dengan tingkat racun yang sangat tinggi lima sampai enam kali lebih beracun dari karbon monoksida. Dapat larut dalam air maupun Hidrogen cair (Apriyanti, 2008).
Kadar sulfida (SO2- ) maksimum menurut Permenkes No. 492 Tahun 2010 adalah < 250 mg/L. Hasil dari pengujian sulfat dengan metode gravimetri dari aliran hilir sungai Brantas Sidoarjo di desa Mergobener, Bulang dan Kebonagung berturut – turut adalah 31,78 mg/L, 46,3 mg/L, dan 43,46mg/L. Berdasarkan hasil dan literatur tersebut kadar sulfat (SO42- ) ketiga desa melebihi ambang baku mutu atau kualitas silfida di dalam sungai masih baik.
Efek yang dapat ditimbulkan sulfida antara lain dapat mengganggu mata, mengaratkan logam deret elektrokimia, tidak tampak, memiliki berat jenis yang lebih besar dari udara. Gas ini dapat melumpuhkan sistem pernafasan dan dapat membunuh dalam sekejap. Pada konsentrasi rendah H2S memiliki bau yang menyengat seperti telur busuk. Pada konsentrasi yang tinggi bau tidak dapat cium lagi karena gas tersebut secara cepat mematikan indra penciuman dan mematikan sistem saraf kita. Gejala-gajala yang timbul akibat terhirup gas h2s pada konsentrasi yang rendah baik sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama sebagai berikut: pusing, mual, rasa melayang, gelisah, mengantuk, batuk-batuk, rasa kering dan nyeri dihidung, tenggorokan dan dada. Bahaya utama dari gas ini adalah kematian akibat menghirup. Bilamana jumlah gas yang teresap kedalam sistem peredaran darah melampaui kemampuan oksidasi dalam darah maka akan menimbulkan keracunan terhadap sistem saraf . sesak nafas ini terjadi secara singkat dan diikuti kelumpuhan (praliysis)  pernafasan pada konsentrasi yang lebih tinggi. H2S terbentuk oleh zat-zat organik yang membusuk dapat ditemukan pada lokasi pengeboran minyak dan gas bumi, geothermal (panas bumi), pada fasilitas-fasillitas pertambangan dan industri pelokimia, tempat pengolahan dan pembuangan limbah tempat pembuangan sampah dan fasilitas-fasilitas lainnya ( Davel, anwar.2007).
h.      Kalsium (Ca2+)
Kalsium adalah sebagian dari komponen yang merupakan penyebab dari kesadahan. Efek yang ditimbulkan yaitu terbentuk lapisan kerak pada ketel-ketel pemanas air, pada perpipaan dan juga menurunnya efektivitas dari kerja sabun. Kalsium dalam air sangat diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan akan unsur tersebut, yang khususnya diperlukan untuk petumbuhan gigi dan tulang. Standar persyaratan konsentrasi Ca sebagaimana yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan R.I. sebesar 75-200 mg/L. Standar yang ditetapkan oleh WHO inter-regional water study-group adalah sebesar 75-150 mg/L. Konsentrasi Ca dalam air minum yang lebih rendah dari 75 mg/L dapat menyebabkan tulang rapuh, sedangkan konsentrasi yang lebih tinggi dari 200 mg/L dapat menyebabkan korosifitas pada pipa-pipa air (Sutrisno, 2010).
Penentuan kadar kalsium dalam sampel air menggunakan metode titrasi kompleksometri karena digunakan suatu titran kompleks EDTA yaitu Na2EDTA. Prinsip pengujiannya adlah pembentukan kompleks berwarna ungu kebiruan Ca2+ dengan EDTA menggunakan indikator mureksida.
Berdasarkan SNI 06-6989.13-2004 tentang Air dan Air limbah – Bagian 13 : Cara uji kalsium (Ca) dengan metode titrimetri. Metode ini digunakan untuk penentuan kadar kalsium (Ca) dalam air dan air limbah dengan metode titrimetri EDTA pada kisaran kadar Ca 100 mg/L sampai dengan 200 mg/L (100 mg/L – 200 mg/L). Metode ini digunakan untuk contoh uji air yang tidak berwarna.
Hasil dari percobaan uji kadar kalsium metode titrimetri pada hilir air sungai Brantas di Sidoarjo diambil di Desa Mergobener, Bulang dan Kebonagung berturut – turut adalah 9,8 mg/L, 31,36 mg/L, dan 23,54 mg/L. Berdasarkan hasil dan literatur tersebut kadar kalsium dari ketiga desa tidak melebihi kadar baku mutu atau tergolong rendah. Apabila kesadahan terlalu rendah secara simultan alkalinitas juga cenderung rendah ini akan mengganggu penyusunan ikatan antara koloida dengan aluminat dimana gugus hidrofobik koloida akan tetap melayang dan sukar bereaksi dengan koagulan mengakibatkan massa atom relatif ringan sehingga sukar mengendap. Kesadahan yang terlalu tinggi akan menambah nilai pH larutan sehingga daya kerja aluminat tidak efektif karena ion aluminium yang bersifat amfoter akan mengikuti lingkungannya dimana akan terbentuk senyawa aluminium yang sukar mengendap (Tuti, 2004).
i.        Magnesium (Mg2+)
Seperti halnya kalsium, magnesium juga merupakan bagian dari komponen penyebab kesadahan pada air. Dengan sendirinya efek umum yang dapat ditimbulkan oleh adanya unsur ini dalam air adalah serupa dengan efek umum yang dapat ditimbulkan oleh pengaruh kesadahan. Dalam jumlah kecil Mg dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan tulang akan tetapi dalam jumlah yang lebih besar dari 150 mg/L dapat menyebabkan rasa mual (Sutrisno, 2010).
Berdasarkan SNI 06-6989.55-2005 Air dan Air limbah – Bagian 12 : Cara uji kesadahan total kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dengan metode titrimetri. Metode ini digunakan untuk penentuan kesadahan total yang terdapat dalam air dan air limbah dengan metode titrimetri EDTA dengan batas terendah 5 mg/L.Metode ini digunakan untuk contoh uji air yang tidak berwarna. Hasil dari percobaan uji kadar magnesium metode titrimetri pada hilir air sungai Brantas di Sidoarjo diambil di Desa Mergobener, Bulang dan Kebonagung berturut – turut adalah 26,19 mg/L, 26,19 mg/L, dan 23,14 mg/L. Berdasarkan hasil dan literatur tersebut kadar magnesium dari ketiga desa tidak melebihi kadar baku mutu.
j.        Phospat (PO4)
Menurut Peavy et al. (1986), fosfat berasal dari deterjen dalam limbah cair dan pestisida serta insektisida dari lahan pertanian. Fosfat terdapat dalam air alam atau air limbah sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat dan fosfat organis. Setiap senyawa fosfat tersebut terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau terikat di dalam sel organisme dalam air. Di daerah pertanian ortofosfat berasal dari bahan pupuk yang masuk ke dalam sungai melalui drainase dan aliran air hujan. Polifosfat dapat memasuki sungai melaui air buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan detergen yang mengandung fosfat, seperti industri pencucian, industri logam dan sebagainya. Fosfat organis terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa makanan.
Berdasarkan SNI 06-6989.31-2005 Air dan Air limbah – Bagian 31 : Cara uji kadar fosfat dengan spektrofotometer secara asam askorbat. Cara uji ini digunakan untuk penentuan kadar fosfat dengan spektrofotometer secara asam askorbat dalam contoh air dan air limbah pada kisaran kadar 0,01mg P/L sampai dengan 1,0 mg P/L pada panajng gelombang 880 nm. Hasil dari percobaan uji kadar fosfat metode titrimetri pada hilir air sungai Brantas di Sidoarjo diambil di Desa Mergobener, Bulang dan Kebonagung berturut – turut adalah mg/L, mg/L, dan mg/L. Berdasarkan hasil dan literatur tersebut kadar fosfat dari ketiga desa tidak melebihi kadar baku mutu.
k.      Amonia (NH3)
Ammonia dalam air permukaan dapat berasal dari oksidasi zat organik (HaObCcNd) secara mikrobiologis yang berasal dari air alam atau air bangunan industri. Ammonia adalah penyebab iritasi dan korosi, meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme dan mengganggu proses desinfeksi dengan klor. Kandungan amonia dalam persyaratan kualitas air minum tidak diperbolehkan ada. Ammonia dalam air dapat menyebabkan timbulnya bau yang tidak sedap. Kadar maksimum ammonia yang sesuai dengan baku mutu dari SK MENKES NO. 907/MENKES/SK/VII/2002 adalah 1,5 mg/L.
Berdasarkan SNI 06-6989.30-2005 Air dan Air limbah – Bagian 30 : Cara uji kadar amonia dengan spektrofotometer secara fenat. Cara uji ini digunakan untuk penentuan kadar amonia dengan spektrofotometer secara fenat dalam contoh air dan air limbah pada kisaran kadar 0,1mg/L sampai dengan 0,6mg/L NH3-N pada panjang gelombang 640 mn. Pengukuran kadar ammonia dengan metode spektrofotometri menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Prinsip pengujian ammonia adalah pembentukan kompleks ammonia dengan pereaksi Nessler yang membentuk warna kuning yang menandakan adanya ammonia.
4.2.4        Analisa Parameter Mikrobiologi
Mikroorganisme patogen dalam air dapat masuk ke dalam tubuh dengan perantaraan air minum atau infeksi pada luka yang terbuka. Mikroorganism ini umumnya tumbuh dengan baik di dalam saluran pencernaan keluar bersama feses bakteri ini disebut bakteri coliform. Adanya hubungan antara tinja dengan coliform,maka bakteri ini dijadikan indikator alami kehadiran materi fekal. Artinya jika pada suatu substrat atau benda didapatkan bakteri ini maka langsung ataupun tidak langsung substrat atau benda tersebut sudah dikenal atau dicemari oleh materi fekal. Selain itu dijelaskan pula bahwa ada kesamaan sifat dan kehidupan antara bakteri coliform dengan bakteri lain penyebab penyakit perut, tifus, paratifus, disentri dan kolera. Oleh karena itu kehadiran bakteri coliform dalam jumlah tertentu didalam sutau substrat ataupun benda, misalnya air dan bahan makanan sudah merupakan indikator kehadiran bakteri penyakit lainnya (Murray, 2007).
Kelompok bakteri coliform antara lain Eschericia coliEnterrobacter aerogenes, dan Citrobacter fruendii. Keberadaan bakteri ini dalam air minum juga menunjukkan adanya bakteri patogen lain, misalnya Shigella, yang bisa menyebabkan diare hingga muntaber. Bakteri coliform dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :
1.    Coliform fekal, misalnya E. coli, merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan atau manusia.
2.    Coliform non-fekal, misalnya E. aeroginosa, biasanya ditemukan pada hewan atau tanaman yang telah mati (Dwidjoseputro, 2005).
Di Indonesia syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum harus sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492 Tahun 2010 adalah total coliform per 100 ml air minum adalah 0. Hasil pengujian metode kualitatif (MPN) hanya dilakukan uji praduga, didapatkan jumlah bakteri pada hilir air sungai desa Mergobener, Bulang dan Kebonagung masing – masing adalah semua didapatkan jumlah ≥ 2400/ml. Berdasarkan hasil dan literatur tersebut ialah melebihi ambang batas standar baku mutu, hal ini dikarenakan ketiga sungai sudah tercemar oleh limbah dan kotoran manusia. Selain itu, keadaan sungai yang kotor karena sampah dapat memperburuk kualitas air sungai.
Metode Total Plate Count (TPC) atau hitungan cawan didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel mikroorganisme hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi satu koloni setelah ditumbuhkan dalam media pertumbuhan yang sesuai. Setelah diinkubasi, jumlah koloni yang tumbuhdihitung dan merupakan perkiraan dugaan dari jumlah mikroorganisme dalam suspensi. (Mikapin, 2012). Perhitungan jumlah sel mikroba per ml dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
sel/ ml (CFU/ml) = jumlah koloni x faktor pengenceran
Berdasarkan perhitungan tersebut, didapatkan jumlah koloni pada pengenceran 10-6 di hilir sungai Brantas Sidoarjo pada desa Mergobener 0 CFU/ml, desa Bulang 2,9 x 10-5 CFU/ml dan di desa Kebonagung 0 CFU/ml. Koloni pengenceran 10-6 digunakan karena pada pengenceran ini hasil koloninya stabil dan dapat dihitung. Daerah desa Bulang didapatkan jumlah terbanyak sebab keadaan sungai Brantas di desa Bulang sangat kotor, dangkal dan penuh dengan sampah jika dibandingkan dengan kedua sungai yang lain. Selain itu, lokasi pengambilan sampel air sungai dekat dengan Tempat Pemotongan Hewan (TPH) Bulang dan pasar Bulang, sehingga kemungkinan aliran sungai telah tercemar oleh kotoran hewan dan sampah dari pasar. Berdasarkan hal tersebut air sungai Brantas bagian hilir di Sidoarjo tidak layak digunakan sebagai sumber air minum warga, sebab kandungan bakteri coliform melebihi ambang baku mutu yang telah ditetapkan.


KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan uji kualitas hilir sungai Brantas di Sidoarjo dapar ditarik kesimpulan :
1.      Karakteristerik sumber percemaran yang mempengaruhi kualitas air hilir sungai Brantas adalah sampah rumah tangga dan limbah industri. Limbah industri kertas dapat memperburuk kualitas air sungai Brantas di Sidoarjo, hal tersebut menyebabkan tingginya kadar klorida dalam perairan. Selain itu juga mempengaruhi tingginya total MPN pada sungai ketiga desa tersebut.
2.      Sungai Brantas bagian hilir di Sidoarjo tidak layak dijadikan sebagai kualitas air kelas satu yaitu sumber air minum dan kebutuhan rumah tangga, disebabkan karena tingginya klorida dan total MPN Pada air sungai. Namun masih layak jika digunakan dijadikan sebagai kualitas air kelas II, III dan IV.


DAFTAR PUSTAKA
·      Alaerts, G and S.S. Santika. 1994. Metode Penelitian Air. Penerbit Usaha Nasional Surabaya
·      Aprianti, M. 2008. Analisis Kandungan Boron, Seng, Mangan dan Sulfat dalam Air Sungai Mesjid sebagai Air Baku PDAM Dumai. FMIPA-UR, Pekanbaru.
·      Boyd, CE. 1982. Water Quality in Warm Water Fish Fond, Auburn University Agricultural Experimenta. Auburn Alabama.
·      Cottam, T. 1969. Research for Establishment of Water Quality Criteria for Aquatic Life. Reprint Transac of the 2nd Seminar on Biology, April 20-24, Ohio.
·      Darsono, V. 1992. Pengantar Ilmu Lingkungan. Penerbit Universitas Atmajaya, Yogyakarta, hal : 66, 68.
·      Dwidjoseputro, S. 2005. Dasar – Dasar Mikrobiologi I. Jakarat : Djambatan.
·      Effendi, H. 2010. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
·      Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Hal : 21- 23, 185
·      Irianto, E.W dan B. Machbub, 2003. Fenomena Hubungan Debit Air dan Kadar Zat Pencemar dalam Air Sungai (Studi Kasus : Sub DAS Citaru Hulu). JLP. Vol 17 (52) Tahun 2005. Hal : 1-4.Diakses pada tanggal 4 Mei 2011 pkl : 00 : 31.
·      Kristianto, P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta : Penerbit ANDI. Hal 20 dan 167-170
·      Kumar, H.D. 1977. Modern Concept of Ecology. Vikas Published Houses, VT. Ltd, New Delhi.
·      Lewis, E,L (1980). The Practical Salinity Scale 1978 and itsm antecced. IEEE J. Occean.Eng.,OE.5(1).
·      Mahida, U.N. 1986. Pencemaran dan Pemanfaatan Limbah Industri. Rajawali Press, Jakarta.
·      Mikapin, A. 2012. Mikrobiologi Jilid IV. Malng : Universitas Negeri Malang.
·      Murray, P.R., et al. 2007. Manual of Clinical Microbiology, 9th ed. American Society for Microbiology, Washington, D.C.
·      Peavy H.S, D.R Rowe and G. Tchobanoglous. 1986. Environmental Engineering. Mc. Graw Hill-Book Company, New York.
·      Setiaji, B.1995. Baku Mutu Limbah Cair untuk Parameter Fisika, Kimia pada Kegiatan MIGAS dan Panas Bumi. Lokakarya Kajian Ilmiah tentang Komponen, Parameter, Baku Mutu Lingkungan dalam Kegiatan Migas dan Panas Bumi, PPLH UGM:Yogyakarta.
·      Soeparman, H.M. 2001. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair, suatu pengantar. Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
·      Sumengen. 1987. Metode Praktis dalam Menentukan Pencemaran Air. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Bahan Kursus Penyegar dan Musyawarah II ILUNI FK-UI, Jakarta.
·      Suriawiria, U. 1996. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat. Penerbit Alumni. Bandung.
·      Sutrisno, T.C. 2010. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta : PT Rineka Cipta
·      Tuti Rahayu. 2004. Karakteristik Air Sumur Dangkal Di Wilayah Kartasura Dan Upaya Penjernihannya. Surakarta : FKIP – Pendidikan Biologi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dalam MIPA Vol. 14, No. 1, Januari 2004: 40 – 51
·      W. Slamet, Kusmiyati, F., E.D Purabayanti. 2002. Pengaruh Pemupukan Kalsium dan Nitrogen Terhadap Produksi Kualitas Kehijauan Rumput Makanan Ternak Pada Tanah Saline. Laporan Penelitian Dosen Muda DIKTI. Jakarta
·      Wardhana, W.A, 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan, Penerbit Andi, Yogyakarta.




ANALISA KUALITAS AIRSUNGAI BRANTAS KABUPATEN SIDOARJO

Tempat Sampling        :Kabupaten Sidoarjo
Tanggal Sampling       : 14 Desember 2016
Waktu                         :
Suhu Udara                 :
Parameter Analisis      : Parameter Fisik

HasilAnalisis
No
Post Sampling
KodeSampel
GPS
Suhu (0C)
pH
Salinitas
Analis
1
Margobener
Mg
S 7028’7’’ E 112031’52’
29
7,5
1000

2
Bulang
BL
S 7029’41’’ E 112036’20’’
30
7,2
1000

3
Kebunagung
KA
S 7033’28’’ E 112040’7’’
30
7,4
1000

Keterangan :
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

Mengetahui,
Pemeriksa,






…………………………….
Sidoarjo, 14 Desember 2016
Analis,






……………………………….


ANALISA KUALITAS AIRSUNGAI BRANTAS KABUPATEN SIDOARJO
Tempat Sampling        :Kabupaten Sidoarjo
Tanggal Sampling       : 14 Desember 2016
Waktu                         :
Suhu Udara                 :
Parameter Analisis      : Alkalinitas
MetodeAnalisa            : Titrimetrik SNI 06-2420-1991

Hasil Analisis
No
Post Sampling
Kode Sampel
Perlakuan
Volume HCl (mL)
V Titrasi
Alkalinitas (ppm)
Analis
Awal
Akhir
1
Margobener
Mg
I
30
30,3
0,3
300 ppm

II
30,3
30,6
0,3
300 ppm
2
Bulang
BL
I
0
0,3
0,3
300 ppm

II
0,3
0,8
0,5
500 ppm
3
Kebunagung
KA
I
29,2
29,5
0,3
300 ppm

II
29,5
29,5
0,4
400 ppm
Keterangan :
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………







Sidoarjo,  14 Desember 2016

Mengetahui,
Pemeriksa






……………………………..

Analis I,






…………………………………..

Analis II,






………………………………….


Analis III,






..........................................




ANALISA KUALITAS AIRSUNGAI BRANTAS KABUPATEN SIDOARJO
Tempat Sampling        :Kabupaten Sidoarjo
Tanggal Sampling       : 14 Desember 2016
Waktu                         :
SuhuUdara                  :
Parameter Analisis      : Asiditas
MetodeAnalisa            : Titrimetrik SNI 06-2422-1991

HasilAnalisis
No
Post Sampling
Kode Sampel
Perlakuan
Volume NaOH (mL)
V Titrasi
Asiditas (ppm)
Analis
Awal
Akhir
1
Margobener
Mg
I
0
0,05
0,05
30 ppm

II
0,05
0,1
0,05
30 ppm
2
Bulang
BL
I
0
0,05
0,05
30 ppm

II
0,05
0,1
0,05
30 ppm
3
Kebunagung
KA
I
0
0,05
0,05
30 ppm

II
0,05
0,1
0,05
30 ppm
Keterangan :
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………







Sidoarjo, 14 Desember 2016

Mengetahui,
Pemeriksa






……………………………..

Analis I,






…………………………………..

Analis II,






………………………………….


Analis III,






..........................................





ANALISA KUALITAS AIRSUNGAI BRANTAS KABUPATEN SIDOARJO
Tempat Sampling        :Kabupaten Sidoarjo
Tanggal Sampling       : 14 Desember 2016
Waktu                         :
Suhu Udara                 :
Parameter Analisis      : Oksigen Terlarut (DO)
Metode Analisa           : Iodometri SNI 06-2989.14-2004
Hasil Analisis
No
Post Sampling
Kode Sampel
Perlakuan
Volume Na2S2O3 (mL)
V Titrasi
OksigenTerlarut (ppm)
Analis
Awal
Akhir
1
Margobener
Mg
I
29,9
30,1
0,2
1,6128

II
30,1
30,2
0,1
0,8064
2
Bulang
BL
I
5,4
5,5
0,1
0,8064

II
6,1
6,2
0,1
0,8064
3
Kebunagung
KA
I
30
30,05
0,05
0,403

II
30,05
30,1
0,05
0,403

Sidoarjo,14 Desember 2016
Mengetahui,
Pemeriksa






……………………………..

Analis I,






…………………………………..

Analis II,






………………………………….


Analis III,






..........................................





ANALISA KUALITAS AIR SUNGAI BRANTAS KABUPATEN SIDOARJO

Tempat Sampling        : Kabupaten Sidoarjo
Tanggal Sampling       : 14 Desember 2016
Waktu                         :
SuhuUdara                  :
Tanggal Analisa          :
Parameter Analisis      : Chemical Oxygen Demand (COD)
Metode Analisa           : Refluk Terbuka dengan Titrimetrik SNI 06-6989.15-2004

HasilAnalisis
No
Post Sampling
KodeSampel
Warna Setelah Refluk
Volume FAS (mL)
V Titrasi
COD (ppm)
Analis
Awal
Akhir
1
Margobener
Mg
Hijau
0
0,1
0,1
8 ppm

2
Bulang
BL
Hijau
0,2
0,3
0,1
8 ppm

3
Kebunagung
KA
Hijau Toska
4
4,3
0,3
24 ppm

Keterangan :
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………




Sidoarjo, 14 Desember 2016

Mengetahui,
Pemeriksa






……………………………..

Analis I,






…………………………………..

Analis II,






………………………………….


Analis III,






..........................................




ANALISA KUALITAS AIRSUNGAI BRANTAS KABUPATEN SIDOARJO
Tempat Sampling        : Kabupaten Sidoarjo
Tanggal Sampling       : 14 Desember 2016
Waktu                         :
Suhu Udara                 :
Tanggal Analisa          :
Parameter Analisis      : Kadar Klorida (Cl)
MetodeAnalisa            : Titrasi Argentometri

HasilAnalisis
No
Post Sampling
Kode Sampel
Volume AgNO3 (mL)
V Titrasi
Cl (ppm)
Analis
Awal
Akhir
1
Margobener
Mg
10,6
15,5
4,9
1704

2
Bulang
BL
15,5
17,9
2,4
816,5

3
Kebunagung
KA
17,9
19,9
2,0
674,5

Keterangan :
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………





Sidoarjo, 14 Desember 2016

Mengetahui,
Pemeriksa






……………………………..

Analis I,






…………………………………..

Analis II,






………………………………….


Analis III,






..........................................




ANALISA KUALITAS AIRSUNGAI BRANTAS KABUPATEN SIDOARJO
Tempat Sampling        :Kabupaten Sidoarjo
Tanggal Sampling       : 14 Desember 2016
Waktu                         :
Suhu Udara                 :
Tanggal Analisa          :
Parameter Analisis      : Sulfur (S) danSulfat (SO4)
MetodeAnalisa            : Gravimetri

Hasil Analisis
No
Post Sampling
KodeSampel
W Kertas Saring
(gram)
Massa
S (ppm)
SO4 (ppm)
Analis
K +E
Endapan
1
Margobener
Mg
0,8553
0,8669
11,6
31,78
95,58

2
Bulang
BL
0,8319
0,8488
16,9
46,30
139,25

3
Kebunagung
KA
0,8508
0,8667
15,9
43,56
131,016









Keterangan :
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………



Sidoarjo, 14 Desember 2016

Mengetahui,
Pemeriksa






……………………………..

Analis I,






…………………………………..

Analis II,






………………………………….


Analis III,






..........................................





ANALISA KUALITAS AIRSUNGAI BRANTAS KABUPATEN SIDOARJO
Tempat Sampling        : Kecamatan Sidoarjo
Tanggal Sampling       : 14 Desember 2016
Waktu                         :
Suhu Udara                 :
TanggalAnalisa           :
Parameter Analisis      : Uji Mikrobiologi
Metode Analisa           :

Hasil Analisis
No
Post Sampling
KodeSampel
Uji Kualitatif (MPN) 100/ml
Uji Kuantitatif (Soread Plate) (TPC) CFU/ML
Praduga
Konfirmasi
Pelengkap
10-2
10-4
10-6
10-8
1
Margobener
Mg
10 ml = + 5
≥ 2400






85
85 x 10-2 = 0,85
1

1 x 10-4


0

0

 1 ml = + 5
 0,1 ml = + 5
2
Bulang
BL
10 ml = + 5
≥ 2400






> 300

61
61 x 10-4= 6,1 x 10-3
31
29 x 10-6= 2,9 x 10-5
19
29 x 10-8= 2,9 x 10-7
 1 ml = + 5
 0,1 ml = + 5
3
Kebunagung
KA
10 ml = + 5
≥ 2400





> 300
29
29 x 10-4= 2,9 x 10-3
0
0
 1 ml = + 5
 0,1 ml = + 5


Keterangan :
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………



Sidoarjo, 14 Desember 2016

Mengetahui,
Pemeriksa






……………………………..

Analis I,






…………………………………..

Analis II,






………………………………….


Analis III,






..........................................




ANALISA KUALITAS AIRSUNGAI BRANTAS KABUPATEN SIDOARJO
Tempat Sampling        : Kabupaten Sidoarjo
Tanggal Sampling       : 14 Desember 2016
Waktu                         :
Suhu Udara                 :
Tanggal Analisa          :
Parameter Analisis      : Kadar Magnesium
MetodeAnalisa            : Titrasi Kompleksometri

Hasil Analisis
No
Post Sampling
Kode Sampel
Volume EDTA (mL)
V Titrasi
Mg (ppm)
Analis
Awal
Akhir
1
Margobener
Mg
7
8,1
1,1
26,19

8,1
9,2
1,1
26,19
2
Bulang
BL
11,3
12,4
1,1
26,19

12,4
13,5
1,1
26,19
3
Kebunagung
KA
9,2
10,3
1
23,814

10,3
11,3
1
23,814





Keterangan :
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………



Sidoarjo, 14 Desember 2016

Mengetahui,
Pemeriksa






……………………………..

Analis I,






…………………………………..

Analis II,






………………………………….


Analis III,






..........................................




ANALISA KUALITAS AIRSUNGAI BRANTAS KABUPATEN SIDOARJO
Tempat Sampling        : Kabupaten Sidoarjo
Tanggal Sampling       : 14 Desember 2016
Waktu                         :
SuhuUdara                  :
TanggalAnalisa           :
Parameter Analisis      : Kadar Kalsium
MetodeAnalisa            : TitrasiKompleksometri

Hasil Analisis
No
Post Sampling
Kode Sampel
Volume EDTA (mL)
V Titrasi
Mg (ppm)
Analis
Awal
Akhir
1
Margobener
Mg
4,2
4,4
 0,2
7,84 ppm

4,4
4,7
 0,3
11,76 ppm
2
Bulang
BL
5,9
6,7
 0,8
31,36 ppm

6,7
7,5
 0,8
31,36 ppm
3
Kebunagung
KA
4,7
5,3
 0,6
23,52 ppm

5,3
5,9
 0,6
23,52 ppm


Keterangan :
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………



Sidoarjo, 14 Desember 2016

Mengetahui,
Pemeriksa






……………………………..

Analis I,






…………………………………..

Analis II,






………………………………….


Analis III,






..........................................




Hasil Pengujian Parameter Keseluruhan pada Hilir Sungai Brantas Sidoarjo
paramater
satuan
baku mutu
Desa
Referensi
MG
BL
KA
Fisik
pH

6,0 - 9,0
7,5
7,2
7,4
Pergub Jatim No. 72 2013
Salinitas

0 mg/L-1,000 mg/L
1,000
1,000
1,000
MENKES NO.907/MENKES/SK/VII/2002
Suhu
˚C
± 3˚ C dari suhu udara
29˚C
30˚C
30˚C
MENKES NO.907/MENKES/SK/VII/2003
Kimia
Alkalinitas
ppm
< 500 mg/L
300
400
350
Permenkes No. 492 Tahun 2010
Asiditas
ppm
< 500 mg/L
30
30
30
Permenkes No. 492 Tahun 2010
DO
ppm
< 6 mg/L
1,209
0,806
0,403
SNI 06.6989.14-2004
COD
ppm
100 mg/L
8
8
24
Pergub Jatim No. 72 2013
Klorida (Cl-)
ppm
1,5-100 mg/L
1704
816,5
671,5
SNI 6989.19-2009
Sulfida (S2-)
ppm
< 200 mg
31,78
46,3
43,56
SNI 06-6989.26-2005
Sulfat (SO42-)
ppm
< 250 mg/L
95,58
139,25
131,016
Permenkes No. 492 Tahun 2010
Kalsium (Ca2+)
ppm
100-200 mg/L
9,8
31,36
23,52
SNI 06-6989.13-2004
Magnesium (Mg2+)
ppm
> 5 mg/L
26,19
26,19
23,14
SNI 06-6989.12-2004
Amonia
ppm
1,5 mg/L



SNI 06-6989.30-2005
Phospat
ppm
0,01-1,0 mg/L



SNI 06-6989.31-2005
Mikrobiologi
total TPC

< 300 CFU/ml pada 10-6
0
2,9 x 10-5
0

total MPN

100/ml
≥ 2400
≥ 2400
≥ 2400
Permenkes No. 492 Tahun 2010
*Peraturan Gubenur Jawa Timur tahun 2013 kualitas air kelas I
*MG : Mergobener, BL : Bulang, KA :Kebonagung



1 komentar: